Haruskah aku menerima dia

17.5K 773 7
                                    



justin begitu over protektif terhadapku dia selalu melarangku untuk melakukan itu ini dia hanya membiarkanku berdiam diri dikamar tanpa boleh melakukan apapun tidak taukah dia aku begitu tertekan dengan sifatnya.
seperti pagi ini sebelum berangkat kerja ia selalu menceramahiku.

"sayang kamu enggak boleh angkat yang berat-berat ya dan kalo kamu ada keperluan kamu bisa minta tolong bi imah atau sama mama"

aku memutar bola mataku malas rasanya ingin sekali aku mencekik pria itu.
aku tau dia khawatir dengan keadaanku terlebih kandunganku yang sangat lemah tapi seharusnya dia tidak terlalu berlebihan seperti ini.

"kalo begitu aku berangkat dulu dan jangan lupa sarapan sama minum obatnya" justin mengecup keningku kemudian pergi.

aku merasa bosan terus-menerus dikamar aku rindu dengan kehidupanku yang dulu selalu menghabiskan waktu ditoko melayani pembeli.
ahh.... aku ingin melihat toko bungaku yang cantik andai jika justin mengijinkanku aku bosan dirumah terus.

aku memutuskan untuk jalan-jalan disekitar halaman belakang rumah untuk menghilangkan rasa bosanku.
haruskah aku menerima justin, dengan apa yang sudah ia lakukan untukku bisakah aku untuk membalas rasa cinta justin.

"sayang...." terdengar suara yang sangat lembut memanggilku dan seketika menyadarkan aku dari lamunanku.
aku menoleh keasal suara itu.

"i-iya ma" aku gelabakan menjawab panggilan mamanya justin.

"mama perhatikan kamu dari tadi ngelamun terus gak baik lo perempuan hamil ngelamun ntar kesambet lagi"

"enggak kok ma" bohongku

"kamu kenapa cerita sama mama apa kamu lagi pengen sesuatu kamu jangan sungkan untuk bilang biasanya kan orang hamil sering ngidam"

"enggak zahra gak pengen apa-apa"

"makasih ya zahra"

"makasih untuk apa ma"

"makasih karna udah merubah kebiasaan buruk justin dulu sebelum sama kamu dia itu anaknya keras kepala sangat susah untuk dinasehatin maunya menang sendiri tapi setelah sama kamu dia udah berubah dulu justin sering gonta-ganti perempuan dan mama sempat heran waktu dia ngejar-ngejar kamu waktu itu dia sudah seperti orang gila karna penolakan kamu terus-menerus kamu janji ya jangan pernah ninggalin justin kamu itu sangat berarti bagi dia" aku hanya mengangguk dan tersenyum kikuk aku sungguh tak menyangka jika dulu justin seperti itu.

"kamu masuk gih sana"

"iya ma" aku hanya menurut saja padahal aku sudah sangat bosan dirumah terus.

malam ini aku mondar-mandir dikamar sambil sesekali melirik kearah jam.
rasanya perutku sangat sakit tapi aku tidak peduli.

clekk....

ketika pintu kamar terbuka aku langsung melihat sosok justin yang kutunggu-tunggu.
ia tersenyum kearahku.

"kenapa belum tidur ini sudah malam"

"ini masih jam delapan"

"kamu kenapa kok kayanya  kelihatan gelisah gitu"

aku menghampiri justin sambil menggigit bibirku.

"sampai kapan kamu ngurung aku kamu tau aku sangat bosan dirumah terus bahkan kamu melarangku untuk melakukan aktivatas apapun" rasanya aku ingin menangis.

"ra aku ngelakuin semua ini juga buat kebaikan kamu dan calon anak kita"

"kebaikan apanya justin kamu tau aku sangat tertekan dengan sikap over protektif kamu"

aku sudah tidak dapat menahan tangisku aku menangis.

"aku gak maksud buat kamu nangis ra aku hanya kawatir bila menyangkut hal kamu dan bayi kita sekarang kamu tidur ya"
justin mengelus rambutku menenangkan.
.
.
.
.
.
saat aku membuka mataku yang pertama aku lihat adalah wajah justin dengan mata yang memerah apakah dia tidak tidur semalam.
ia terus menatapku tanpa mau melepaskan tatapannya itu jujur aku sangat risih.

"ngapain kamu liat-liat aku kaya gitu" aku berusaha untuk duduk.

"kamu udah bangun"

"menurut kamu" kataku ketus kemudian beranjak kekamar mandi.

selesai membersihkan diri aku segera keluar dari kamar mandi namun aku terkejut melihat justin yang berdiri didepan pintu dengan wajah cemas.
aku menyernyit dahiku bingung

"kamu lama banget dikamar mandi aku takut kamu kenapa-napa" raut wajahnya masih terlihat cemas.
aku hanya memutar bola mataku malas tanpa menghiraukan justin

"zahra kamu masih marah sama aku"

"banget...."

"jangan gitu dong ra aku hanya kawatir sama kamu"

"iya tapi kamu terlalu berlebihan udah kamu bau jauh-jauh sana dari aku" kataku sambil mendorong-dorong tubuh justin.
namun bukannya pergi justin malah memeluku.

"justin lepasan aku susah nafas" justin langsung melepaskan pelukannya.
aku merasakan perutku bergejolak ingin muntah aku segera menuju westafel dan memuntahkan semua isi perutku namun yang keluar hanyalah cairan bening.
aku merasakan ada seseorang yang memijit tekuk ku.
badanku lemas semua aku hampir jatuh jika justin tak menahan tubuhku.

"kamu gak apa-apakan ra" justin langsung mengangkat tubuhku.

kepalaku benar-benar pusing

"sayang apa perlu kupanggilkan dokter"

aku hanya mampu menggeleng lemah

"tapi muka kamu pucet banget ra"

"ini tu udah wajar kalo orang hamil muntah-muntah" justin akhirnya hanya menurut dengan perkataanku.










Hati yang lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang