Chapter [5]

24.4K 1.9K 107
                                        

Creed - My Sacrifice

"Adhra, aku hari ini ga bisa pulang bareng kamu. Aku ada ekskul paduan suara dulu sampai sore," kata Via kecil yang masih duduk di kelas 4 SD ini kepada Gadhra.

Gadhra memang meminta kedua orangtua nya untuk dimasukkan ke sekolah yang sama dengan Via. Biar bareng Thivia terus, katanya.

"Ya udah aku tungguin kamu aja ya," jawab Gadhra. "Aku bosen di mobil berduaan sama Pak Darmo. Dia ga seru diajak ngobrol. Ketawa doang. Maksa lagi ketawanya."

"Ih Adhra," Via melirik jam tangan lego yang melingkar di tangannya. "Tapi aku tuh bisa sampai jam lima loh. Sekarang aja baru jam dua."

Gadhra menggelengkan kepalanya. Laki-laki itu masih kekeuh dengan pendiriannya, tidak mau pulang berdua dengan Pak Dharmo.

"Thivia, kamu tenang aja. Aku juga mau main dulu sama Enda dan lain-lain," katanya. "Pokoknya kamu aku tungguin deh! Udah sana hus hus aku mau main."

Gadhra mengusir Via dengan melambaikan tangannya ke depan dan ke belakang, membuat Via berdecak sebal melihat laki-laki di hadapannya.

"Ih susah banget dikasih tau sih ni orang!"

Via berjalan menyusuri lorong sekolah, menuju hall tempat ia latihan paduan suara yang berada di lantai empat. Sekolahan sudah cukup sepi, yang tersisa hanya anak-anak yang betah bermain di sekolah, salah satunya adalah Gadhra dan teman-temannya.

Mereka biasanya bermain bola di lapangan atau hanya sekedar duduk-duduk di kantin. Gadhra mudah bergaul, oleh sebab itu meskipun ia siswa baru di sekolah nya, ia sudah memiliki banyak teman. Teman-temannya juga sudah tidak menganggap Gadhra sebagai siswa baru.

Via berjalan dengan cepat menuju hall. Ia memang ditinggal oleh teman-temannya karena sebelumnya ia bertemu Gadhra terlebih dahulu. Suasana gedung sekolah yang cukup sepi membuat anak itu melangkahkan kakinya lebih cepat. Ketakutan, sepertinya.

"BAAAAAAAA." Tiba-tiba seorang anak kecil menggunakan mukena berwarna putih muncul dari bawah meja piket yang terletak di lorong lantai 4.

Via yang terkejut luar biasa langsung berteriak dan membenamkan wajahnya di dalam kedua telapak tangannya. Perempuan itu terjatuh saat ia reflek mundur satu langkah ke belakang.

"HAHAHAHAHAHAHAHA!!!!" Anak kecil yang menggunakan mukena itu tertawa kencang sambil memegang perutnya saking gelinya.

Via yang mengenal jelas suara tawa itu, langsung membuka kedua telapak tangannya, berdiri, dan mencubit orang itu.

"Adrha kamu tuh apaansih ga lucu tau gak!" katanya. "Kalo aku pingsan kan kamu juga yang repot!"

Yang dicubit cuma bisa meringis kesakitan. "Aduh duh iya iya ampun! Yakali ah masa pingsan. Kebanyakan nonton drama kamu mah."

"Adhra!!!"

"Hahahaha iya iya!" Anak laki-laki itu langsung berlari menjauhi Via dan masih menggunakan mukena yang entah ia dapatkan dari mana. Mungkin dari Mushalla sekolah.

Via kalau marah serem ih, pikirnya.

Namun, membuat Via marah merupakan salah satu kesenangan anak itu.

****

"Hey sayang, bangun yuk. Udah sampe." Reon membelai kepala Via lembut, membangunkan gadis itu.

"Heh? Udah sampe ya," ucap Via sembari menegakkan kembali kursi mobil. Wajah gadis itu masih terlihat pucat.

"Are you alright?" Tanya Reon kepada pacarnya itu.

T R A P P E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang