Megantara : Good morning:)
Terbangun dari tidurku. Senyuman terukir di bibir saat membaca pesannya. Kuingat-ingat lagi apa yang telah terjadi kemarin malam dan Megan lah alasannya kenapa aku bisa sebahagia ini. Malam itu entah kenapa menjadi malam yang sangat aku sukai di dalam hidupku. Karena untuk pertama kalinya aku merasa spesial di mata seorang lelaki.
Megan seolah menjadikanku putri. Dia bahkan membelikanku baju merk ternama. Awalnya sih, aku tidak mau. Karena alasannya merasa sudah banyak merepotkan Megan. Namun, Megan memaksaku agar memilih baju yang kusuka. Akhirnya, dengan senang hati aku pun menunjukkan baju yang menarik perhatianku.
Aku sudah bilang kan? Aku menyukainya. Ya, perasaan itu tiba-tiba saja muncul dalam diriku. Seolah hati yang sudah lama kosong kini tersimpan lagi nama seseorang. Seorang leader atau ketua komunitas yang harusnya tak kusukai. Tapi, Megan punya cara sendiri yang membuatku menjadi terpikat padanya. Cara dia sopan kepada orangtuaku, juga tanggung jawab seorang lelaki, dan yang paling penting, dia tipe orang yang menyenangkan.
Jika boleh jujur, aku itu sebenarnya pernah suka pada seseorang ketika baru saja memasuki SMA. Dia juga tipe orang yang sangat menyenangkan juga pintar. Namanya Rivera Yudha. Seorang ketua osis, di SMA Negeri yang terletak di jalan Cihampelas. Namun, dia tidak pernah membuatku merasa spesial. Selalu saja sibuk dengan organisasi dan tidak memperdulikanku. Akhirnya, aku dan Rivera pun tidak menjalin hubungan apapun selain sebatas hubungan teman. Rivera mengaku bahwa ia tidak akan bisa membuatku senang, ia juga berkata aku bukan tipe yang bisa mengerti lelaki yang terlibat organisasi seperti itu. Dan semenjak itulah, aku tidak pernah lagi bertemu dengan Rivera.
Aku pergi ke sekolah dengan semangat. Apa karena akan bertemu dengan Megan lagi? Entahlah, hanya saja aku merasa aku baru memiliki perasaan yang seperti ini. Sampai dikelasku, aku melihat Acel dan Clara yang melihatku dengan pandangan bingung. "Cel? Clar? Kenapa?"
Acel mengernyit, "Loh? Harusnya gue yang nanya sama lo, Ra. Lo kenapa? Kalau gak suka sama Megan tuh bilang, jangan bikin dia jadi ngarep sama lo."
"Hah? Maksud lo apaan sih, Cel?" tanyaku yang juga kebingungan.
"Lo jadian kan sama Rasya? Lo terima Rasya terus Megan lo tinggalin gitu?" Clara menjawab dengan pandangan tajam padaku.
"Apaan sih! Kapan juga gue jadian sama Rasya? Orang malem gue baru aja jalan sama Megan masa iya gue jadian sama Rasya? Lo berdua ngomong apaan sih?" bentakku merasa kesal dan tidak mengerti dengan masalah ini.
"Pagi tadi, Rasya nyamperin Megan di kantin, begitu tahu Megan cerita tentang lo ke teman-teman semua. Dia bilang kalau dia gak suka lo di ganggu sama Megan. Terus Megan nanya, emangnya dia siapanya lo, abis itu Rasya bilang lo itu pacar dia. Megan mukul Rasya terus bilang kalau dia gak percaya. Muka nya kecewa banget, Ra.. makannya gue gak suka kenapa lo kayak gitu sama Megan." jelas Acel panjang lebar membuatku mengerti apa yang menjadi permasalahannya.
"Sumpah demi apapun gue gak pernah ngerasa jadian sama Rasya, Cel! Gue gak pernah suka sama dia." ujarku dengan lemas. Pasalnya apa Megan akan menjauh dariku setelah ini? Kenapa aku merasa kesal pada Rasya?
"Lebih baik lo jelasin aja nanti sendiri, Ra. Biar Megan juga percaya kalau lo itu gak ada apa-apa sama Rasya. Gila tuh orang, saking terobsesinya dia sama lo nyampe ngaku-ngaku gitu sih!" seru Clara seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Istirahat pertama gue ngomong deh sama Megan."
*
Pelajaran Bahasa Inggris yang di ajarkan oleh Ibu Firda pun akhirnya selesai. Selama 2 jam pelajaran ini, pikiranku tertuju pada Megan. Bagaimana jika dia marah dan menjauh? Aku pun akan merasa bersedih jika sampai hal itu terjadi.
Mengapa selalu saja ketika aku sudah mulai suka pada seseorang, suatu masalah datang dan merusak segalanya. Aku tidak ingin Megan pergi, hanya itu.
