Part 19 -Black Thunder-

66 11 5
                                    

"Haha.. Tentu. Aku sudah mulai terbiasa dengan hal ini," Calista tiba-tiba bersuara setelah mengetahui dengan pasti jawaban Avyra. "Ada lagi yang ingin bergabung dengan mereka? Kau, Angel? Apakah kau juga ingin bersama kucing-kucing Kegelapan itu? Silahkan saja! Semakin banyak musuh semakin baik! Siapa yang akan tahu mungkin nanti akhirnya aku akan sendirian," celetuknya sebal. Ia sudah tidak bisa ditenangkan lagi. Ia bukan anak kecil lagi. "Kau tahu, vyr? Kau baru saja mengajariku untuk 'tidak menyayangi siapapun termasuk keluargaku sendiri," omelan itu benar-benar mengekspresikan amarahnya. Ia sudah muak! MUAK! Dan jika ia sudah muak, maka dunia bukan lagi urusannya. Inilah dirinya yang sebenarnya. Bukan Calista, melainkan Avrora! Avrora Vivian Vallereyna. Avrora sang Ratu Vampir. Putri kelima dari kedua penguasa dunia sihir.

"Kau tidak perlu menyayangi, adikku. Kau hanya perlu merasakan kasih sayang dari orang yang menyayangimu," sahut Alex. Wajar saja kalau adiknya sampai stress seperti itu. Ia telah kehilangan kembarannya dan sekarang sahabatnya. Keduanya karena alasan yang sama.

"Kau sebaiknya pergi, Nora. Sebelum Calvados datang dan memakanmu tanpa sisa. Tentu kau masih ingat seberapa brutal dan sadisnya kakakmu itu," ancam Raven.

Kata-kata itu tidak diindahkan sama sekali oleh Elvenora ataupun kawan-kawannya. Mereka malah tertawa mengejek tanpa henti. "Kau terlalu sombong, kak. Tak tahukah kau bahwa kami sudah lebih kuat dari sebelumnya?" tanyanya angkuh.

Tiba-tiba ada salah satu anggota pasukan itu yang berteriak. Arrgghh!! Ternyata ada lagi. Ada 3 tidak 6, tidak.. Hampir setengah dari mereka berteriak kesakitan. Mulut mereka menganga-nganga. Mata mereka melotot, menatap ke arah langit. Perlahan-lahan mulut mereka berdarah dan bola mata mereka perlahan lepas dari tempatnya, menyisakan lubang di Kepala mereka, kosong tak berisi. Kulit mereka mulai terbakar api panas yang menyebar ke seluruh tubuh hingga akhirnya mereka mati sebagai debu. Semua karena tatapan benci dari keempat anak tertua Lady Lunar. "Buktikan," ucap Calista. Ia menaikkan tangannya, memberi tanda untuk teman-temannya agar menyerang. Tembakkan cahaya-cahaya pun terlontarkan untuk para musuh. Anak-anak Expecto mempertahankan Istana, sedangkan para Vampir maju untuk menyerang. Mereka membumihanguskan pasukan itu dengan brutal. Membunuh atau dibunuh. Perang pun dimulai.

Ternyata anak-anak Expecto berkembang sangat pesat. Tidak ada lagi yang cupu, Adel sekalipun. Semuanya ikut berperang. Adnan, Alfin dan beberapa anak cowok pun memainkan pedang mereka di medan tempur. Ini soal hidup dan mati. Satu ayunan akan merampas banyak nyawa.

Nabila dan Corin berdiri bertolak belakang. Mereka cukup kewalahan dengan jumlah monster yang ada. Namun mereka tidak lengah! Hanya saja.. "Nabila awas!!" Corin memperingatkan. Terlambat. Sreett.. Lengan Nabila terluka cukup parah akibat sabetan pedang seekor siluman. "Sial!" maki Nabila. Ia memegangi lukanya yang mengucurkan darah banyak sekali.

Tidak sampai 2 detik, siluman itu dibelah tiga oleh Adnan dan Azmi. "Nabila kau tidak apa-apa?" tanya Azmi. "Nan, sebaiknya bawa dia ke dalam Istana, di sini berbahaya!" Azmi memperingatkan seraya bertarung melawan seorang werewolf liar.

"Tidak! Aku tidak selemah itu sampai harus berhenti melawan! Aku tidak mau!" bantah Nabila.

"Tapi kau terluka, bil!" desak Corin.

"Masa bodo! Pokoknya tidak mau!" tegas Nabila.

"Keras kepala sekali sih!" tegur Azmi.

Tiba-tiba luka Nabila terbalut sebuah kain halus yang hangat. Ia terkejut. "Untuk sementara, pakai dulu sapu tangan Azmi. Nanti kalau kau masih hidup, jangan lupa kembalikan," ujar Adnan.

Nabila termenung sesaat. "Eh gila! 'Kalau masih hidup'? Sadis amat! Kau mendoakanku agar cepat mati, ya?!" omel Nabila. Enak saja kata-katanya itu.

Blood Of FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang