Paramore - The Only Exception
"Sayang, kamu ceroboh banget sih," kata Reon pelan sambil membersihkan teh yang tumpah di atas meja.
Perempuan yang duduk di depannya hanya bisa cengengesan sambil mengamankan ponsel miliknya dan milik Reon, sebelum terkena tumpahan teh.
"Aku terlalu semangat ya cerita ke kamu," kata perempuan itu sambil tertawa.
"Abisnya ya gitu, malesin banget kan masa aku cuma telat 5 menit diusir!" lanjutnya. "Kan absenku jadi kepake. Padahal itu jatah absen mau aku pake di akhir semester ini buat bolos."
Reon tertawa kecil mendengar omelan pacarnya. Tangannya masih bergerak membersihkan tumpahan teh di atas meja, sementara kedua mata dan telinganya fokus kepada perempuan yang duduk di depannya.
Sudah setahun Via dan Reon menjalin hubungan. Senior yang dulu memarahi nya itu, kini berada di semester lima jurusan Marketing sedangkan Via berada di semester tiga jurusan Akuntansi.
Satu hal yang Via sadari selama ia menjalani hubungan dengan Reon, bahwa Reon memiliki mata yang sangat indah.
Reon memiliki tatapan yang sangat meneduhkan. Tatapan yang membuat Via tertarik dengan senior nya itu sejak ia menyerahkan hasil hukumannya.
Perempuan itu jadi ingat saat awal pertemuan mereka setahun yang lalu, setelah ia di marahi oleh Reon.
Via berjalan masuk ke dalam ruangan peristirahatan panitia, setelah mendapat izin masuk oleh salah satu panitia OSPEK.
Bola matanya bergerak mencari seseorang. Senyum kecil mengembang di bibirnya saat ia menemukan orang yang dicari. Artinya, urusannya sudah mau selesai dan bisa keluar dari ruangan yang penuh dengan senior-seniornya.
"Permisi Kak," Via menghampiri Reon yang sedang duduk bersama teman-temannya. Tangannya bergerak menyerahkan selembar kertas berukuran A3. "Mau ngumpulin surat permintaan maaf sama tanda tangan panitianya Kak."
Acara OSPEK sudah selesai sejak pukul 2 siang, namun Via tetap harus berada di kampus untuk menjalankan hukumannya—yaitu mengumpulkan seluruh tanda tangan panitia OSPEK.
"Oh iya," Reon berdiri dari kursi tempatnya duduk, tangannya bergerak mengambil kertas yang diberikan oleh Via. "Sebentar."
Selang satu atau dua menit kemudian, laki-laki itu menganggukkan kepalanya setelah menghitung jumlah tanda tangan panitia.
"Hebat juga lo ya," puji Reon. "Dalam waktu empat jam bisa dapetin 148 tanda tangan panitia."
"Eh?" tanya Via bingung. "Hehehe."
Cuma itu yang bisa diucapkan oleh Via. Takut salah ngomong, mengingat ruangan itu berisi seniornya semua.
"Lo udah makan belum?" Tanya Reon.
Via yang sempat bingung dengan pertanyaan Reon langsung menggelengkan kepalanya pelan, yang membuat Reon menunjuk tumpukan catering panitia, dan menyuruh Via untuk mengambilnya.
Perempuan itu mengangguk patuh, kemudian melangkahkan kakinya untuk berjalan dan mengambil salah satu kotak catering.
"Gue ga mau ada yang kenapa-kenapa selama OSPEK berlangsung."
Via mengangguk paham. Kedua bola matanya memperhatikan bagaimana cara Reon berbicara, bagaimana cara Reon menatap lawan bicaranya, seolah tatapannya dapat menyihir semua orang untuk mendengarkannya.
Cara Reon menatap lawan bicaranya memang sering membuat para gadis meleleh. Padahal, ia tidak pernah bermaksud untuk menggoda siapapun.
Laki-laki itu hanya menuruti nasihat Ayahnya, kalau berbicara dengan orang lebih baik lihat mata orang tersebut. Agar kita dipercaya oleh lawan bicara kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
T R A P P E D
Teen Fiction[COMPLETED] One fraction of a moment you can fall in love, a love that takes a lifetime to get over | #26 in Teen Fiction, November 17th 2016. (p.s. cerita ini mengandung alur cerita maju mundur untuk pendalaman pengenalan terhadap karakter)