Chapter 8

474 47 9
                                    

Gemuruh angin memburu. Menyelusup di setiap sela-sela bangunan. Langit gelap bergumintang tanpa bulan. 

Hening. Sepi. Senyap.

Keadaan kota lebih sepi dari biasanya mengingat pembunuh keji sedang berkeliaran bebas. Siap mengincar leher milik siapa saja─terutama di tempat sepi dan sunyi. Celah diantara gedung tinggi adalah tempat paling mudah untuk menyergap. 

Desiran angin kembali bergemuruh, menerbangkan sampah dan debu. Seseorang ber-hoodie biru tengah berjalan santai di tengah gang gelap tak terurus. Tiap langkahnya terdengar menggema diiringi suuara pisau yang saling bergesekan. Sengaja memberi kesan seram dan sadis. 

Entah dari mana rembulan yang tadinya bersembunyi sedikit-dikit muncul di langit. Sinarnya mulai mengisi kegelapan celah-celah kota.

Sosok ber-hoodie itu berhenti berjalan. Pisaunya juga sudah tak saling ia tautkan. Ia mendongak, melihat sang rembulan yang sangat terang. Wajahnya yang berkesan gelap menjadi sedikit terang─walau hanya sampai batang hidungnya saja. Sosok ber-hoodie itu menikmati sinarnya. Ia menutup mata sebentar lalu menunduk, menarik hoodie-nya maju agar menutupi sebagian wajahnya. 

  Bulan dengan sempurnanya nampak di malam ini. Jalan yang di lewatinya pun lebih terang dari biasanya.  

Sosok  ber-hoodie itu kembali berjalan. Makin lama makin cepat, hingga ia berlari. Pisau di kedua tangannya ia genggam erat. Pandangannya lurus ke depan. Untuk sebuah misi. Demi satu tujuan besar.  Seluruh persiapan telah ia lakukan, dan dia tak boleh gagal.

Di atas gedung, jauh dari posisi sosok ber-hoodie itu. Angin mendesir perlahan di ketinggian lebih dari 10 kaki . Mengalun pelan menyibak rambut para lelaki yang berada di atas gedung. 

Tao, lelaki berambut jamur itu sedang menghadap laptop. Mengawasi jika ada pergerakan mencurigakan dari berbagai tempat penyerangan melalui CCTV─walau sebenarnya itu adalah tugas Frakenstein. Takeo, mempersiapkan senjata laras panjangnya. Mengisi peluru pada senjata utama maupun cadangan. Sedangkan M-21 dan Karius hanya berdiri, menunggu sambil berkacak pinggang. Tatapannya mengarah pada seluruh penjuru.

"Hei M-21," panggil Karius.

"Hm?" toleh M-21.

"Kenapa Bos memilih pekerjaan mengawasi? Biasanya dia lebih memilih berhadapan langsung dengan musuh."

"Entahlah. Mungkin karena kita tak tahu apa yang di incar musuh. Mengingat yang diincar hanya murid SMA, bagaimana jika yang di incar adalah Tuan Raizel? Bos sedang khawatir dengan keadaannya yang makin memburuk. Karena itu Bos lebih memilih di rumah. Selain bisa merawat Tuan Raizel, ia juga bisa menjaga rumah."

"Yah, dia memang mencintai barang-barangnya," timpal Takeo.

"Aku jadi teringat saat kita merusak dapurnya dulu," kenang Karius. Seketika M-21 dan Takeo merinding.

"Lebih baik kau jangan bicarakan itu," Takeo tersenyum kecut. Kejadian di dapur itu memang mengerikan, dan itu karena ulah Gejuthel─Kepala Keluarga Landerge. Saat itu Gejuthel ingin membuatkan teh untuk Lascrea─Lord para Noblese─tapi karena tak tahu caranya, ia mencoba-coba dengan menggunakan kekuatannya dan tanpa sadar ia menghancurkan seluruh dapur. RK, Rael, dan Gejuthel bekerja keras memperbaikinya sebelum Frakenstein tahu. Entah apa yang terjadi jika ketahuan Frakenstein, mungkin tubuh mereka akan di jadikan makanan untuk Dark Spears.

"Tao, apa ada perkembangan?" M-21 mengalihkan topik.

"Sejauh yang kulihat belum ada," jawab Tao. Ia masih fokus melihat layar laptop. Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam tampak terlihat di CCTV. Tao mengusap matanya, meyakinkan apakah itu kelelawar atau semacamnya. Namun ternyata bayangan yang melaju cepat itu muncul di CCTV selanjutnya yang sejalur dengan jalan itu. Jari-jari Tao dengan lincah mengetik keyboard alpto, melacak keberadaan bayangan itu. Tapi tak bisa, bayangan itu terlalu cepat.

The Blue Moon RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang