[9] Should I?

8.5K 962 53
                                    

Sorry for typo (kalau ada please perbaiki ya. Feel free to give advice)
Enjoy!

******

Aku duduk termenung di depan ruang rapat II. Menanti para undangan rapat yang akan segera dimulai dalam beberapa menit lagi. Memberi arahan kepada tamu untuk tanda tangan absen dan snack, juga memberikan print-out materi serta makan siang. Golonganku masih III/b dan juga aku tidak memiliki jabatan apapun, membuatku hanya duduk menerima tamu tanpa ikut serta dalam rapat.

"Bapak sudah datang, Jan?" tanya Mbak Oki saat ia sedang menandatangani lembar absen.

Aku menggeleng,"Belum. Kalau sudah datang pasti rapatnya sudah mulai, Mbak," jelasku. Bapak yang ia maksud adalah Pak Menteri. Hari ini beliau adalah pimpinan rapatnya.

"Oke, aku masuk, Jan." Ia melenggang memasuki ruang rapat yang berada di lantai dua ini.

Mbak Oki tetap terlihat cantik dan seksi diusia kandungan tujuh bulan. Aku jadi berpikir apa aku juga akan secantik itu saat hamil nanti.

Aku menggeleng, menghilangkan bayangan aku yang sedang hamil besar dengan Aldi berdiri di sisiku, mengelus perut buncitku.

"Kamu kenapa, Jan?"

Aku tersentak, kemudian menoleh ke sampingku memberi senyum kikuk kepada Bu Reni yang baru saja menegurku. "Eh, enggak kenapa-kenapa, kok," jawabku malu-malu.

"Jangan ngelamun, Jan. Kerja."

Aku mengangguk, "Iya, Bu."

Efek lamaran gila Aldi semalam begitu dahsyat membuatku tidak fokus mengerjakan apapun.

Jani, kamu masuk ya. Ikut rapat.

Itu adalah pesan dari Pak Bondan saat aku membuka aplikasi wattsapp.

Aku menghela napas penat.
ProKer, come to mama.

**

"Nanti kita rapat intern, ya."

Aku mengangguk, "Siap, pak."

Setelah mengatakan itu Pak Bondan melenggang meninggalkan ruang rapat.

Aku menghela napas penat. Aku merasa kalau Kementerian Pariwisata tempat ku bekerja ini memiliki banyak sekali program kerja ditambah Presiden RI sekarang akan mengembangkan ekonomi negara dengan mengedepankan pariwisatanya. Sebenarnya tidak masalah untuk ku, tapi jika deadline-nya berdekatan membuatku lelah juga.

"Je Annisa."

Aku menoleh kebelakang saat seruan itu masuk ke indera pendengaranku.

Aku tersenyum tipis saat melihat Mas Evan ada disini. "Hai, Mas. Ikut rapat juga?" tanyaku saat Mas Evan sudah berdiri disampingku.

Mas Evan mengangguk. "Kerjaan lagi pasti," kata Mas Evan saat melihat note-ku yang terbuka penuh dengan coretan.

Aku meringis, "Iya nih."

Mas Evan tertawa kecil. "Dinikmati saja, Jan. Insha Allah berkah."

Aku mengangguk. "Iya, Mas."

"Nanti malam kamu ada acara nggak?" tanya Mas Evan saat kami menunggu lift.

"Enggak, kenapa, Mas?"

Saat aku menoleh kearah Mas Evan, ia tengah menatapku intens seketika membuatku salah tingkah. "Mas," panggilku sembari tersenyum canggung karena ia hanya diam saja.

JannisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang