Chapter 6: Bukit Semut

410 94 52
                                    

Di kota Palembang, tepatnya di perkomplekan rumah Jalan Merah. Johan, laki-laki yang berumur hampir setengah abad sedang sibuk mencabuti rumput liar di teras rumahnya.

"Prakasa ambilkan Ayah minum," teriak Pak Johan pada anaknya.

Prakasa tengah berada di ruang tamu bersama Fardy, yang juga sibuk menyiapkan keperluan mereka berkemah malam nanti.

Prakasa melaju ke dapur mengambil air minum, meninggalkan Fardy di ruang tamu dan kembali lagi ke depan melewati Fardy. Hendak memberikan air minum itu pada ayahnya.

Setelah itu Prakasa kembali masuk ke dalam rumah -ruang tamu. Menghampiri Fardy.

"Ayo, kita pergi!" seru Prakasa. Dua remaja itu kemudian berbarengan keluar dengan tas yang terlihat penuh dan berat.

"Yah, aku pergi," pamit Prakasa dengan ayahnya yang lagi duduk beristirahat di dekat pot-pot bunga.

"Paman, kami pergi dulu," pamit Fardy juga pada Pak Johan.

Dua remaja itu pun pergi dengan mengayuh pedal sepeda mereka masing-masing menuju sekolah sore itu.


Selepas dari itu, di perkarangan sekolah mereka berdua memarkir sepeda di tempat yang telah disediakan. Berjejer banyak sepeda murid lain yang berada di tempat.

"Penampilanku sudah keren belum?" tanya Fardy yang terlihat sok keren, ia menggunakan setelan kaos putih dibalut jaket biru dan menggunakan celana jeans. Tak lupa dengan topi hitam dengan bordiran tertuliskan 'cool' terpasang di kepalanya.

"Biasa saja," ucap Prakasa datar tanpa banyak komentar. Tak kalah dengan Fardy, Prakasa memakai jaket biru keabu-abuan berbahan denim seperti celana jeans yang dikenakan temannya. Di bagian kerahnya berwarna coklat tua, dipadukan dengan kaos putih juga karena pihak sekolah mewajibkan murid didiknya yang mengikuti kemah harus memakai kaos putih serempak. Lalu celana yang dipakai Prakasa hanya celana panjang hitam, kain katun biasa.

"Ayo, segera berkumpul," seru lantang seorang guru berkumis tebal, berbadan gempal memerintah kedua remaja itu bergegas menuju lapangan sekolah. Berkumpul dengan para murid yang sudah tiba lebih dahulu.

Prakasa berdiri di belakang barisan murid yang telah terbentuk rapi memanjang dan Fardy berdiri di sebelah barisan satunya.

Riuh suara dari para murid yang ada di lapangan memecah keheningan sore di sekitar itu. Mereka semua menunggu arahan guru selanjutnya.

"Sore nak, sudah siap. Kita berangkat sekarang." Tanpa basa-basi si guru berkumis tebal tadi menyuruh semua murid teratur memasuki bus yang telah menunggu di luar pagar sekolah.

Di dalam bus para murid sudah duduk di bangku mereka. Sementara Prakasa dan Fardy tampak duduk di bangku yang sama. Bus melaju menuju Bukit Semut yang terletak di desa tak terlalu jauh dari kota.

Angin sore kala itu masuk melalui jendela bus yang terbuka tepat berada di samping Prakasa, meniup-niup wajahnya yang tengah memperhatikan jalan tanpa ekpresi.

"Oi, Maudy melihatmu terus tuh," lirih Fardy dengan nada menggoda. Prakasa lantas langsung menoleh ke arah yang namanya disebutkan.

Maudy gadis berambut sebahu dengan poni itu langsung cepat-cepat memalingkan wajahnya karena dipergoki Prakasa.

Gadis itu duduk di barisan bangku kanan, namun sejajar dengan bangku yang ditempati Prakasa dan Fardy, karena itu memudahkannya memperhatikan Prakasa sedari tadi dari tempat duduknya.

MINA FINCH: ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang