"Vinda? Ada apa?" Tanyanya dengan tenang.
"Tadi Gue habis ngajak Nasya jalan-jalan. Maaf gak minta izin dulu dan maaf nganterin dia kemalaman," ucapku sambil mengandeng barang belanjaan dan Nasya yang baru saja bangun dari tidurnya.
"Ohh iyaa enggak apa-apa. Masuk dulu Vind," tanya Iqbal dengan lesu. Wajahnya tampak kusut seperti kurang tidur.
"Enggak usah Bal, udah malam nih. Gak enak sama tetangga. Aca, kakak pulang dulu ya," pamitku
"Iya kak, makasih banyak kak. Hati-hati di jalan kak," ucap Nasya.
Baru saja aku melangkahkan kaki meninggalkan rumah itu, Nasya berteriak kaget.
"Abang!"
Aku menoleh ke sumber suara melihat apa yang terjadi. Iqbal sudah tidak sadarkan diri sedangkan Nasya susah payah membangunkan. Aku segera berlari kembali ke sana membantu Nasya membawa Iqbal ke dalam dan membaringkannya di sofa.
"Nasya, kakak boleh minta tolong bikinin ambilin minyak angin sama bikinin teh anget?" Ucapku setelah membaringkan Iqbal di sofa
Aku mengecek nafas dan nadinya takut-takut terjadi sesuatu. Nafasnya pelan dan nadi di pergelangan tangannya teraba sangat lemah. Setelah Nasya memberikan minyak anginnya, aku mengoleskannya di sekitar hidung berusaha mengembalikan kesadaran Iqbal.
Perlahan-lahan Iqbal mulai siuman. Aku dan Nasya membantunya untuk meninggikan posis bantalnya agar lebih mudah baginya untuk minum teh hangat.
"Nih minum dulu Bal," ucapku. Dia menurut dan perlahan-lahan meminum teh hangat itu.
"Thanks Vind," ucapnya dengan senyum yang lemah.
"Lo udah makan?" Tanyaku yang dihadiahi dengan gelengan. Aku segera mengambil ponsel dan memesan makanan melalui aplikasi ojek online.
"Abang! Aca mohon, jangan pingsan lagi. Abang jangan malas makan lagi," ucap Nasya sambil menangis ketika Iqbal sudah terbangun.
"Aca, kakak udah pesen makanan, bentar lagi dateng. Liatin abang ya, dia harus makan," ucapku pada nasya
"Oke kak, aku ganti baju dulu bentar kak," ucap Nasya
"Bal, lo harus makan ya buat isi tenaga lo, Biar lo gak pingsan dan bikin adek lo cemas seperti tadi," dan juga buat aku cemas
"Maaf Vind, gue ngerepotin elo," ucapnya lemah.
"Selow aja," ucapku yang kemudian atmosfer bisu melingkupi kami sampai akhirnya Nasya datang.
"Yaudah, gue pamit dulu bal. Ca kakak pulang dulu ya," ucapku pada Iqbal dan Nasya.
***
"Assalamualaikum," ucapku saat memasuki rumah
"Walaikumsalam," jawab Ibuku yang sedang membaca majalah
"Ayah, jawab dong salamnya," ujarku pada ayah yang sedang memainkan ponselnya
"Udahh kali," jawab ayah
"Kapan?" Tanyaku
"Dalam hati ayah," ucap ayahku
"Yeee, si Ayah," ucapku "ibuuuu," aku segera berbaring di pangkuan ibu dan memeluk perut ibuku, seperti anak kecil.
"Iya Vind," ucap Ibu sambil mengelus kepalaku.
Beberapa saat kami saling diam, kemudian ibu membuka suara.
"Ayah, tahu nggak di kompleks sebelah ada yang kena tipu," ucap ibu sedangkan aku hanya mendengarkan
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Short StoryHighest rank #1(16/01/2018) in short story Ketika hujan adalah tempat terbaik dalam bercerita, saksi utama dalam perjalanan hidupmu, teman terbaik ketika semua merasa berantakan.