Awan gelap menggumpal diatas kapal. Berkumpul dalam satu barisan. Menumpuk. Menutup segalanya hingga secercah cahaya matahari tak mampu menembusnya.
Beberapa kali kilatan cahaya dengan cepat melintas berbentuk seperti aliran listrik dengan tegangan tinggi diantara kumpulan awan. Setelah kilatan itu menghilang, suara gemuruh datang menggantikan pertunjukan dari senjata ampun milik Zeus si dewa pemilik senjata petir dari zaman Yunani kuno.
Tampak dari kejauhan tetesan air mulai berlarian menghantam air laut dengan cepat. Disaat yang sama pula, angin berhembus sangat kencang membuat air laut yang tadinya tenang menjadi bergejolak seiring datangnya badai yang sebentar lagi akan segera dimulai.
Ombak besar beberapa kali datang menghampiri kapal. Menghantam. Mendorong. Membuat semua yang ada didalam kapal porak poranda. Semua penumpang dan para awak beserta kapten kapal mulai panik. Badai dengan dahsyatnya menciutkan nyali para pelaut ulung.
Angin semakin bergerak cepat. Air sudah menggenang dimana-mana. Semua awak berlari kesana kemari. Ada yang menciduki air yang masuk ke dalam kapal lalu membuangnya kembali ke laut, menahan tali layar agar tidak putus. Dan menggerakkan kapal agar keluar dari badai yang tak berujung.
Sekali lagi ombak besar datang mengarah ke kapal yang mereka tumpangi, dan.....
"TIDAAAK!."
Kesadaran itu kembali menyadarkan dirinya dari dalam mimpi. Rostelia baru saja membuka matanya kembali setelah terlelap cukup lama. Napasnya tersenggal-senggal tak karuan.
Apa itu tadi? Sebuah penglihatan dari indra keenamnya?
***
"Hi Bon, kau mau coba ini?." tawar San pada Boni kudanya. Dia mengacungkan daun selada yang ia bawa diam-diam dari dapur. Sekarang dirinya sedang ada di kandang tempat ternak atau hewan-hewan yang sengaja mereka bawa untuk bisa berlayar bersama pemiliknya.
Boni mengikik lalu memakan selada yang San berikan.
"Kau manis sekali." San mengelus puncak kepala Boni. "Makan yang banyak, aku pergi."
San meninggalkan kandang. Berjalan menaiki tangga, melewati dapur, aula kapal dan terakhir di teras kapal yang terbuka. Ia berjalan sambil bersiul-siul ceria seperti gadis umum yang ada di desanya. Sudah dua hari mereka berlayar di lautan lepas tapi entah kenapa mood San tampak bagus hari ini.
Tiba-tiba aktivitas cerianya terhenti ketika langkah kecil yang ringan melihat Ros di dekat undakan tangga menuju atas pengemudi kapal. Dia berjalan berputar-putar sambil melipat kedua tangannya didada. Cemas?
"Selamat pagi." sapa San ketika menghampiri Ros lalu ia merekahkan senyumnya lebar-lebar.
Ros berhenti melangkah, lalu membalikkan badannya menatap San yang ada di belakang. Ia menarik ujung bibirnya membentuk pola lengkungan khas, Ros tersenyum. Dia berusaha tersenyum walaupun suasana hatinya menolak untuk diajak berkompromi. Rostelia tersenyum tipis. Sangat tipis.
"Mau sarapan bersamaku?." ajak gadis itu.
"Tidak, terima kasih. Kau sarapan saja dulu. Aku sedang tidak nafsu makan."
San mengerucutkan bibirnya. "Baiklah." lalu dia akan beranjak pergi dari hadapan Ros ketika sepasang kakinya dihentikan oleh panggilan dari wanita itu.
"San.."
"Ya?."
"Aku harap kita bisa bertemu lagi suatu saat nanti."
"Ahh....."
Apa maksudnya?
Gadis itu mengerutkan keningnya. Ada apa? Kenapa Ros berbicara seperti itu? Memang dia akan pergi kemana? Apa ini salam perpisahan ketika kita akan sampai pada tempat tujuan? Tapi kenapa harus hari ini? Sedangkan perjalanan masih dua malam lagi untuk sampai pada tempat tujuan, ahh entahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLTAR ✔ [Tersedia Di Google Playbook]
Fantasy[SUDAH TERBIT E-Book] Perjalanan seorang Putri berdarah campuran berasal dari kerajaan ALLTAR yang tidak tahu jika dirinya adalah seorang putri raja. Dia berusaha untuk menemukan asal usulnya ketika gadis itu menyadari bahwa dirinya bukanlah anak d...