Aku benar-benar bingung, kenapa bisa aku keguguran, padahal aku sama sekali tidak merasakan tanda-tanda kehamilan seperti wanita lain. Aku hanya telat datang bulan. Itu saja.
Dokter yang menanganiku waktu itu mengatakan, kasus sepertiku sebenarnya sering, karena memang mayoritas wanita kalau hamil akan mengalami fase morning sickness--mual muntah di pagi hari--, ada juga yang memang tidak merasakan apapun.
Beliau mengatakan bahwa, kehamilanku tidak berada di dalam rahim, makanya janinnya tidak bisa bertahan. Selain itu juga, akunya memang jarang makan nasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, sebelum aku mengalami keguguran saja, aku hanya makan kue buatan Elena.
Mendengar penjelasan dokter mengenai hal tersebut, aku berusaha untuk tegar, namun tidak dengan Iqbal sampai hari ini Iqbal masih bersikap dingin terhadapku, seakan menyalahkanku atas kejadian ini.
"Kak, tempat Jo yuk. Pengen liat adeknya Jo," ucap Nasya yang memecah lamunanku
"Coba tanya abang dulu Ca," ujarku yang langsung melirik Iqbal yang sedang melihat ponselnya.
"Abang, ketempat Jo yuk," ajak Nasya.
"Nanti sore aja ya Ca, sekarang abang mager,"
"Yeay!!"
***
"Assalamualaikum," ucapku memasuki rumah dan di ruang tengah sudah ada Fikri dan Jo
"Walaikumsalam," ucap Fikri
"Wa...kumlam," ujar Jo dengan cadelnya.
Jo segera berlari mengejarku dan Nasya.
"Mana El, Fikri?" Tanyaku yang berusaha menyeimbangkan badanku karena Jo memeluk kakiku
"Dikamar, lagi boboin Hema," ujar Fikri. "Dia udah nungguin elo,"
Aku dan Nasya menuju ke kamar Elena, sedangkan Jo, Fikri dan Iqbal memilih di ruang tengah saja.
"Sehat El?" Tanyaku pada Elena yang sedang menimang Hema
"Alhamdulillah, kakak gimana?" Tanya Elena.
"Ya, seperti yang elo liat,"
"Kak, Aca boleh gendong Hema?" Tanya Nasya yang sedari tadi greget minta bertemu Hema
"Jangan sekarang sayang, Hemanya lagi bobo. Nanti yaa," ucap Elena.
Nasya hanya mengangguk dan mengelus pipi Hema. Bayi yang masih berusia 7 hari itu terlelap dalan tidurnya.
"Tica," ucap Jo yang masuk ke kamar Elena. Tica maksudnya aunti Aca. "Jo ada mainan baru,"
"Mana coba aunti tengok," ucap Nasya
"Main di luar ya sayang. Adek lagi bobo," ucap Elena.
"Ca bawa Jo main diluar aja," sahutku
"Nggak mauu!" Ucap Jo
"Abang... tapi abang sayang sama adek, kalau abang berisik, nanti adek nangis lho," ucap Elena dengan Jiwa keibuannya.
Dengan bujukan Nasya, akhirnya Jo mau bermain diluar. Sehingga tinggalah aku dan Elena.
"Yang sabar ya kak. Mungkin Allah mau memberikan skenario terbaik buat kakak," ucap Elena
"Iyaa. Salah gue juga gue enggak sadar dengan kehadiran dia," ujarku
"Enggak apa kak. Untuk awal-awal ini banyak perempuan yang keguguran kok. Jadiin pelajaran aja kak,"
"Apa sebelum hamil Jo elo juga pernah gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Short StoryHighest rank #1(16/01/2018) in short story Ketika hujan adalah tempat terbaik dalam bercerita, saksi utama dalam perjalanan hidupmu, teman terbaik ketika semua merasa berantakan.