Formember

99.5K 9.2K 1.6K
                                    

Formember

Forget and Remember. 

**

Dirga.


Terakhir  kali gue keluar kamar, yang bisa gue dengar hanya suara televisi yang  sepertinya sudah siap di Channel V, yang kapan aja bisa tiba-tiba  memutarkan lagu Can't Help Falling In Love versi remixnya Afrojack  ketika Ela datang dan mengetuk pintu rumah gue. 

Loh tunggu, gue kok terdengar najis.

Hujan.  Tepat setelah itu yang gue lirik hanya jam dinding kayu yang  menunjukkan pukul 7. Udah 2 jam sejak Ela selesai kampus, dan dia belum  sampai. Udah gue bilang kan, lebih baik gue jemput. Dia pasti  kehujanan. Gue  ingin menyumpahi diri gue sendiri dengan kalimat-kalimat kasar karena  jadi sok khawatir begini. Tapi coba kata sok nya di hapus, karena gue  memang beneran khawatir.

Tok tok tok.

Seperti ninja hatori, gue langsung bangkit berdiri, setengah berlari ke arah pintu karena gue gak mau keduluan siapapun. Tepat  ketika pintu dibuka, gue yakin betul ada sesuatu di dalam diri gue yang  buat gue sulit bernapas. Hal yang selalu terjadi sama diri gue semenjak  gue kenal cewek ini. Iya,  cewek yang selalu ikat rambutnya asal-asalan, pergi kemanapun dengan  kemeja lengan panjang yang kebesaran, nyinyir dengan semua lawakan gue  meskipun akhirnya dia tertawa juga.

Woi Theala Radista Queensy, gue gak suka deh lo buat hati gue begini.

"Hai mblo," dia nyengir.

La, gue marah beneran ya. Jangan senyumin gue, apalagi waktu gue lagi kangen sama lo, kayak sekarang.

"Lama banget sih lo," gue sewot.

Ini gak bohong, gue memang nunggu dia lama banget, dan gue kesel.

"Kan ujan, gak liat?"

"Gue  bilang juga apa, biar gue jemput. Bandel sih-" gue tutup mulut ketika  beberapa detik setelahnya yang gue rasain telapak tangan dia tepat di  dahi gue.

This fucking strange warm feeling everytime she touched me.

"Ih masih anget. Udah minum obat?" Gue  masih diam, sampai akhirnya gue pegang tangan dia. "Udah," lama,  tangannya masih gue pegang. Selalu begini. Dan setiap kali dia diam, gak  mengelak, saat itu gue merasa kalau dia juga memang nyaman sama  gue, sama seperti gue nyaman ke dia.

"Kok masih anget badannya? Udah makan?"

"Apaan sih nanyanya kok kayak istri gue."

"Serius."

La, you are that worried?

"Belum."

"Tuh  kan. Lo suka bandel sih dibilangin. Makan makan makan. Kapan sembuhnya  kalo begini. Masuk kampus juga kapan. Tugas lo banyak tuh."

"Kan  entar lo bantuin," gue menyengir lebar sambil menaruh tangan gue yang  besar di kepala dia. Ini memang kepala dia yang kecil apa tangan gue  yang kegedean sih, masa ukurannya bisa pas.

Rambutnya basah.

"Ke kamar gue yuk, gue keringin rambutnya." Modus  sih biar bisa berdua, abis gue yakin banget Mami lagi ngintip dari  dapur, lalu semuanya akan menjadi kacau. Yang Ela di ajak masak di dapur  lah, diajak ngobrol ngalor ngidul.

No.

"Tunggu..." Gue mengernyit ketika dia menoleh ke arah luar, seperti lagi mencari orang.

"Tunggu apaan?"

"Kak Trian."

"Hah?"

NonversationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang