Hari ini adalah hari perpisahan SMA-ku. Aku bersiap bersama dengan sohibku, Agung, Ilham, Rahman, dan Pahrul. Mereka adalah teman tergila yang pernah aku kenal.
"Lama banget lo ngaca tai!" Ucap Agung padaku sambil melempar bola kasti yang ada di tangannya.
"Rese banget lo!" Ringisku
"Tau mah, cowok populer itu dandannya lama," ucap Pahrul
"Populer sih populer tapi jomblo," sahut Ilham
"Bukan jomblo, tapi bego. Pedekate mulu jadian kagak," sahut Rahman.
"Kalau kalau kalian bahas Vinda, gue akan sangat berterimakasih jika kalian menghentikannya sekarang," ucapku. Jujur setelah kenaikan kelas, aku dan Vinda tidak lagi bersama. Dia jurusan IPA dan aku IPS. Kesibukan kami masing-masing memisahkan kami, apalagi aku dengar dia pacaran dengan teman sekelasnya. Membuatku mantap untuk melupakannya saat itu.
"Woi kambing! Bengong aje lu," sorak Agung "Udah yuk kita pergi,"
"Biasa aja dong! Telinga gue nih njing" protesku.
Aku dan teman-temanku segera melenggang masuk ke mobil Agung. Lalu melesat menuju gedung pertemuan, lokasi dimana diadakannya pesta perpisahan.
"Bal, lo sama Vinda gimana sih?" Tanya Ilham membuka suara.
"Biasa aja," ucapku tanpa mengalihkan pandangan pada jalan.
"Sebenarnya gue ngarep banget lo pacaran sama Vinda. Kalian itu saling melengkapi. Tapi sayang aja, kalian berdua sama-sama gak ada usaha untuk memajukan hubungan kalian. Yaudah hasilnya stuck di situ aja. Dan ujung-ujungnya salah satu diantara kalian mundur. Halah! Kok tumben gue ngomong bener," ucap Agung
"Nyet, lo kesambet apaan sih?" Tanyaku
"Tauk! Kita udah sampai. Turun kalian semua!" Ucap Agung
Aku segera turun dan menuju ke Aula di gedung tersebut. Di depan aula, adik panitia sudah menunggu dengan buku tamunya. Aku mengisi buku tamu dan menunggu Agung yang sedang memarkirkan mobilnya.
"Duh, si Agung markir mobil aja kayak cewek dandan," ucap Pahrul
"Lebih parah si Agung lagi, dia mah kagak mau mobilnya lecet. Jadi harus cari tempat parkir yang bener-bener steril," sahut Rahman
"Bisa aja lo," sahutku
"Itu Agung," Ilham menunjuk di tengah keramaian "woi pe'a sini,"
"Bukan temen gue," ucap Rahman dan Pahrul pada orang-orang yang menatap ke arah kami karena teriakan Ilham.
Saat aku menatap ke arah yang dimaksud Ilham yang kulihat adalah Fikri. Dan Vinda. Yah mereka sangat romantis dengan pakaian mereka yang sangat cocok. Fikri terlihat sedang bingung sedangkan Vinda terlihat meringis. Yasudahlah, sepertinya itu urusan mereka berdua aku enggak perlu tau. Saat aku ingin mengajak Agung dan yang lainnya masuk ke ruangan, aku kehilangan mereka. Shit! Mereka meninggalkan aku.
"Iqbal!" Aku segera menoleh ke sumber suara
"Eh Fikri, lo kece banget bro!" Ucapku basa-basi.
"Lo juga! Eh iya, gue boleh nitip Vinda gak?" Ucap Fikri
"Kampret! Lo kira gue barang," ucap Vinda sambil memukul Fikri dengan tas tangannya.
"Tuh, mulai salting dia deket lo," ucap Fikri. Yah mulai lagi godaan tuh anak. "Gue mau cari plester dulu, sebaiknya lo masuk sama Iqbal,"
"Plester?" Tanyaku
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Short StoryHighest rank #1(16/01/2018) in short story Ketika hujan adalah tempat terbaik dalam bercerita, saksi utama dalam perjalanan hidupmu, teman terbaik ketika semua merasa berantakan.