Insiden

18.3K 808 10
                                    


aku menangis saat tau kenyataan bahwa aku hamil bagaimana mungkin.
aku gak mau bayi ini.

flasback on

malam itu aku mendengar suara pintu digedor sangat keras dengan langkah terburu-buru aku menuju kearah pintu

aku kesal bukan main saat tau orang itu adalah justin.
justin mendekat kearahku dengan langkah sempoyong.
justin mabuk astaga aku sangat takut baru kali aku melihat orang mabuk

"zahra tak sadarkah kau aku sangat mencintaimu" justin meracau tak jelas aku melangkah mundur berusaha menjauh dari justin.

"justin kamu mabuk" pertanyaan bodoh itu keluar dari mulutku.

namun bukanya menjawab justin malah menubruk tubuhku.
hingga kejadian terkutuk itu terjadi.

flasback off

tangisku semakin kecang bagaimana mungkin.
haruskah aku meminta pertanggung jawaban dari justin sebagai ayah dari janin yang sekarang sedang kukandung.

enggak aku gak mau jika harus bersama justin aku menggeleng frustasi.

setelah agak baikan aku memutuskan untuk keluar dari apartemen untuk sekedar jalan-jalan menghirup udara segar
aku memasuki lift untuk menuju lantai dasar namun baru keluar beberapa langkah hatiku menciut saat melihat wajah justin.

aku memutuskan untuk segera kembali namun justin segera mencekal tanganku

"ra ada yang mau aku omongin" kata justin

"apa lagi kamu masih belum puas udah ngehancurin hidup aku kamu gak ada bedanya sama raka kalian cuma datang buat nyakitin aku doang"

"zahra kamu bisa tenang dulu, maaf ra aku khilaf"

"maaf kamu bilang, maaf kamu enggak bakalan ngembaliin semuanya justin"

"aku tau ra tapi...."

"tapi apa sekarang kamu pergi" aku berusaha melepaskan tanganku dari pegangan justin

"zahra aku...."

aww....

ucapan justin terpotong melihat aku yang meringis kesakitan sambil memegangi perutku.

aku kaget saat melihat darah yang ada dikaki ku.
kulihat justin juga tak kalah kaget.

"zahra kamu kenapa...."

aki merasa pandanganku mulai  mengabur hingga samar-samar semunya gelap dan aku sudah tidak sadarkan diri lagi.






aku membuka mataku perlahan berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk kemataku.
aku memegangi kepalaku yang terasa berat.
ketika bau obat-obatan yang menyeruak masuk indra penciumanku membuatku ingin muntah.

clek....

"zahra syukurlah kau sudah sadar aku sangat mengakhatirkanmu"aku melihat justin dari arah pintu berjalan kearahku sambil tersenyum.

aku memalingkan wajahku tidak mau melihat wajah justin rasanya aku ingin muntah melihatnya.

"zahra maaf aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku" nada suara justin terdengar bersungguh-sungguh.

"kamu gak perlu tanggung jawab" ucapku ketus.

"maksud kamu"

"aku gak mau kamu tanggung jawab"

"kenapa aku ayah dari janin yang sekarang sedang kau kandung"

"kamu gak perlu tanggung jawab apapun aku mau gugurin kandungan aku"

"astaga zahra apa yang baru saja kamu katakan, ingat dia itu darah daging kamu zahra kamu gak boleh benci dia.
dia gak salah apa-apa" aku menangis mendengar ucapan justin.

jahat memang jika aku mau membunuh darah dagingku sendiri tapi jujur aku masih belum bisa menerima kenyataan ini.

"tapi aku masih belum bisa nerima kehadiran dia justin" aku berkata sambil terisak.

justin mengelus punggungku menenangkan.

"aku akan menikahimu segera ra"

aku hanya diam mendengar perkataan justin barusan tanpa berkomentar sedikitpun.
aku benar-benar bingung apa yang harus aku lakukan sekarang

aku gak tau apakah dengan menikah adalah pilihan yang terbaik.



sudah dua hari aku dirawat dirumah sakit keadaanku sekarang sudah mulai baikan.
seperti biasa justin tak pernah absen menemaniku seperti hari ini dia membujuk ku untuk mau memakan makananku.

"ayolah ra makan sedikit aja" aku menggeleng dan terus menutup mulutku seperti anak kecil.

"aku gak mau justin liatnya aja aku pengen mutah"

"ya udah kalo kamu gak mau ini kamu maunya apa"

"aku gak mau apa-apa"

"tapi kamu lagi hamil kamu harus makan sesuatu"

"aku gak punya selera buat makan apapun dan ini juga keinginan bayinya.

"ya udah tapi kamu harus janji kalo kamu pengen sesuatu jangan sungkan-sungkan bilang sama aku"

"iya kamu kenapa sih bawel banget"

"tapi aku ka...."

"ihhh..... aku apa kamu diam ah, aku jadi pengen muntah dengar kamu ngoceh terus" aku memayunkan bibirku sebel.

justin akhirnya diam dan mengalah melihat sikapku yang keras kepala.










Hati yang lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang