• Chapter 10 •

1.3K 135 8
                                    




Sekarang hari Senin. Seperti yang kita ketahui bahwa hari Senin adalah hari favorit bagi seluruh umat di dunia.

Bagaimana tidak? Tepat pada hari Senin ini semua orang akan pergi ke sekolah dan bekerja. Makanya semua orang suka hari Senin. Termasuk kamu —nunjuk reader. Iya kamu.
Cookies di bacok reader🔪🔪🔪🔪

Oke oke kembali ke lap-top, eh bukan, maksudnya kembali ke cerita~

- Jungkook POV -

Pagi ini sepertinya cukup mendung. Tak dapat aku lihat sinar mentari yang biasanya menyapaku dengan senyuman bahkan ketawanya di saat jam segini (lah... kayak matahari teletubis dong?😅)

Setelah kamarku rapi dan sarapan lekas aku pergi ke sekolah dengan rute rumahku-rumah Hyejin-sekolah.

Sesampainya di rumah Hyejin. Aku dapat melihatnya sedang berpamitan dengan orang tuanya. Lalu dia melangkah keluar dengan jalan menunduk.

Brak.

Dia menabrakku.

"Jungkook-a, jaga Hyejin ya~" Kata Jimin hyung yang hendak berangkat kuliah juga.

"Siap bos!" Jawabku sambil merangkul Hyejin.

Sepertinya dia tidak menolak untuk di peluk kali ini.

Segera kami masuk ke mobil.

Dan Hyejin masih terdiam. Dia bahkan tidak memasang sabuknya lagi. Namun, aku masih membiarkannya saja seperti itu.

Selesai aku memasang sabukku dan hendak menyetir, ternyata Hyejin masih dalam posisinya.

"Apakah dia begitu marahnya denganku?" Batinku.

"Hyejin-a kamu marah sama ku?" Tanyaku.

Dia masih diam.

Karena bel 15 menit lagi akan bunyi. Aku langsung saja memasangkan sabuknya dan segera melaju ke sekolah.

Tidak ada penolakan darinya.

Hingga sampai pulang sekolah pun dia masih terdiam. Bahkan Saerin pun ikut cemas dengan keadaan Hyejin hari ini.

----------------

- Hyejin POV -

"Jungkook-a, aku mau pulang sendiri, aku mau mampir ke suatu tempat dulu." Ucapku dengan memelas.

Jungkook mengangguk.

Bel pulang sudah sejak tadi berbunyi.

Lekas aku meninggalkan sekolah.

Memang hari ini aku tidak seperti biasanya. Aku hanya syok dengan kejadian kemarin. Jadi hari ini aku tidak banyak bicara.

Kini aku tengah melangkahkan kakiku ke tempat boneka beruangku yang dulunya masih terpajang di toko boneka itu.

Klingklingkling—bunyi gantungan pintu.

"Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu?" Seorang pelayan menyapaku.

"Ahhh itu... Waktu itu disana—aku menunjuknya, ada boneka beruang. Apakah masih ada stoknya?" Tanyaku.

"Wah... Boneka beruang itu sudah terjual. Dan sayang sekali boneka itu edisi terbatas." Pelayan itu terlihat menyesal.

Aku bahkan lebih dari kata menyesal—kecewa.

"Ahhh.. Tak apa." Aku memberikan senyum palsuku.

"Ada yang bisa saya bantu lagi?" Tanyanya lagi.

Half Moon (On Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang