23

3.5K 210 4
                                    

"Baju Nona Reina juga bernoda," gumam Sonya lirih. Ingatan Adrian melayang saat ia tak sengaja hampir menabrak seorang perempuan yang ternyata adalah Reina, matanya sempat melihat kepada kemeja putihnya yang sedikit berubah warna menjadi kecoklatan, jadi gadis itu sempat terjatuh juga?

"Tapi bukankah Rachel yang membawa flashdisk itu?!"

"Nona Rachel datang tak lama setelah kepergian nona Reina, ia menanyakan ada kepentingan apa nona Reina ke sini. Saat saya jelaskan, ia langsung mengambil flashdisk itu dan menuju ruangan Tuan."

Adrian merutuki kebodohannya mempercayai gadis picik itu. "Permisi Tuan, saya masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan," Adrian mengangguk segera.
                     
***
    
"Tumben isi kulkas kosong! Biasanyakan Rein---akh!! Kenapa selalu dia sih?!" ia menuju swalayan tempat ia dan Reina biasa berbelanja. Selama gadis itu ada di dekatnya ia juga yang mengatur segala perlengkapan rumah tangganya. Adrian cukup kelimpungan mencari beberapa sayur-mayur yang biasa membanjiri kulkasnya, bahkan tak satu pun yang ia hafal, yang jelas tak ada sayuran hijau.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan?" tanya seorang wanita mendekatinya.

"Saya bingung memilih sayur---" ucapan Adrian terpotong saat melihat Diandra di depannya. Perempuan itu memelototinya.

"Diandra tunggu!" pekik Adrian menarik tangannya.

"Apa benar Reina yang mengantarkan flashdisk itu ke kantorku?" tanya Adrian.

Diandra tertawa renyah, "Buat apa kau menanyakan hal bodoh itu? Apa pentingnya? Bukannya kalian sudah tak ada hubungan ya?"

"Ikut aku!" laki-laki itu langsung menghentikan aktivitas belanjanya.
                    
***
    
"Jawab pertanyaanku tadi!" perintah Adrian tegas.

"Kau tak ada hak untuk tahu," Diandra berujar dingin sembari menyedekapkan tangannya di depan dada.

"Aku serius!" Diandra cukup bergetar mendengar teriakan itu.

"Iya! Kau tahu, Reina rela kehujanan dan sampai terserempet sepeda motor demi kau! Demi pekerjaanmu itu, tapi resepsionis itu malah mengatakan jika kau tak ingin dia ada di kantormu lagi!" Adrian begitu tertegun mendengarnya.

"Bahkan dengan lututnya yang bengkak ia masih mencari pekerjaan dan rela jadi tukang cuci dan cleaning service demi untuk menjauh dari Vino dan menjaga perasaanmu ... Dan aku sungguh tak habis pikir kau malah mengatainya pelacur Vino. Coba bayangkan Adrian, kau ada di posisi Reina saat itu saat orang yang kau sayang sedang sekarat apa yang akan kau lakukan saat tidak punya uang? Kau diam saja?! Bullshit! Kau juga pasti akan melakukan hal yang sama kan dengan Reina?" Diandra menarik napas dalam-dalam menurunkan emosi yang melandanya.

"Kau tidak pernah tahu perjuangannya dan kau hanya bisa meremehkan dan menghinanya. Bayangkan Adrian ... betapa sakit hati Reina ketika orang yang diperjuangkan malah mencelanya sama seperti orang lain yang menganggapnya hina ..." Adrian menunduk diam, menahan air mata yang mulai menggenangi kelopak matanya.

"Bahkan aku tak percaya ucapan cintamu padanya, seharusnya kau ada di sampingnya saat ia tertekan di pesta itu ... Tapi, kau malah---"

"Cukup! Hentikan ..." ujar Adrian lirih sudah cukup dunia menyalahkannya saat ini, yang ia tahu ia adalah laki-laki paling bodoh di dunia ini.
    
"Di mana Reina sekarang?"tanyanya tercekat.

"Cih, bahkan setelah menyuruhnya enyah dari hadapanmu kau masih ingin mencarinya?" Diandra sekarang yang memandangnya remeh.

"Tak perlu kau cari lagi Reina, aku tak ingin dia menangis terus karenamu. Relakan kepergiannya ..." Adrian menggeleng keras.

"Apa pun akan aku lakukan untuk menahannya," lelaki ini berdiri dari duduknya dan Diandra sangat terkejut tatkala laki-laki itu bersujud di kakinya. "Apa yang kau---"

"Kumohon Diandra, berilah aku kesempatan mengejarnya kembali, sungguh aku tak ingin kehilangannya!" Diandra tahu dengan jelas seperti apa Adrian yang selalu tegar namun sekarang ia menangis? Bukankah ketika seorang lelaki membuang air matanya demi seorang perempuan artinya memang ia menyimpan cinta tulus di hatinya.

"Dia pergi ke Bandung," Adrian menatap wajah Diandra lekat-lekat.

"Tapi aku tidak tahu di mana alamat pastinya ia hanya akan mengabarkanku saat telah sampai. Dan ... Sesungguhnya perasaanku tidak enak Adrian ... Karena kupikir ia sudah sampai seharusnya 10 menit yang lalu ... Tapi ini---" tanpa dilanjutkan penjelasan Diandra lelaki itu langsung berlari pergi dari hadapan Diandra.

"Reina, aku yakin dialah cinta yang kau tunggu ... Dialah cinta sejati yang kau tunggu, aku selalu berdoa untuk kebaikanmu sayang," gumam Diandra pelan, ia menghapus air mata di pipinya.
                      
***
    
Di dalam bus itu, hati Reina sangat resah sudah satu jam ia berada dalam bus itu. Kemacetan lalu lintas membuat ia harus terjebak dalam bus itu. Ia meremas kedua tangannya dengan gelisah, "Pak masih lama ya?" tanyanya kepada kondektur bus itu.

"Ya kalau gini sih lama Neng, lihat antrean mobil aja sepanjang kaki seribu gini!"

"Aduh, kayaknya ban depannya bocor Rif," ujar sang sopir, seluruh penumpang mendesah kecewa.

"Duh! Gimana nih Pak saya ada urusan penting nih!" keluh seorang ibu-ibu yang duduk di barisan depan.

"Saya juga, anak saya sakit!" celoteh seorang bapak di sampingnya. "Iya sabar Bapak-Ibu gini aja deh, kalian boleh turun tanpa bayar," sontak seluruh penumpang turun dari bus itu. Reina pun ikut turun dari bus itu, ia memilih duduk di dekat halte bus.

"Nana!" samar-samar ia mendengar nama itu, ia melihat ke arah kanan dan kiri namun tidak menemukan orang itu.
    
Tidak, tidak mungkin dia menyusulku dia membenciku bukan ... Gumam nya dalam hati. "Nana ... Reina!!" Reina terhenyak tak percaya di seberang sana laki-laki itu berdiri dengan wajah sendunya.

"Adrian ..." gumam Reina yang langsung berdiri dari duduknya. Dilihatnya laki-laki itu berlari menyebrang, terlihat dari sorot matanya yang sangat bahagia,

"Adrian ... Awas!!!" pekik Reina ikut berlari ketika ia menyadari mobil sedan yang melaju kencang dari lampu merah itu. Bruukk ... Adrian memejamkan matanya, takut-takut jika ia telah tiada.

"Astaga!! Nona bangun ..." ucap seseorang. Mata Adrian terbuka lebar, didapatinya seorang gadis yang terkapar dengan darah di kepalanya.
    
"Rein ... Tidak! Ini tidak mungkin kamu 'kan? Aku pasti salah ..." Adrian mulai menangis melihat keadaan gadis di depannya yang tidak sadarkan diri.

"Minggir kalian!!!" teriak Adrian panik, dengan cekatan ia menggendong gadis itu dalam rengkuhannya.

"Kamu harus kuat sayang ... Kumohon, jangan tinggalkan aku. Aku memang lelaki terbodoh di dunia," ia mempercepat langkahnya menuju rumah sakit terdekat.
                    
***

Sudah 2 jam ia mondar-mandir di depan ruang UGD, namun dokter itu masih belum keluar dari ruangan steeril tersebut. Terdengar derap langkah kaki menuju ke ruang ini, sementara Adrian menundukkan kepalanya sembari merapalkan doa yang sekiranya dapat membuat gadis itu bangun dari tidur menakutkan nya itu.

"Reina ... Mana Reina?!" pekik Diandra, Adrian menatap gadis itu sendu. Wajah Diandra sudah dipenuhi air mata.

"Di mana dia Adrian?!" teriak Diandra yang mulai menangis.

"Sayang ... Kamu tenang dulu," ucap Axel memeluk istrinya.

"Tidak Axel, aku bisa tenang kalau melihat dia!!"

"Ini semua karena dia ingin menyelamatkanku," Diandra menatap benci kepada Adrian.

"Kau puas sekarang?! Puas sudah menyakitinya? Kau senang kata-katamu waktu itu yang mengharapkan dia mati, hampir terwujud!" Diandra menangis keras-keras hingga tak dapat menjaga keseimbangannya lagi. "Sayang?!!" pekik Axel terkejut.
                       
***

My True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang