Cess!
Jimin menghidupkan korek api miliknya. Ia membuat api di lampu minyak yang dibawa oleh Hoder.
"Aih, kenapa gelap sekali ya?"
"Karena ini sudah malam, Jimin."
"Oh iya ya..."
Hoder menghela nafas lalu melanjutkan jalannya ke Gua Barhen. "Dimana sih guanya? Kok nggak sampai-sampai?" tanya Jimin.
"Ah, ini dia." kata Hoder. "Ada apa di sini?" tanya Jimin. "Kita sudah sampai di Gua Barhen." kata Hoder.
Jimin menerawang ke arah yang ada di depannya. Yang ia lihat hanyalah kabut tebal. "Manaan ah?" tanya Jimin. Hoder menunjuk ke arah kabut.
"Di dalam kabut itu."
Jimin melirik ke arah Hoder. "Kau yakin?" Hoder mengangguk.
"Ayo masuk. Aku takut nih." Jimin berpengangan kepada Hoder yang meraba-raba sekitar karena gelap.
"Oke."
Mereka perlahan-lahan berjalan melalui kabut tebal yang ada di depan mereka. "Astaga... Hoder jangan lepas tangan ya!" tukas Jimin. "Ya!!" Hoder berujar setengah berteriak.
Tak lama kemudian, mereka sampai di suatu tempat. Perlahan, lampu minyaknya mati. "Woi, gelap woi!"
Jimin berusaha memantik api dengan bebatuan yang ada di dekatnya, namun nihil hasilnya.
"Astaga, ini di mana sih?"
Hoder makin merapat ke arah Jimin.
"Hoder! Ini dimanaaaa?!"
"Ini...."
Tak lama kemudian, tempat tersebut mendadak terang benderang, terlihat berbagai macam batuan yang berwarna-warni. Jimin dibuat terpesona oleh pemandangannya.
"Jadi.... gua ini benar-benar ada." gumam Hoder. "Maksudmu?" tanya Jimin. Hoder terdiam sejenak lalu membuka suara.
"Gua Barhen dulu hanyalah legenda yang dibuat oleh orang tua agar anaknya tidak bermain terlalu jauh. Gua tersebut indah, namun sangat mengerikan karena ada monster di dalamnya." kata Hoder.
"M-monster....?" Jimin mendadak gemetaran. Hoder mengangguk.
"Tunggu saja monsternya datang."
Jimin terduduk lemas. Ia tak tahu harus kemana, yang ia pikirkan hanyalah teman-temannya yang harus ia selamatkan.
Atau mereka tidak akan comeback selamanya.
***
"Auuuuuuu!"
Jimin terbangun karena lolongan serigala yang mengganggunya, ia benar-benar tidak bisa tidur.
"Hoder.... kau tidak lapar?"
Hoder malah tidak bisa dibangunkan.
"Hoder..."
Jimin mengguncangkan badan Hoder, namun nihil. Pria itu tetap tidak bisa dibangunkan.
"Aduh.... gua Barhen serem juga ya."
Grrrrr...
Terdengar suara geraman yang berasal tak jauh darinya. Ia menoleh ke belakang.
Tak ada apapun.
Ia bernafas lega, namun geraman itu terasa semakin dekat dengannya. Ia merinding sekali.
"Tolonglah, tunjukkanlah dirimu siapa. Aku lelah sekali."
Jimin terduduk lemas. Air matanya sudah menetes. Ia ingin pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Room No. 8
FanfictionBoy-group ini baru saja menuai kesuksesan mereka, dan mereka berpindah ke sebuah rumah yang dibelikan oleh pihak manajemen mereka. Rumah itu besar, megah, dan mewah sekali. Rasanya tidak bisa dipercaya kalau rumah itu bisa dibeli dengan harga yang s...