[14] Me, My Self and I

8.1K 631 28
                                    

Sorry for typos.
Enjoy!

******

Sepanjang hari ini senyum terus terukir di bibirku. Aku merasa wajahku pun ikut memerah karena bahagia. Bahkan teguran pak Bondan karena aku terlambat tak melunturkan senyum ini.

Masih dengan tersenyum kuusap cincin bermata berlian yang sederhana pemberian Aldi semalam.

Aldino. Nama itu terus kurapalkan sebagai penyemangat hariku. Akhir dari penantian yang lama tetapi sangat manis. Kurela jika harus menunggu lebih lama jika kubisa menggapainya. Menjadikannya milikku.

"Jan!"

Aku terperanjat kaget mendengar seruan itu. Kulihat wajah Mbak Oki memerah menahan kesal.

"Dari tadi gue jelasin tentang proyek bazzar kemenpar nggak lo denger, huh?"

Aku meringis mendengar tuduhan mbak Oki yang memang benar. "Maaf, Mbak. Bisa ulangin lagi?"

Mbak Oki mendengus baru kemudian mulai berbicara. "Hari Sabtu sampai Rabu depan Kemenpar adain bazar makanan tradisional. Kamu nggak ambil bagian proyek ini?"

"Enggak, Mbak. Itu bagian bu Peggy. Tapi aku tetep kena ribet sih," jawabku masih tetap mengusap cincin yang melingkar manis di jariku.

"Cincin dari siapa itu?" Kudengar suara mbak Oki yang antusias. Kubalas dengan senyum merekah yang membuatnya mengernyit.

"Dari siapa?" tanyanya lagi dengan gemas.

"Dari Aldi. Semalam dia officially ngelamar aku."

Seketika jawabanku membuat raut wajah antusiasnya berubah. Bahkan kulihat mbak Oki memutar mata kesal.

"Kamu itu bebal ya, Jan! Udah aku bilang kalau Aldi itu nggak pantes diperjuangin. Mana ada pria yang mau menikah, bahkan persiapan pernikahan mereka hampir kelar, tetap ngelamar perempuan lain!"

"Mbak, apa salah kalau aku memperjuangkan apa yang membuatku bahagia? Mbak Oki nggak tau betapa tersikaanya aku harus terima kenyataan ini!" balasku sengit mengabaikan dimana aku berada saat ini.

"Kamu bukan memperjuangkan yang membuatmu bahagia, tapi kamu merampas kebahagiaan orang lain, Jannisa!"

Aku tersenyum sinis, menatap sengit ke arah mbak Oki. "Mbak Oki tahu apa tentang kebahagiaannya Aldi? Mbak nggak tahu kalau Melody yang merampas kebahagiaan aku dan Aldi!"

"Terserah kamu! Kamu akan terus menentang ucapanku sampai kamu rasakan akibatnya," ujarnya mendesis, "jangan datang ke aku kalau kamu sudah merasakan percikan api yang kamu buat." Setelah mengatakan itu mbak Oki beranjak meninggalkanku. Aku masih bisa melihatnya mengusap perutnya yang semakin membuncit.

Aku menghela napas panjang kemudian kuembuskan perlahan. "Aku tidak akan datang ke kamu, Mbak Oki. Karena aku tidak akan merasa kecewa pada pilihanku ini," ujarku mantap.

**

Akan selalu ada akibat dari segala perbuatan. Termasuk perbuatanku saat istirahat tadi. Semenjak itu, hubunganku dan mbak Oki merenggang. Bahkan saat tadi aku memberi berkas ke dirinya, mbak Oki yang biasanya selalu ramah menegur, sama sekali mendiamkan diriku. Aku sama sekali tidak masalah, hanya sedikit aneh saja. Tetapi aku yakin, aku akan terbiasa. Dan aku akan bahagia, mematahkan tuduhan mbak Oki.

"Baru pulang, Jan?"

"Iya nih. Mas Evan juga tumben baru pulang," sahutku ramah. Aku memang masih di kantor saat jam kerja sudah lewat setengah jam karena masih harus menyelesaikan tugas. Dan ternyata, mas Evan juga masih tinggal di kantor.

JannisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang