06|| Naga Emas (Bagian 1)

868 185 70
                                    

Ambisi tanpa hati tak akan menemukan arti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ambisi tanpa hati tak akan menemukan arti. 

☁☀☁

"Kau sudah melakukan semua yang aku perintahkan?" tanya Raja Aldrin yang kini berdiri di dekat jendela istananya.

Sosok perempuan berjubah itu mengangguk. "Putra dan putrimu akan mendapatkan hukuman yang pantas atas ketidakpatuhan mereka, Yang Mulia," ungkapnya.

Raja Aldrin menoleh ke arah perempuan dengan wajah cantik itu. Bibir tebal yang tampak menarik, mata besar yang sangat indah, lalu rambut panjang bergelombang berwarna keungunan. Perempuan itu memilik kecantikan yang unik.

"Mendekatlah," suruh Raja Aldrin sembari tersenyum.

Perempuan itu kemudian melangkahkan kaki kanannya dengan tegap, tetapi kaki kirinya melangkah dengan pincang. Walau berjalan pincang, tetapi perempuan itu tampak tetap percaya diri. Tidak ada perubahan ekspresi di wajahnya.

"Monster itu kau kalahkan sendiri?" tanya Raja Aldrin.

Perempuan itu menolehkan pandangan ke luar jendela. "Bukan hal yang sulit, Yang Mulia."

"Zela, kau memang penyihir yang aku butuhkan," kata Raja Aldrin yang tersenyum puas.

Zela kembali memandang sang raja.

Raja Aldrin mendekati jendela, dan menatap apa yang ada di langit. "Kau tahu? Aku melakukan semua ini untuk menyebarkan kebenaran."

"Aku tidak mengerti," sahut Zela.

"Semua orang percaya pada bintang, mereka lupa jika dia yang lebih pantas disembah. Dia yang lebih banyak memberikan manfaat untuk kita, dia yang seharusnya dipuja semua orang. Dia yang paling terang dan dia yang paling besar," ungkap Raja Aldrin.

Zela mengerti saat tahu jika apa yang dimaksud oleh Raja Aldrin adalah sosok yang merajai siang, matahari. Apa benar maksud Raja Aldrin untuk menguasi Megara adalah untuk membuat semua orang percaya pada matahari yang selama ini rakyat Magon sembah? Jika benar, ia berada di jalan yang tepat. Karena hal yang paling dia benci adalah bintang-bintang.

☁☀☁

Mata sembab anak sebelas tahun itu masih terlihat jelas. Ia berdiri di atas bukit, melihat kota yang ia tinggali selama hidupnya kini hancur berantakan. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya abu yang menyelimuti setiap bangunan, jalan, dan pepohonan.

"Ibu," panggilnya pelan.

Ares tak bisa menyelamatkan ibunya dari letusan Gunung Domes. Hatinya masih begitu sakit menyadari bahwa ia sudah tidak punya tujuan lagi. Ia selalu ingin menjadi sosok yang kuat agar bisa menjaga ibunya, tetapi sosok yang harus ia jaga itu sudah tidak ada.

Ia ingat, kemarin sore. Ia berlari kembali ke rumah. Namun, awan besar dari arah gunung sudah mulai menggulung. Tidak mungkin ada waktu untuknya bisa menyelamatkan sang ibu. Namun, ia tetap berusaha berlari. Sampai akhirnya, sosok paman yang selalu menceritakan banyak hal kepadanya itu memeluknya, menghalanginya untuk kembali ke rumah.

Sora RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang