Ini sudah tiga hari semenjak Iqbal mengajakku untuk ke pasar malam, namun sampai hari ini, dia masih belum juga datang menepati janjinya, padahal malam ini, malam terakhir pasar malamnya diadakan.
Aku memang seharusnya tidak terlalu berharap padanya, karena ujung-ujungnya hanya aku yang akan terjatuh dan kecewa lagi.
"Ya ampun nak, udah magrib, masih aja di kamar!" Ucap ibuku ketika masuk ke kamarku "ayo bangun!"
"Mager bu! Lagian aku belum tidur dari kemaren," ucapku
Ibuku langsung mengusap dahiku memastikan apakah aku sakit.
"Inda enggak sakit ibuku sayang," ujarku "hanya saja proyek kerjaku yang di Singapura lagi berantakan banget, jadi Inda enggak bisa tidur"
"Oalahh! Yaudahh kamu istirahat aja dulu. Jangan sampai kamu kelelahan bekerja nak,"
"Thanks ibu,"
"Mau ibu ambilkan buah?"
"Bolehhhh bangettt," ucapku senang
Ibu mematikan lampu kamarku dan menutup pintu kamar berharap agar aku segera beristirahat. Namun, belum cukup 15 menit aku beristirahat Fikri menggangu singgahsanaku.
"Woiii nyett, buruan mandi dehh," teriak Fikri
"Bangkee! Gue mau tidur," ujarku kesal
"Elah si kampret, tuh si Iqbal sama adeknya nungguin elo di depan,"
WHATTTTTT???
"Elo bercanda kan?" Ucapku menarik selimut menutupi tubuhku
"Kagak! Gue serius, kalau enggak percaya elo liat sendiri,"
Yaaa, aku memang tidak percaya sama si Fikri. Dengan malas aku beranjak dari kasur dan berjalan malas menuju ruang tamu.
"Kak Vinda," peluk Nasya
OMG! FIKRI TIDAK BERCANDA. Asal kalian tahu, aku belum mandi sedari tadi pagi, dan kini Iqbal melihatku dengan muka bantalku.
"Lo kayaknya lagi lelah ya? Gue batalin aja gimana?" Ucap Iqbal yang sepertinya memahami keadaanku. Belum sempat aku menjawab seseorang memotongku.
"Lahh? Emangnya mau kemana Iqbal sama anak ayah?" Tanya ayahku yang kebetulan baru saja kembali entah darimana, toilet mungkin.
"Ayah," ucap Iqbal sambil salim "gimana kabarnya ayah? Iqbal mau ajak Vinda ke pasar malam, tapi kayaknya enggak jadi Vindanya keliatan capek yah,"
"Oh gitu!" Ucap ayah mangut-mangut "Vinda, kamu mandi dan ganti pakaian ya. Jangan nolak permintaan menantu ayah,"
"Ayah" Kebiasaan deh ayah! Pengennya nolak, tapi nggak enak, soalnya aku udah di jemput, masa dia harus pulang dengan tangan kosong. Akhirnya aku hanya menurut meninggalkan mereka sedangkan Nasya aku ajak bermain bersama Jo.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku kembali menuju ruang tamu, disana sudah berkumpul semua orang, ayah, ibu, Elena, Fikri, Jo dan Nasya. Mereka semua tertawa bahagia, entah apa yang mereka tertawakan
"Ehem," aku mendehem agar mereka menyadari kehadiranku
"Yaudahh! Vindanya udah selesai, Iqbal ibu titip Vinda ya. Kalian hati-hati dijalan," ucap ibu yang sepertinya sangat sumringah
"Aca enggak ikut sekalian?" tanyaku
"Aca main sama Jo aja kak. Lagian abang ngelarang Aca ikut," ucap Nasya yang membuat wajahku mungkin sudah merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Short StoryHighest rank #1(16/01/2018) in short story Ketika hujan adalah tempat terbaik dalam bercerita, saksi utama dalam perjalanan hidupmu, teman terbaik ketika semua merasa berantakan.