Baru saja aku akan keluar kelas. Rasya datang menghampiriku lalu menahan tanganku, "Ra, gue mau ngomong."
"Apa? Cepetan gue ada urusan!" seruku. Aku ingin marah padanya namun tidak bisa. Karena pikiranku sekarang hanya Megan. Takut kalau jika akan kecewa padaku. Rasya lalu menggenggam tanganku.
"Lo mau gak jadi pacar gue?" tanya Rasya di depan semua teman-teman kelas yang langsung saja membuat ricuh. Aku diam seribu bahasa, entah apa yang harus ku lakukan.
"TERIMA! TERIMA! TERIMA!" seru semua teman-teman dengan berteriak, tentu saja kecuali Acel dan Clara.
"Gue suka sama lo dari kita kelas satu, Ra. Maaf karena gue gak bisa diem aja sekarang. Gue pengen lo jadi pacar gue dan bikin lo seneng, Ra. Maaf gue baru jujur sekarang, karena makin lama gue pendem rasa ini makin gak bisa gue tahan lagi. Lo mau kan Ra? Jadi pacar gue?" lanjut Rasya sementara teman-teman yang lain meledek dengan kata 'cie'.
Aku lalu melepaskan tangan Rasya yang menggenggam tanganku, "Gue ada urusan." Kulangkahkan kakiku keluar kelas dan sudah ku dapatkan Megan yang sedang berdiri di samping kelasku sembari memegang sebucket bunga berwarna merah dan juga putih.
"Megan?! Ngapain lo disitu?"
Megan berjalan mendekatiku, "Tadinya gue gak percaya. Ternyata bener ya? Yaudah selamat ya. Semoga pilihan lo yang terbaik, Ra. Seengganya malam kemarin gue udah buat lo ketawa, disaat gue pengen banget buat lo ketawa." Megan memberikanku bunga yang ia pegang sedari tadi dan berbalik berjalan pergi meninggalkanku.
Tubuhku lemas sampai berlari mengejarnya pun tak bisa. Air mataku mengalir namun cepat-cepat aku menghapusnya. Aku lalu memperhatikan sebucket bunga pemberiannya ini, dan tersenyum saat kutemukan kertas kecil yang diselipkannya di bunga-bunga ini bertuliskan 'I love you'.
**
"Ra, tugasnya di kerjain di rumah lo aja ya." ujar Acel saat jam pelajaran telah selesai. Aku hanya mengangguk tak bersemangat, aku akui semangatku hilang karena Megan.
Aku, Acel dan Clara berjalan keluar sekolah, sambil berharap akan ada taksi yang melewati sekolah kami. Di depan sekolah kami ini terdapat taman musik yang menjadi tempat siswa SMA ini berkumpul, dan tentunya juga Destroyer. Kualihkan pandanganku ke jalanan, tiba-tiba saja suara kericuhan terdengar. Ramon lalu muncul dari belakang kami dengan panik, di tahannya oleh Acel untuk menanyakan apa yang terjadi, "Ada apa sih?!"
Ramon melepaskan tangan Acel, "Megan berantem gak tau sama siapa." Ia pun lalu berlari ke arah sumber suara. Sementara aku, jantungku seperti berhenti saat mendengarnya. Tanpa pikir panjang, kulangkahkan kakiku cepat menyusul Ramon. Arah suara itu terdengar di markas Destroyer. Aku mendekati markas itu dan sudah melihat Rasya yang sedang di pukuli oleh Megan. Teman-teman Megan seperti Ramon, Veron dan Kelvin berusaha memisahkan Megan dengan Rasya.
"Stop! Megan udah stop!" seruku membuat Megan menghentikan aksinya saat melihatku. "Stop.."
Megan sempat menatap mataku lama sebelum akhirnya mengambil tas ranselnya lalu pergi berjalan ke arah mobilnya. Aku berusaha mengejarnya namun mobil Megan sudah pergi lebih dulu sebelum aku bisa menghentikannya.
*
Ramon mengantarku, Acel dan Clara sampai di depan rumah. Setelah kejadian tadi, semua teman-teman Megan tak tahu kemana Megan pergi. Ramon bilang jika Megan sudah marah, ia akan pergi sampai mood nya kembali baik dan dia akan kembali. Tapi aku? Entah kenapa, aku ingin tahu kabarnya.
Aku tahu ini salahku. Megan marah adalah salahku. Harusnya aku tidak membiarkan Rasya bertindak seperti itu. Maaf, Megan...
***
+20votes gue lanjut dan yg penting di sertakan comments ya. Makasih:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mora & Megan✔
Ficção Adolescente#6 in Teen Fiction (04/12/16) [ Cerita sudah diterbitkan ] SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE, FOLLOW UNTUK MEMBACA. Siapa yang tidak mengenal Achmad Megantara di SMA Belitung yang menjadi salah satu SMA favorit di Bandung? Sang the most wanted sekaligus K...