Two

281 22 2
                                    

Nb: typo bertaburan.

Author pov.

"Vann, tempat parkirnya masi jauh ya?" Ucap chalysta

"Engga kok ta, noh di depan" jawab vanno

"Turunin aja gue van, plisss" chalysta pun mengeluarkan puppy eyes nya.

"Lah, telat yang. Udah nyampe nih, hehe" timpal vanno

"Yaudah" jawab chalysta degan senyum yang sangat lebar.

Ia cantik. Chalysta cantik kalau sedang tersenyum. Ketika melihat senyumannya. Vanno melupakan semua beban nya. Semua nya hilang begitu saja.

"Vann,vanno?? Hoi Devanno Achezio!!" pekik chalysta yang sukses membuyarkan lamunan vanno.

"Eh iyaiya cantik, galak amat sih, hehe" vanno berusaha mencari alasan agar chalysta tidak sadar bahwa tadi vanno-- Sudahlah lupakan.

Devanno Achezio Kenzie.
Seorang pemuda tampan kelahiran inggris. Tampan sudah melekat dalam kepribadiannya. Basket dan gitar yang selalu jadi kesukaanya. Oke selanjutnya ga penting.

Vanno sudah bersahabat dengan Chalysta Alexandrea Putri Alvaro sejak kecil. Tak heran, banyak orang yang menganggap mereka seperti orang yang berpacaran. Padahal mereka hanya teman.

Ya teman.

"Yaudah, kuy jalan" ucap gadis itu

"Iya, ni juga mau otw" jawabnya

"Van."

"Hm? Apa?"

"Misscall aja" jawabnya yang diirngi tawa

Chalysta Alexandrea Putri Alvaro
Chalysta yang kerap disapa alexa oleh keluarganya, namun menyebut dirinya chalys.

Gadis cantik ini sangat baik hati dan murah senyum. Cewek bule blasteran ingris - indo ini termasuk jajaran primadona sekolahnya, selanjutnya gak penting.

Dialah chalysta,Sahabat Devanno kenzie yang cogan tapi rada bego.

"Ta? Oii chalystaa. Bangun--" vanno tersentak saat melihat chaysta sudah tertidur dengan lelap di jok mobil nya.

"Yah, udah tidur ya cantik? Lu mah kalo tidur cantiknya keluar, hehe. Ga nyebelin kaya biasa. Haha" vanno memperhatikan setiap detail dari wajah chalysta.

Ia sudah terhanyut dalam kedamaian sambil memperhatikan wajah chalysta.

"Sleep tight my princess," ucap vanno seraya mencium puncak kening chalysta.

******

Chalysta pov.

Aku terbangun. Aku sadar bahwa aku tidur bukan dikamarku. Yap, kamar yang sangat familiar banginya. Kamar bercat cream yang dipenuhi foto ku dan vanno dari masa kecil sampai sekarang.

"Lu udah bangun ta?" ucap vanno sambil membawa semangkuk sup dan air minum, lalu meletakkannya di pinggir tempat tidur.

"Iya vann, gue ketiduran ya? Kenapa gak lu bangunin aja? Gara gara gue lu ga jadi ke cafe kan?" aku bertanya secara beruntun pada vanno.

"Yeela, nanya nya banyak banget kaya reporter, satu satu dong nyett" jawab vanno sambil mencubiti hidungku.

"Aduh! sakit vaan. Ntar mancung gue ilang lagi!" ujar ku sambil memengangi hidungku yang sudah memerah sempurna.

Impossible WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang