Part 2 --Story of the Vampire Queen--

284 21 6
                                    

P

agi itu, dikelas 8E, Sinta sedang merenungkan sesuatu di kursinya. Avyra yang duduk disebelahnya, merasa cemas karena temannya tidak berkutik sedikit pun. Akhirnya, Avyra pun menyuruh Virgin untuk menghibur Sinta. Karena terlalu serius merenung, Sinta bahkan tidak menyadari kedatangan Virgin. Untuk mendapatkan perhatian temannya, Virgin pun berdehem kencang sampai-sampai, Satrio saja hampir tersedak biji salak yang ia makan. Sinta pun terkejut karenanya. "Melamun saja," ujar Virgin. Sangat tidak biasa sekali karena Sinta tidak menyapa Virgin. Biasanya ia selalu menyapa orang.

"Ada apa, sin?" tanya Virgin. "Kamu tidak seperti biasanya, Avyra saja sampai khawatir karena kau tidak berkedip selama hampir 20 menit," tambahnya,

"Aku tidak apa-apa," jawab Sinta. Suaranya terdengar sama lemasnya dengan para mayat berjalan.

"Sudahlah, tidak perlu terus berbohong. Katakan saja yang sejujurnya." Desak Virgin.

Sinta menghela nafas pelan. Tidak ada gunanya lagi menutupi masalahnya. "S-sebenarnya,...aku memang sedang ada masalah. Masalah yang membuatku takut hingga tidak bisa tidur semalaman," jelasnya pelan. Virgin pun mengangguk sebelum memberi isyarat pada Avyra untuk pergi mengobrol dengan Calista. "Lanjutkan," ujar Virgin.

Sinta pun menghela nafas kembali. "Kau tahu kan kalau perumahanku, Magical Residence, dilanda banyak pembunuhan yang dilakukan oleh makhluk=makhluk aneh?" tanya Sinta pada temannya itu. Virgin pun mengangguk. "Nah, kemarin malam, aku me-mendapati m-me-mereka sedang berada di dekat rumahku," lanjut Sinta gemetar. Virgin pun tersontak kaget mendengarnya. Pantas saja Sinta terlihat depresi. Bagaimana reaksimu kalau kau mendapati seorang makhluk berada tepat di dekat rumahmu?

"L-lalu, apa yang terjadi? Apakah mereka melihatmu? M-mereka tidak melakukan sesuatu yang gila, kan?" tanya Virgin gelisah.

"Oh, ayolah,Gin. Kau membuatku lebih takut lagi," gerutu Sinta lemas.

Virgin pun menenangkan dirinya kembali. "Maaf,"

"Makhluk-makhluk itu memakai jubah panjang bertudung hitam. Kira-kira jumlah mereka sekitar 40 orang atau mungkin lebih. Salah seorang dari mereka yang tidak memakai tudungnya berkata,'Sekarang temukan mereka yang belum kita bunuh dan bunuh saat itu juga!'. Setelah mendengarnya aku langsung mengunci diri di kamar dengan ibuku di sisiku. A-aku benar-benar takut, Gin." Ujar Sinta. Virgin pun merinding mendengar hal itu dari temannya. Memang hal ini adalah hal yang benar-benar mengerikan. Virgin pun mencari cara untuk menenangkan badai kekacauan yang ada dalam diri Sinta.

"M-mungkin mereka hanya sedang latihan bersandiwara. Siapa tahu mereka manusia," ujar Virgin. Ia kira Sinta akan merasa lebih baik, tapi ternyata tidak seperti itu.

Sinta malah berkata,"Kau salah! Apakah manusia berambut putih keperakan? Ya mungkin kalau dicat, tapi aku lihat sendiri kalau mata mereka menyala merah! Haus akan darah, Gin!" seru Sinta hampir setengah teriak. Oh Tuhan! Sinta bukannya semakin tenang malah semakin depresi. Mengapa hal seburuk ini bisa terjadi pada gadis yang begitu baik?

"Sudahlah, yang penting sekarang mereka tidak menyakitimu," ujar Virgin kehabisan kata-kata.

Sinta menatap jendela kelas yang menunjukkan halaman belakang sekolah. "Ya, mungkin kau be-" kata-kata Sinta terpotong. Matanya terbelalak ketika ia melihat apa yang ada di jendela kelasnya. Tubuhnya pun langsung bergemetar. Wajahnya berubah pucat pasi seperti orang yang baru saja melihat hantu. Ataukah mungkin-

Virgin membalikkan badannya untuk melihat apa yang dilihat Sinta. Makhluk itu sudah lenyap. Tapi walaupun sekilas, Virgin masih bisa mengingat rambut putih keperakannya dan juga mata merah darahnya. Seluruh bulu kuduknya berdiri. Ia merinding karena ngeri. "Di-diakah makhluk itu?" tanya Virgin. Sinta yang sudah kehabisan kata-kata itu hanya bisa mengangguk. Tubuhnya semakin melemas. "Di-dia t-tau tentang k-keberadaanku?" tanya Sinta.

Blood Of FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang