Chapter 7

515 52 6
                                    

Giana menutup pintu apartemen dengan keras. Ia menaruh belanjaannya di meja depan sofa lalu duduk menunduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Napasnya masih tersenggal-sengal karena ia baru saja lari dari orang asing yang terus mengikutinya.

Giana mereganggkan jari-jarinya, membiarkan matanya mengintip kedua kakinya. "Uggh.." gumam Giana. Hari ini sungguh buruk. Setelah ia bertemu dengan mereka, kini ada orang asing yang mengikutinya.

Segera ia membuka Handphone setelah teringat sesuatu. Hal yang pertama di tekan adalah contact, lalu mencari nama Johnston di urutan depan J. Hampir Giana memencetnya, muncul nontifikasi penting di handphone-nya. Ia membukanya. Seketika matanya membesar. Ia kembali menunduk sambil menopang ubun-ubun kepalanya, menatap kosong ke bawah.

Kapan ini akan berakhir? Batinnya. Lama-kelamaan keluar air mata. Ia terisak pelan.

"Kenapa? Kenapa ini tak kunjung berakhir? Kumohon, biarkan aku bebas.. aku.. aku.. tidak bisa lagi menanggung beban ini..." Gumam Giana di tengah isakan pelannya.

"Apa yang harus kulakukan? Jika aku menyerah maka semua akan berakhir. Apa yang harus kulakukan?" Isakannya semakin keras, menggema di seluruh ruangan apartemennya.

"Apa yang harus kulakukan? ..."

"Kakak... jika saja kau disini.."

Tangisan Giana tak kunjung terhenti. Ia tak mana yang terbaik di lakukan untuk sekarang. Ia terpojok.

********

Kondisi kantin SMA Ye Ran masih seperti biasa, ramai teratur. Dan seperti biasa, Giana dan ketujuh temannya memakan Ramyeon sembari mengobrol. Kini Giana sudah sedikit terbiasa dengan keramaian kantin.

"Aha menhurut kalhianu-hmm tenthang pemhm-nyamma lu?" ucap Shinwoo dengan mulut yang dipenuhi Ramyeon. Teman-teman yang tak mengerti apa yang di bicarakan Shinwoo hanya menatap bingung.

"Apa maksud perkataan mu itu? Telan dulu makananmu, baru bicaralah," Regis mengingatkan. Shinwoo segera menelan ramyeon di mulutnya.

"Apa menurutmu tentang pembunuhan kejam tiga hari lalu?" Tanya Shinwoo.

"Sangat mengerikan," kata Yoona.

"Dan juga kejam," sambung Suyi.

"Kurasa, lebih tepatnya adalah tak berperikemanusiaan. Aku membaca di suatu artikel, bahwa korban sengaja ditinggalkan dengan kondisi luka menganga di leher, sehingga korban meninggal karena kehabisan darah," timpal Ikhan.

"Uugh, itu sadis sekali," Shinwoo bergidik. "Dapat dari mana kau berita itu?"

"Dari artikel di Internet." Kata Ikhan.

"Bisa kau ceritakan lebih lanjut? Aku penasaran," pinta Shinwoo. Semua menjadi serius memperhatikan Ikhan.

"Penyerangan ini dimulai tiga hari lalu. Prediksi alat yang digunakan pelaku adalah pisau, karena semua korban mendapat luka sayatan di lehernya. Pelakunya tidak mencuri ataupun melakukan pelecehan, Sepertinya ia membunuh untuk bersenang-senang. Benar-benar psikopat. Targetnya adalah murid SMA, Pelakunya menyerang ketika malam. Setelah melukai korban, pelaku itu meninggalkan korban yang sekarat dengan luka yang menganga. Tidak ada yang tahu siapa pelakunya, bagai bersatu dengan kegelapan. Korban yang telah bangun dari koma diwawancarai, ia mengatakan pelakunya memakai topeng korban yang lain bilang tidak melihat atau tidak mengingatnya, Tetapi ada satu yang bilang bahwa pelaku kemungkinan perempuan karena memiliki rambut yang panjang" Ikhan menceritakan secara detail.

Uhuk! Giana terbatuk keras sambil menutup mulutnya. Mendengar penjelasan Ikhan barusan membuatnya tersedak.

"Giana, apa kau baik-baik saja?"kata Yoona khawatir.

The Blue Moon RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang