Saksi dari kenangan buruk akan terus mengingat, jangan sampai mereka melihat.
☁☀☁
Beberapa prajurit pengawal berada di barisan depan dan belakang untuk melindungi dua kereta kuda yang berada di tengah. Kereta kuda pertama diisi oleh Laura yang ingin punya ruang luas untuk dirinya sendiri, sedangkan kereta kuda kedua diisi Zuli dan Razo.
Mereka akan menuju tempat pengungsian di perbatasan. Banyak orang Dalaster yang memilih kabur menuju Mansesa, mereka membuat penampungan di padang rumput yang luas. Sekarang ini, Mansesa tengah memperketat penjagaan. Jadi, penampungan itu pun tak luput dari pengawasan. Walau belum ada pernyataan perang dari Magon untuk Mansesa, tetapi semua orang dalam kemiliteran tahu jika Mansesa adalah kerajaan kedua yang akan menjadi target Magon untuk diserang.
Di dalam kereta itu, Zuli sedang menuangkan teh secara hati-hati agar tidak tumpah. Lalu, ia meminumnya dengan perlahan. Razo hanya memperhatikan bagaimana bibir semerah ceri itu menyentuh cangkir keramik, dia menelan ludah kala mata Zuli yang sebiru lautan itu menatapnya.
"Aku tidak akan memperlakukanmu seperti tamu atau orang penting, ambil saja sendiri jika kau ingin minum," ujar Zuli yang duduk berhadapan dengan pemuda yang akan menghabiskan banyak waktu dengannya itu.
"A-aku tidak haus, aku hanya memperhatikan gambar bunga di cangkirmu," jawab Razo yang terlihat jelas menyembunyikan kegugupannya.
"Ini bunga Kurinji, hanya ada di Mansesa dan mekar dua belas tahun sekali. Aku pikir, orang sepertimu tidak akan menyukai bunga, ternyata ...."
"Kau mengejekku?"
Zuli hanya menjawab dengan menaikkan bahunya, seakan itu memang ejekan.
Razo buru-buru mengambil cangkir dan menuangkan teh dari teko keramik yang juga bergambar bunga Kurinji itu. Ia mengecap beberapa kali rasa teh yang aneh di lidahnya. Rasanya seperti benda asing masuk ke mulutnya.
"Aku sudah lama tidak minum teh, ini aneh," komentar Razo sembari memaksa dirinya untuk menelan minuman itu.
"Ya, orang sepertimu pasti hanya minum arak," Zuli menyimpulkan dengan enteng.
"Arak itu baik, setidaknya akan ada masalah yang kita lupakan saat mabuk," jawab Razo seraya menoleh ke jendela.
Ekspresi wajah gadis itu tampak kurang senang. "Masalah itu tidak untuk dilupakan, tetapi untuk dihadapi," ungkapnya yang kembali menyesap teh dari cangkirnya.
"Kau pasti pernah mengalami hal yang sama. Ingin melupakan sebuah masalah."
"Mungkin itu benar, tetapi takut pada masalah adalah hal yang salah. Aku mencoba untuk tetap bertahan walau harus mengemban masalah di pundakku."
Kini, Zuli memandang ke luar jendela. Razo terdiam saat memperhatikan betapa indahnya rahang milik gadis itu. Matanya melirik ke arah tangan lembut yang ada di atas meja kayu itu. Rasanya, ia ingin mengusap punggung tangan itu, menggenggamnya, dan mengatakan bahwa dia harus kuat. Namun, tentu saja tidak Razo lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sora Rain
FantasiaSetiap bintang di atas kubah Lattera mengendalikan satu bagian dari alam dan isinya. Orang yang diberikan kepercayaan oleh bintang mampu mengendalikan satu bagian dari alam itu. Mereka disebut Zerlok. Satu dari empat Zerlok yang tersegel bangkit lag...