"Kompetisi Antar Kepulauan dimulai dari ... SEKARANG!"
Perahu-perahu dengan berbagai macam model melesat dari garis start. Ada yang menggunakan tenaga surya, listrik, ataupun hidrokinetik yang lebih efisien.
Setiap perahu mewakili Kepulauannya masing-masing.Pantai dipenuhi orang-orang yang datang dari Kepulauan-kepulauan yang jauh, tidak hanya Kepulauan Tenggara. Kompetisi ini sudah diadakan sejak sub-negara Kepulauan didirikan, sudah menjadi tradisi dan melekat dengan masyarakat.
Tana Sanchez hanya duduk di kursinya, menyilangkan tangannya dan cemberut.
Menatap setiap perahu dengan iri.Perahu kontestan Kepulauan Tenggara melesat di hadapannya.
Tana meringis. Seharusnya itu dia, mewakili Kepulauan Tenggara dengan perahu hadiah dari ibunya. Dengan kebanggaan.
Tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu sudah melalui satu minggu penuh dengan keputusasaan, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun.
Oh, Tuhan.
Andai saja ia tahu cara mendapatkan perahunya kembali.
Ia akan pergi selamanya dari pesisir terkutuk ini.Perahu-perahu terus berlomba, mulai berbalik dari titik yang ditentukan menuju garis start. Masyarakat bersorak antusias.
Ketua Umum bertepuk tangan sopan dari kursinya, memasang senyum palsu.Tana tidak tertarik, bersandar semakin dalam ke kursinya.
"Kak." Tiara yang baru datang duduk menyelipkan diri di sebelah kakaknya, memanggil Tana dengan sebutan 'kakak'.
Gadis itu tidak menoleh. Ia tahu adiknya memanggilnya, namun ia tidak peduli.
"Apa?"Suara Tiara tidak lebih dari sekadar bisikan. "Aku menemukannya."
Tana menoleh secepat kilat, mengangkat alisnya untuk mengonfirmasi apakah yang dipikirkannya benar.
Tiara mengangguk.
Wajah gadis berambut pendek itu dipenuhi kelegaan. Adiknya selalu bisa menolongnya dalam situasi sulit, bahkan ketika ia sendiri tidak punya cara untuk menyelesaikannya.
"Di mana?"Tiara merogoh saku gaunnya, mengeluarkan sebuah kartu yang dikenali Tana sebagai kartu identitas ayah tirinya, lalu menyerahkannya pada kakaknya.
"Galangan kapal. 20 kilometer dari pantai utara, tepat di dekat muara sungai."Tana menatap adiknya tidak percaya.
Ia tidak tahu bagaimana adiknya bisa mendapatkan informasi itu, atau mendapatkan kartu identitas orang paling penting seantero bumi.Tapi yang jelas, ia menyayanginya.
Tana spontan memeluk adiknya erat.
"Terima kasih." Ia berbisik. "Bagaimana kau melakukannya?"Tiara menjauhkan diri dari kakaknya, matanya berbinar. "Cuma butuh rengekan disana-sini, kemudian berpura-pura polos di sekitar para ajudan bodoh itu."
Tana tertawa.
Sekarang ia bisa mendapatkan perahunya kembali, pergi dari sini, dan tidak perlu lagi melihat wajah ayah tirinya lagi.
Selamanya, kalau perlu. Kalau bisa.Teriakan penonton semakin menggila saat sebuah perahu berhasil mencapai garis finis. Namun, Tana tidak peduli siapa yang menang dan siapa yang kalah.
"Pergilah." Tiara mengangguk lagi.
Tidak perlu disuruh, Tana sudah menyelinap pergi dari kerumunan penonton tanpa suara sedikit pun.
***
Galangan kapal merupakan sebuah bangunan besar di tepi laut, tempat seluruh kapal dan perahu di seluruh Kepulauan Tenggara dirakit. Siapa lagi yang memilikinya kalau bukan Ketua Umum. Seorang pemimpin kepulauan berhak mengatur setiap aset negaranya.
Sangat tidak adil, terutama bagi Tana.
Tana turun dari sebuah bus hover, di sebuah halte yang tidak jauh dari galangan kapal. Bangunan itu sudah tampak jelas, dipenuhi pekerja-pekerja yang membongkar muatan berisi bagian kapal.
Tana menelan ludah.
Sekarang, masalahnya tinggal satu.
Bagaimana caranya masuk kesana, menemukan Solar, lalu mengeluarkannya dan pergi ke suatu tempat antah-berantah?Gadis itu merapatkan jaketnya, cemberut.
Ternyata masih lebih dari satu.Akhirnya, setelah setengah menit menatap hampa galangan kapal dari kejauhan, Tana memutuskan untuk langsung berjalan kesana. Siapa tahu ada rejeki.
Ia berjalan di trotoar, tidak berpapasan dengan seorang pun. Tana bertanya-tanya apakah semua orang di Kepulauan Tenggara sedang menonton Kompetisi.
Galangan kapal terlihat jauh lebih besar ketika Tana sampai. Halamannya yang luas dipenuhi hover-hover pengangkut bagian kapal. Ia bersembunyi di balik salah satu hover kargo yang terparkir. Ada sebuah troli kecil disana.
Akhirnya, Tana punya ide yang tepat.
Troli itu bisa dibilang menyelamatkannya."Permisi."
Tana sudah menutupi wajahnya dengan masker pekerja yang ditemukannya entah dimana. Troli yang didorongnya semakin membuatnya terlihat meyakinkan saat penjaga pintu yang terlihat lelah meliriknya.
"Pindai jarimu." Penjaga pintu menunjuk alat pemindai sidik jari di samping pintu.
Tana kehilangan dirinya sesaat. "Itu... em."
Ia memberanikan diri menatap penjaga pintu. "Tanganku sedang kapalan."Ia ingin menyumpahi dirinya dan alasan bodohnya saat wajah penjaga pintu berkerut curiga.
Sebelum perhatian penjaga pintu kembali fokus, ia melambaikan kartu identitas saktinya. "Ketua Umum sendiri yang mengirimku kesini." Ia menunjuk trolinya.
"Ada hal yang harus kuambil tanpa sepengetahuan siapapun."Tana tahu ayah tirinya mengambil banyak keuntungan dari perusahaan-perusahaan negara.
Tana tahu ayah tirinya sering mengirim orang untuk mengambil uang haram secara langsung, menghindari pelacakan mobile banking.
Tana tahu banyak tentang sisi gelapnya.Penjaga pintu, dengan perubahan raut wajah yang terlihat jelas, mengangguk singkat tanpa suara. Penghalang transparan pintu menghilang.
Berjalan melewati pintu terasa seperti sebuah kemenangan.
***
Aku disini bukan mencari vote.
Tapi kalau dikasih alhamdulillah.
Mohon saran dan kritik? 😇Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
*biarbarokah*
KAMU SEDANG MEMBACA
Aquatris
Science FictionTana Sanchez tinggal di Kepulauan Tenggara, satu dari delapan sub-negara kepulauan yang tersisa setelah arus gelombang memusnahkan hampir seluruh daratan dunia. Ia lebih suka berkeliaran dengan perahunya dibanding kuliah, untuk menghindari ayah tiri...