Hari menunjukan pukul 03.00 dini hari, Aku menggeliat dan menarik selimutku, pagi ini hujan dan aku benar benar tidak ingin beranjak dari kasurku. Aku memejamkan mataku agar bisa kembali tidur, sampai aku merasakan sesuatu memelukku. Aku langsung terduduk dengan mata khas bangun tidur, melihat siapa yang memelukku.
"Kenapa Vind?" ucap orang tersebut dengan suara serak khas bangun tidurnya. Dia berbicara tapi matanya masih terpejam. Ya dia suamiku.
Aku kembali merebahkan badanku dan membiarkan Iqbal memelukku lagi. Terkadang aku lupa kalau aku sudah mempunyai suami, sehingga aku sering kaget saat bangun tidur.
"Enggak ada, Bal." ucapku menghadap padanya
"Enggak bisa tidur?" kini dia bertanya dan membuka matanya.
"Enggak kok," ucapku "Maafin Inda bangunin kamu,". Ya semenjak menikah kami tidak lagi menggunakan gue-elo lagi.
Dia mencubit pipiku gemas "Kamu gemesin deh," dia kembali memejamkan matanya.
Aku yang sedang berada dipelukannya, memang belum bisa tidur. aku menatap langit-langit sambil menerawang,
"Kenapa? Lagi mikirin apa, sayang?" tanyanya lagi sambil mash tetap memejamkan mata,
"Enggak ada, Bal. Hanya saja Inda sering lupa kalau udah jadi istri. Padahal kita udah nikah 3 bulan. Maaf," ucapku mengutarakan apa yang sedang ada dipikiranku.
"Oh iya? Emangnya apa yang membuat Inda enggak bisa inget suami sendiri. Padahal dulu mah keingetin aku terus,"
"siapa yang bilang?"
"Fikri,"
"Emangnya kamu enggak inget Inda gitu,"
"ada enggak ya? Sesekali sih,"
"ihhh ngeselin!"
"Enggak usah difikirin lagi, biarin semuanya berlalu aja. Sekarang kamu tidur aja. Entar susah bangun pagi," ucapnya sambil mengelus kepalaku
"Ye.. kamunya yang susah bangun pagi,"
"Kan biar kamu yang bangunin aku,"
"Dasar modus,"
"Kan enggak salah, Modus sama Istri sendiri,"
"Yadehhh.. Tidur gih, nanti pagi kan kerja."
"Bilang sayang dulu,"
"Males.."
"Sayang~"
"Iya deh. Iqbal Suamiku yang kusayang, kamu istirahat ya,"
"hahahahhaha,"
***
"Assalamualaikum," ucap sebuah suara
"Walaikumsalam," ucapku yang sedang menonton TV "udah makan Ca?"
"Udah kak, tadi kan Aca bawa bekal," ucap Nasya sambil melenggang ke kamar. Tidak lama dia keluar dan bergabung denganku.
"Ada PR enggak, Ca?" tanyaku lagi
"Enggak kak. Kak, tahu nggak tadi ada..." Nasya bercerita mengenai kegiatan sekolahnya dan apa yang terjadi padanya sepanjang ia tidak di rumah. Dia memang sering menceritakan apapun padaku. Sampai sebuah suara di depan rumah--yang sepertinya tamu-- menginterupsi kami. Aku segera membuka pintu, dan mempersilahkan tamu tersebut masuk.
"Eh Bunda. Masuk dulu Bund," ucapku sambil salim pada Bunda dan om Putra--ayah tiri Iqbal. Aku mempersilahkan bunda, om Putra dan seorang anak yang berusia 9-10 tahun untuk masuk dan menyiapkan minuman untuk mereka. Nasya yang melihat bundanya segera memeluk untuk melepaskan rindu
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
NouvellesHighest rank #1(16/01/2018) in short story Ketika hujan adalah tempat terbaik dalam bercerita, saksi utama dalam perjalanan hidupmu, teman terbaik ketika semua merasa berantakan.