Kokok ayam jantan berbunyi di tepi pagar milik tetangganya yang bernama Daniel. Ayam itu selalu bertengger disana saat matahari mulai terbit dari timur. Layaknya sebagai alaram, ayam jantan berwarna hitam itu selalu tepat membangunkan Dwei di jam paginya.
Owy masih tertidur pulas.
Satu jam setelah itu saat matahari sudah benar-benar menampakkan seluruh bentuknya, ketika cahayanya mulai penuh menyorot tiap celah pedesaan, Owy terbangun dari tidurnya.
Gadis itu duduk di tepian ranjang.
Rumah ini tampak sepi. Tidak terdengar suara apapun dari luar kamar. Hanya beberapa kali suara orang bercakap-cakap di jalan depan terdengar dari balik dinding kamar. Apa Dwei belum bangun?
Owy beranjak pergi dari kamarnya. Dia menggaruk kepala. Jendela belum terbuka. Lilin-lilin masih hidup. Dwei memang belum bangun.
Dia berjalan menuju kamar Dwei. Gadis itu berniat untuk membangunkan Dwei. Tapi, saat akan menuju kamarnya, suara ketukan terdengar dari luar. Owy memutuskan untuk berbalik arah.
"Pey." ucap Owy saat melihat Pey membawakan sebuah roti gandum dan ramuan herbal berdiri di depan pintu dengan senyumnya yang ramah.
Pey mengusap puncak kepala Owy. Lalu menerobos masuk kedalam rumah. Owy berjalan di belakang gadis itu.
"Apa itu roti gandum?." tanya Owy mencari kebenaran dari opininya. Gadis itu menunjuk keranjang berisi roti.
Gadis muda lebih tua darinya kemudian tersenyum masam. "Kau benar. Ini memang roti gandum."
Owy melonjak bahagia mengetahui jawabannya benar.
"Dimana Dwei?."
Owy berhenti. Dia tampak bingung. Biasanya pagi-pagi sekali Dwei sudah bangun untuk mengurus rumah. Setelah selesai dengan rumahnya, ia selalu pergi ke ladang untuk mengusir para burung Wingstac- perusak tanaman. Hama.
"Dia masih tidur?." ungkapnya sedikit ragu.
Pey mengerutkan kening. Tidak biasanya Dwei telat untuk bangun pagi. Serentetan jadwal selalu berjajar rapi menunggu Dwei untuk melakukan semuanya sendirian. Sekalipun dia sudah tua, Dwei tidak ingin menyusahkan orang lain.
"Apa kau sudah mencoba membangunkan Dwei?." tanyanya.
Owy hanya menggeleng.
"Baiklah, biar aku saja yang membangunkan Dwei. Kau siapkan ini di meja makan." perintahnya. Owy hanya mengangguk menuruti ucapan Pey. Lalu gadis itu meninggalkan Owy dengan keranjangnya.
Owy membawanya ke meja makan. Menata piring diatas meja. Mengelap sendok dan menaruhnya di sebelah piring. Gelas kayu satu-persatu dituangi air setengah.
Saat tengah sibuk dengan aktivitasnya, Pey berteriak dari dalam kamar Dwei. Itu membuat Owy terkejut dan menjatuhkan gelas terakhir saat mengisinya dengan air. Kemudian secepat kilat dia berlari kearah suara Pey dari dalam kamar.
"Kenapa Pey? Apa yang terjadi?."
Owy melihat Pey yang tengah bercucuran air mata. Pipinya basah. Gadis itu tampak panik dengan memegang pergelangan tangan Dwei yang masih berada diatas kasur. Masih tertidur pulas?
"P-panggilkan ibuku." ucapnya terbata memerintah Owy untuk pergi kerumahnya.
Tanpa berpikir panjang dan karena ikut panik, Owy berlari menuju rumah gadis itu. Ia berlari sangat kencang. Tidak mempedulikan orang di sekitarnya yang menatapnya aneh. Brukk, tubuh Owy tersungkur diatas tanah. Ia terjatuh ketika kakinya menyandung sebuah batu kecil di jalan. Gadis itu menggerang. Menatap lututnya yang tergores tanah liat dan kerikil. Sobek lalu mengeluarkan darah segar. Owy meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLTAR ✔ [Tersedia Di Google Playbook]
Fantasy[SUDAH TERBIT E-Book] Perjalanan seorang Putri berdarah campuran berasal dari kerajaan ALLTAR yang tidak tahu jika dirinya adalah seorang putri raja. Dia berusaha untuk menemukan asal usulnya ketika gadis itu menyadari bahwa dirinya bukanlah anak d...