16|| Menuju Sinjin (Bagian 2)

324 108 35
                                    

Mimpiku untuk diriku sendiri, bukan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa aku bisa menang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mimpiku untuk diriku sendiri, bukan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa aku bisa menang.

☁☀☁

Zuli keluar dari ruangan dan berdiri di pinggir kapal. Malam hari di tengah laut, terasa sangat dingin. Namun, pemandangannya sangat indah. Cahaya rembulan yang terpantulkan di atas air laut seperti taburan berlian. Cantik.

"Kenapa kau keluar malam-malam begini?" suara laki-laki terdengar.

Penyihir itu menoleh, mendapati Razo yang memberikannya sebuah selimut. Ia tersenyum saat melihat pemuda itu seakan tak peduli, tetapi apa yang dilakukannya justru berbanding terbalik.

"Terima kasih," ujarnya seraya menerima selimut itu. Zuli langsung memakai selimutnya.

"Kau yakin misi ini akan lancar?" tanya Razo yang matanya tertuju ke depan seakan mengabaikan Zuli yang sedang menatapnya.

Zuli pun ikut menatap ke depan. "Aku yakin karena ada kau."

"Oh tentu, buronan nomor satu di seluruh Megara ini bisa melakukan apa saja," ujar Razo dengan bangga.

"Pelankan suaramu."

"Kenapa?"

"Bagaimana kalau ada yang dengar."

Razo menoleh ke sekeliling, tidak ada siapa pun di luar kapal. Semua orang mungkin sudah tertidur kecuali sang nahkoda dan petugas yang lain.

"Aku merasa senang."

"Senang? Raja tanpa akhlak itu ingin menguasai Megara, mengirim prajurit untuk masuk ke Mansesa, lalu kita akan bertaruh nyawa mencari tiga anak Sogol. Anak-anak itu pasti tidak jauh beda, mengerikan seperti ayahnya. Lalu, kau bilang kau senang? Ada apa di otakmu?" ungkap Razo dengan suara yang seperti berbisik.

Zuli malah tertawa kecil. "Aku senang karena bisa dipercaya untuk misi ini. Aku juga senang karena bersamamu, Letta, Ludov, dan Ares. Kurasa, aku akan menyukai kalian."

Razo menggaruk hidungnya. Ia bingung ingin menanggapi apa. "Ka-kau tidak membenciku?"

Zuli tertawa lagi. "Awalnya, aku sangat membencimu. Oh, lebih tepatnya kesal dan marah kepadamu. Catatan keburukanmu sangat banyak. Kau dilaporkan atas ratusan kasus, termasuk beberapa pembantaian besar, pencurian, dan perusakan barang-barang. Kau sangat merugikan."

"Tidak sehebat itu."

"Kau pikir itu hebat?"

"Tentu. Aku sangat hebat. Kalau tidak, mereka sudah menangkapku."

"Kau lupa kalau aku menangkapmu?"

Razo menepuk dahinya. "Oh ya, kau bagian dari mereka."

Terjadi keheningan sesaat, keduanya sibuk memperhatikan pemandangan indah di depan mereka. Razo yang merasa kedinginan tentu berlagak bahwa ia tidak apa-apa.

Sora RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang