Biggitle ; Big and Little
"It might be a little thing to you, but too big for me to handle."
Little do you know
How I'm breaking while you fall asleep
I'm still haunted by the memory
I'm trying to pick myself up piece by piece need a little more time
Underneath it all I'm held captive by the hole inside
I've been holding back
Alex & Sierra - Little Do You Know
**Theala
"Jadi ada yang mau ditanya lagi atau tidak?"
"Tidak Paaaaaak."
"Baik kalau begitu, kelasnya saya akhiri ya."
"Ya Paaaak, Terima kasih Paaaaaak," jawab semua murid di kelas serentak, kecuali mungkin gue yang sama sekali gak tertarik menjawab, buat gue semua udah terwakili sama suara-suara manusia disini. Bukannya menjawab gue malah sibuk sesekali memencet hape gue.
Mana, katanya mau kabarin kalau udah?
Dan setelah gue liat arlogi gue di tangan kanan, udah jam 2 siang, 1 jam lebih telat dari jadwal janjian gue sama dia.
Detrian Bhadrika.
Yakin 100% gue, dia pasti udah pergi sendiri ke Jatinegara dengan Mbim, motor kesayangannya. Ngapain juga dia nungguin gue? Ini masih siang, gak usah mimpi.
"Theala Radista mana ya? Kok gak keliatan?"
Saking sibuknya ngeliatin hape, gue sampai gak sadar kalau Pak Suban lagi cariin gue. Memang dasar otak orang tua apa gimana ya, jadi agak pelupa kalau gue biasa selalu duduk paling belakang. Paling males di depan, jadi tontonan publik. Lagian, gak ada Milly juga di depan, jadi gue paling gak bisa gak ada teman ngobrol.
"The..," bisik Milly pelan.
Guenya gak nyahut. "Thea.. Woy.."
Masih gak nyahut. "Theala! Woy!" akhirnya Milly memilih mendorong gue pelan, membuat gue yang dari tadi sibuk melamun sambil melirik hape gue langsung menoleh dan tersentak kaget.
"Hah? Apa?"
"Itu! Pak Suban nyariin lo!"
"Hah oh iya! Ya Pak disini Pak!" Gue langsung bangkit berdiri dan hampir berjalan maju.
"Et!!!!!" Pak Suban memberi gestur stop yang sontak langsung menghentikan langkah gue.
"Ndak perlu kemari. Duduk saja disitu. Saya cuma mau bilang besok pagi kamu ketemu saya di kantor, saya mau minta tolong."
".... Sip Pak," gue memaksakan senyum meskipun dalam hati udah dongkol setiap kali dimintain tolong. Pasti periksa UTS, kalau gak ya bantu kerjain riset-risetnya yang gak penting itu. Digaji sih ayo-ayo aja, lah ini.... Gratis. Gue kan bukan pahlawan tanpa tanda jasa?
"Lo tuh ngapain sih dari tadi bengong. Pasti gak dengerin deh tadi Pak Suban ngajar," protes Milly sambil memasukkan binder berwarna ngejrengnya ke dalam tas. "Lagi ngelamun."
"Ngelamunin apa? Si malaikat jatoh?"
"Apa sih!" gue langsung menaikkan sebelah alis. Milly mungkin orang kesekian yang selalu ledekin gue sama Dirga, padahal gue udah bilang jelas kalau gue dan Dirga cuma teman. Iya, Milly emang suka dramatis dengan hal-hal kecil, manggil Dirga sebagai malaikat jatoh contohnya. Lagian apa kurang jelas mereka lihat Dirga flirting ke cewek-cewek lain? Kenapa cuma gue yang di ledekin sama dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nonversation
General Fiction(SUDAH TERBIT) Teman, katanya. Cinta, rasanya. Pupus, akhirnya.