Seketika malam yang gelap menjadi terang. Sunyinya malam pun terpecah menjadi suara ledakan besar. Gedung ditengah hutan itu meledak. Orang-orang berjas putih tak lain adalah mereka berlarian menjauh membawa dokumen-dokumen penting. Kertas-kertas yang berharga pun tak semua bisa terselamatkan.
Seorang lelaki berjas putih dengan rambut biru ke abu-abuan berhenti berlari. Napasnya terdengar berat. Ia bersandar pada pohon, mengumpulkan energi. Jas lab putihnya ternoda warna merah. Lelaki itu memegangi perutnya yang terluka. Ia melirik gedung yang meledak itu.
"Tch. Dasar bocah-bocah itu. Jerih payah kami harus dibangun kembali," keluh lelaki itu. Ia lalu merogoh saku jas putihnya sambil tersenyum.
"Setidaknya setelah ini kami bisa menyempurnakannya dengan mudah," lelaki itu menyeringai.
"Mawar bulan akan mudah didapat bila bersinar. Kami sementara berbaik hati akan membiarkanmu. Tapi kami akan menunggumu sampai bersinar dan mendapatkanmu kembali." Lelaki itu menatap ke langit.
"Tapi jangan harap kami akan bersabar."
Satu kali lagi, gedung itu meledak. Menghamburkan material padat beserta api ke segala arah.
Hal itu tidak membuat seorang gadis yang terduduk beberapa meter dari gedung itu pergi. Ia sedang menghawatirkan orang yang disayanginya.
Tampak bekas pertarungan berada disekitarnya. Gadis itu menangis sembari mencoba menghentikan pendarahan seseorang yang terkapar didepannya. Detak jantungnya makin melemah setiap detiknya."...aku senang telah menjadi sesuatu yang berharga untukmu."
Ia tersenyum, menatap lamat-lamat wajah sendu gadis didepannya sebelum menutup mata biru ruby indahnya yang makin lama makin berat.Gadis itu mencoba melakukan semampunya. Namun sudah tidak bisa lagi, orang didepannya sudah pergi. Orang yang disayanginya sudah pergi. Pendarahan di perutnya sudah tak tertolong lagi.
Gadis itu menangis memeluknya."Kumohon jangan pergi... kumohon jangan pergi...," ia membisikkan kata yang sama berulang kali. Walau ia tahu orang didepannya tak akan pernah kembali lagi.
"Jangan pergi... kumohon... kumohon... kumohon...," gadis itu tersendat-sendat. Tangisannya makin keras. Suaranya terdengar pilu.
"...Kakakku...,"
Kini gadis itu tidak dapat memendamnya lagi.
*****
Apakah aku memang tak seharusnya mendapat kasih sayang?
Semua yang menyayangiku selalu pergi dengan alasan yang sama.
Apakah aku seharusnya tak pernah datang?
Orang yang kusayangi selalu pergi setiap kali aku datang.
Apakah aku lebih baik mati saja?
Orang yang kusayangi akan baik - baik saja tanpaku.
Apakah aku seharusnya tidak pernah ada?
Maka tidak akan ada orang yang pernah menyayangiku.
Apakah aku seharusnya tidak menerima takdir ini?
Dengan ini semua tak akan terjadi...
*******
Halo semua! Ini cerita pertama+terbaruku. Karena aku masih magang di Wattpad, aku butuh saran-saran dari kalian nih yang udah lama, berpengalaman, dan professional. Misalnya soal tata bahasa, penggunaan bahasa, gambar, judul, yah semacam itu.~( ˊ▽ˋ )~
Jadi maafin author yang gaya bahasanya berubah-ubah. Dan juga updatenya gak menentu. Maafkan author kalau yang awalnya update seminggu sekali tiba - tiba 2 minggu sekali eh taunya sebulan sekali. Maklumi ya, ini karena di baju bahu kiri author masih tertera tulisan 'pelajar'. Yah, author akan sebisa mungkin teratur updatenya. Saya akan berusaha!( 9 > o<)9
Untuk itu mohon vote+comentnya ya! Biar authornya tambah samangat^^
Sekian dulu, terimakasih.Love,
Zaza and Scenery
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blue Moon Rose
FanfictionSMA Ye Ran kedatangan murid baru. Sang kepala sekolah, Frankenstein sama tidak menaruh curiga pada gadis itu. Namun beberapa hari setelah kedatangannya, terjadi penyerangan berantai terhadap murid-murid SMA. Korban semakin banyak berjatuhan, memaksa...