Sway

70.1K 6.7K 4.9K
                                    

SWAY

Stay and Away

**

Trian.

Seumur-umur gue gak pernah bangun sepagi ini. Gak paham karena memang lagi kerajinan, apa karena..... Efek punya cewek baru.

"Bun cepetaaaaaan udah jam berapa nih."
"YEUUU MENTANG-MENTANG CEWEK BARU AJA. LANGSUNG RAJIN BENER," ejek Bunda sambil menyenggol gue dengan pinggangnya. Bunda gue itu, emang Ibu-ibu, tapi tenaganya. Luar biasa. Katanya sih dulu waktu muda suka colong Extra Jossnya Ayah.

Padahal, dulu waktu jadian sama Ira, gue gak pernah mau repot-repot bangun pagi buat jemput dia. Meskipun setelahnya, dia pasti langsung telpon gue berkali-kali biar gue bangun dan jemput dia. Malahan, kali ini, cewek gue -cie, cewek gue banget #anjay #bacot, sama sekali gak nyuruh gue buat jemput.

"The... Gue," kepala gue tiba-tiba gatel. "Aku.."
Ini ngomong harusnya begini kan? Masa gue? Tapi kok, guenya bingung, takut dia ilfeel sama. "Aku...," gue garuk-garuk kepala gue sendiri sambil mikir. Gak berapa lama setelah itu, gue mendengar suara Thea yang lagi ketawain gue.

"Apaan sih, Yan.."

Suka banget denger dia ketawa, sampe gue sempet terpana gitu liat dia. Ini sih fix gue udah sarap. Masalahnya, dari di bioskop tadi, gue gak berhenti nyengir loh sampe sekarang.

"Ya.. Gue bingung.. Eh.. Aku bingung ngomongnya gimana..," terus gue kedip-kedip sendiri, merasa kalau gue terdengar menjijikan waktu ngomong aku. "Eh tapi jijik gak sih denger gue ngomong aku? Kalo jijik bilang ya.."
Kan gak lucu abis ini Thea ngomong "Yan, kita putus aja deh. Jijik gue denger lo ngomong."
Langsung balik ke rumah gue bisa-bisa, minta Bunda anter ke psikiater karena kena guncangan jiwa hebat.

"Pulang sana, jangan kebanyakan mikir."
"Ngusir?" tanya gue jahil sambil naikin sebelah alis.
"Dih.. Sok galak."
"Ooooh, belum tau aku berarti."
Dia ketawa lagi sambil geleng-geleng kepala. "Takuuuut," dia nyipitin matanya sendiri bikin gue senyum.

Beda.
Rasanya beneran berbeda dengan dulu.
Gak pernah sekalipun gue merasa kalau waktu berjalan secepat ini. Siang, sore, dan sekarang malam.
Gak pernah sekalipun gue merasa sulit untuk biarinin cewek di depan gue ini, jalan mendekat ke rumahnya, masuk ke dalam bilang Daaa sama gue.
Gak pernah sekalipun gue merasa ingin liat seseorang senyum di depan gue selama mungkin dan ngobrol sama dia sampai entahlah kapan.

"Besok jam 8 pagi tunggu depan rumah ya," ujar gue pelan bikin dia kerutin kening.
"Mau ngapain emang?"
"Tunggu aja pokoknya..," balas gue sambil menyalakan motor. "Jangan ke kampus naik ojek, taksi, bajaj, apapun. Pokoknya tunggu depan rumah, Oke?"
"Hmm.."
"Masuk sana."
"Pergi dulu sana."
Gue diam di atas motor gue sambil memandang wajahnya lama. "Masuk dulu, baru aku pergi."
"Yee. Yaudah."
"Eh tunggu..," gue mengambil sebelah tangannya, membuat dia mengerutkan kening heran. "Kata Bunda, tradisi orang Jawa itu, sebelum cowoknya pergi, ceweknya mesti cium tangan."
"Hahahaha kenapa sih...," dia sempat mendorong tangan gue meskipun akhirnya dia diam sambil melihat cengiran lebar di bibir gue, nahan ketawa.
"Ah lama..," gue langsung menarik tangannya dan menempelkan bibir gue disana, membuat dia kaget. "Besok besok.. Gantian," ujar gue sambil tersenyum.

Untuk beberapa lama, kita hanya diam dan memandang satu sama lain. Gak ada satupun yang keluar dari mulut kita sampai akhirnya gue menghela napas panjang, sadar kalau ini udah malam dan waktunya dia tidur.
"Masuk sana..."

Nanti gue terlalu betah ngobrol sama lo. Bisa-bisa lo gue bawa pulang.

"Hmm.."
"Aku balik ya.."
"Iya..," caranya menatap gue buat gue berpikir seolah-olah dia gak mau gue pulang. Sampai akhirnya gue melepas tangan dia, menarik wajahnya mendekat dan mencium keningnya.

NonversationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang