"Hei, kalian ngapain sih?" tanya gadis bertubuh kecil, menyusul ketiga rekannya yang sedari tadi meninggalkan dirinya duduk sendirian di meja depan. Matanya melihat ke arah tangan si gadis satunya yang sekarang sedang memegang burung kecil hitam, si Mina. "Wah anak burung!"
"Ayo, kembali ke meja," ajak gadis berkacamata, masih memegang si Mina burung dengan hati-hati.
"Di mana kau menemukannya?" tanya gadis bertubuh kecil tadi pada gadis berkacamata.
"Bukan aku, tapi Fardy yang menemukannya," jawab si kacamata.
"Kebetulan saja, ketika aku berkeliling di perpus ini menunggu kalian keluar membeli makanan tadi. Mina eh-maksudku burung itu masuk dan kutangkap. Burung itu tadi berada di antara baris lemari yang bukunya tidak terlalu padat," jelas Fardy mengarang ceritanya.
"Aku pelihara, ya!" ucap gadis bertubuh kecil.
"Jangan!" Fardy dan Prakasa berseru berbarengan.
"Kenapa memangnya?" Alis gadis itu terlihat naik sebelah, merasa bingung.
"Kan aku yang menemukannya duluan," ucap Fardy dengan suara lantang.
"Lihat mata burung ini, cantik sekali. Satunya hijau dan satunya lagi kuning. Aku tidak pernah melihat burung seperti ini. Ini pasti burung langka, mungkin kalo dijual bisa mahal," sela gadis berkacamata tiba-tiba. Perkataannya membuat Prakasa dan Fardy bertambah panik.
"Mana coba kulihat," ucap Prakasa.
"Hmm, tapi kan, bukannya kau buta warna Prakasa?" Gadis bertubuh kecil mengingatkan.
"Tadi Leila kan bilang kalo warna matanya kuning dan hijau. Aku bisa melihat kedua warna itu." Prakasa berusaha meyakinkan, sepertinya ia memiliki rencana yang hanya dia sendiri yang tahu.
"Iya, coba kau suruh lihat sama prakasa dulu Leila. Aku juga penasaran, masa sih matanya hijau dan kuning," ucap Fardy berlagak tak tahu, padahal dirinya dan Prakasa sangat tahu sekali mata berwarna itu benar-benar ada dan yang memilikinya Mina.
"Gak percaya lihat sendiri." Leila si gadis berkacamata itu pun memberikan burung itu pada Prakasa dengan ekspresi masam.
Sekarang si Mina burung berada di genggaman Prakasa. Prakasa berlagak memperhatikan burung itu dengan seksama.
"Benar, kan? Satunya hijau dan satunya kuning," ucap Leila sambil membenarkan posisi kacamatanya yang sempat melorot.
"Hmm ... gak jelas. Aku ke depan pintu sebentar, di sini cahayanya minim." Prakasa maju beberapa langkah ke arah pintu.
"Hati-hati nanti terbang, mau kupelihara soalnya." Gadis bertubuh kecil mengingatkan.
"Kenapa tidak kita jual saja, Reni," ucap Leila. "Pasti mahal."
"Apaan sih," sela Fardy. "Kan, aku duluan yang menemukan burung itu." Fardy ikut berpura-pura memperebutkan burung hitam itu.
Selagi Fardy dan dua gadis sedang berdebat, si Prakasa menggunakan kesempatan itu untuk mulai melepaskan Mina. Dia mendekatkan wajahnya pada Mina yang berwujud burung. "Terbanglah," bisiknya.
Mina pun terbang melesat, mengepakan sayapnya. "Astaga, burungnya terbang," teriak Prakasa, pura-pura panik.
"Apa?!" seru Reni dan Leila berbarengan.
Fardy menahan tawanya saat mengetahui Mina telah pergi terbang. "Dasar ceroboh!" Fardy sok menyudutkan Prakasa.
"Maafkan aku," Prakasa lalu kembali ke tempat duduknya dengan wajah datar seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINA FINCH: Butterfly
VampirePrakasa anak laki-laki yang buta warna bertemu dengan gadis aneh yang selalu memakai kacamata hitam. "Far, kau percaya vampir?" "Vampir? Seperti karangan Bram Stoker di novelnya?" "Gadis yang kaulihat tempo hari bersamaku. Dia itu vampir!" Mina F...