Aru mengedipkan matanya.
Pemandangan di depannya sama sekali tidak berubah. Belut-belut itu masih ada di sana, semakin banyak yang menempel di kaca dan menggeliat.Terdengar suara tercekat dari gadis itu saat ia ikut melihat pemandangan di luar kaca. "Tunggu ... bagaimana bisa ada belut listrik sebanyak itu?"
Otak Aru berputar, lalu teringat pelajaran tentang migrasi belut listrik yang diterimanya di sekolah dasar. Tetapi, semua buku menyatakan spesies ini sudah hampir punah dan tidak ada lagi yang bermigrasi.
Bagaimana pula ia bisa tahu bahwa di bagian samudra ini ada sekawanan belut listrik menantinya?
Aru menggeleng pelan, matanya terlihat ragu. "Aku juga tidak tahu ... kurasa mereka menyetrum kapal selamku dan menyerap energi listriknya."
Mata gelap Tana menatap Aru di dalam kegelapan, cahaya senter membuatnya terlihat berkilat seperti batu ember. Gadis itu mulai menganalisis psituasi, memperhitungkan apa yang bisa mereka lakukan. "Berapa lama kita dapat bertahan?"
Pemuda itu mematikan senternya setelah beberapa belut mulai menabraki kaca. "Sistem penopang kehidupan akan mempertahankan oksigen selama 10 menit setelah mesin mati ..." Aru menyeka rambut perak di dahinya yang berkeringat karena suhu kapal selam. "Hanya itu."
Tana memaksa otaknya berpikir lebih cepat. 10 menit. Saat kuliah ia sempat mempelajari ilmu dasar kelistrikan secara otodidak, yang mungkin bisa dicobanya. Tetapi, ia butuh lebih banyak waktu. Dan belut-belut itu ... ia tidak tahu bagaimana caranya terbebas dari mereka bahkan kalau ia berhasil menghidupkan mesin kapal selam.
"Kau punya sesuatu untuk mengatasi belut-belut itu? Senjata?" Tana bertanya, mulai meragukan rencananya. Ia memang mengetahui dasar cara menghidupkan mesin, tetapi bukan mesin kapal selam teknologi tinggi buatan peradaban rahasia.
Aru berpikir sejenak. "Aku punya beberapa bom racun untuk mengatasi hal-hal seperti ini, tetapi hanya bisa digunakan jika mesin menyala."
Belut-belut di luar mulai menggila. Jumlah mereka bertambah banyak, dan Aru bisa merasakan arus listrik yang menjalar dari dinding dan lantai ruangan. Skenario kematian kedua adalah mati tersetrum setelah kehabisan oksigen. Hebat.
Tana tidak membuang waktu lagi, merebut senter dari tangan Aru dan mendekati salah satu panel secara acak. "Di mana letak pengaturan energi?"
Aru mengerti apa rencana gadis itu. Ia ragu apakah orang yang berasal dari permukaan tanah bahkan tahu dasar teknologi Aquatris, tetapi ia tetap membukakan sebuah tingkap berkait di lantai ruangan. Isinya adalah ruangan penuh kabel-kabel yang berbelit rumit.
"Di sini. Apa kau tahu apa yang akan kau lakukan?"Tidak repot-repot memberi jawaban, Tana melompat ke dalam ruangan kabel dan mulai mencari apa yang bisa digunakan untuk mengembalikan daya listrik.
Pemuda itu mengawasi dari atas, mengamati Tana bekerja. Aru baru menyadari bahwa rambut gadis itu hitam legam terpotong pendek, tidak seperti penduduk Aquatris yang berambut terang. Ia berpikir rambut gelap ternyata tampak lebih menarik.
Gadis itu masih terus berkutat dengan kabel-kabel.
Mungkin Aru terlalu rendah menilainya, sebab sepertinya ia tahu apa yang sedang dilakukannya. Mungkin orang permukaan tidak seperti yang dipikirkan oleh masyarakat Aquatris, bodoh dan lemah.
Getaran arus listrik semakin terasa, dan Aru mulai bertanya-tanya apakah perhitungannya tidak cukup tepat dan mereka akan mati detik berikutnya.
Di saat itulah, mata Aru yang dapat melihat tajam dalam kegelapan, sama seperti orang Aqua lainnya yang sudah berevolusi, menangkap sebuah bentuk di bawah salah satu meja kendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aquatris
Bilim KurguTana Sanchez tinggal di Kepulauan Tenggara, satu dari delapan sub-negara kepulauan yang tersisa setelah arus gelombang memusnahkan hampir seluruh daratan dunia. Ia lebih suka berkeliaran dengan perahunya dibanding kuliah, untuk menghindari ayah tiri...