Part 3 --One terrible attack and One truth --

169 15 0
                                    


Untungnya, Vera tidak terlambat. Bel sekolah belum berbunyi sama sekali. Namun, hal itu digantikan oleh keributan besar yang terjadi di SMP De'Crystal. Karena lapangan sekolah sudah sepi, Vera bergegas ke arah tangga untuk naik ke kelasnya di lantai 2. Alangkah terkejutnya ia ketika menemukan keramaian di kantin dekat tangga. Teman-temannya berada di sana, jadi Vera bergegas menghampiri mereka. "Ada apa?" tanya Vera kepada Sinta yang sedang memegang erat tangan Avyra dengan lemas. Belum sempat Sinta membuka mulut, Vera sudah melihat seorang anak terkapar lemah. Darah mengucur keluar dari luka-luka di tubuhnya. "S-S-Satrio?!" ucap Vera. Ia kehabisan kata-kata. Rupanya bukan hanya ia yang kurang beruntung, Satrio jauh lebih parah dari dirinya. Anak itu bahkan terlihat seperti mayat sekarang.

Vera merasa ngeri. "D-dia tidak—"

"Tidak, dia masih hidup," potong Sinta.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Vera, ia masih cukup terkejut.

"Entahlah. Calista sedang ingin membeli tissue di kantin tadi. Lalu tak lama setelah itu, ada suara ribut di bawah. Karena khawatir, kami berlari ke bawah dan sampai sana, Satrio sudah seperti ini sementara Calista memanggil Mr.Nickson," jelas Sinta lemas. Kasihan dia, baru kemarin seseorang memperingatinya, sekarang temannya sendiri sudah diserang. Sinta tidak merasa kust sama sekali.

Mr.Nickson datang dengan Calista di belakangnya. Dengan tegas, ia menyuruh semua murid untuk masuk ke dalam kelas mereka. Vera, beserta murid-murid lainnya, masuk ke kelas mereka dengan perasaan ngeri, terutama murid-murid 8E. Satrio pasti telah diserang oleh sesuatu yang sangat kuat hingga bisa terluka parah seperti itu.

"Za! Kita harus apa sekarang? Mengapa Satrio bisa sampai terluka seperti itu?" tanya Randy, nada bicaranya terbagi antara kesal dan khwatir.

Reza yang juga shock karena sahabatnya terluka parah, hanya bisa berkata, "Entahlah," pada Randy. Ia kehilangan semangatnya. Tiba-tiba terdengar sebuah pengumuman, "Perhatian kepada seluruh siswa SMP De'Crystal, mohon maaf atas gangguan di pagi hari ini. Dikarenakan adanya serangan terhadap salah seorang murid dan juga kekhawatiran akan terjadi lagi, maka kami meliburkan sekolah untuk hari ini dan besok akan masuk seperti biasa. Terima Kasih,"

Setelah pengumuman yang tidak disambut baik oleh murid seperti biasanya itu, Mr.Nickson datang ke kelas 8E. "Teman kalian sudah dibawa ke Rumah Sakit Marina, kalian dapat menjenguknya di sana. Aku benar-benar merasa sangat bingung, bagaimana bisa seorang murid diserang seperti ini di sekolah tanpa ada yang mengetahuinya? Sungguh aneh." Mr.Nickson terdengar menyesal. "Baiklah, itu saja, silahkan pulang," ujar guru itu sebelum menghilang di balik pintu.

"Jadi sekarang kita harus apa, za?" tanya Avyra dengan suara pelannya.

"Kita akan menjenguk Satrio bersama nanti sore di rumah sakit itu. Kita akan berkumpul pukul 04.00 sore di sana. Sekarang lebih baik kita pulang sebelum ada yang terluka." Kata Reza dengan cepat. Rupanya ia benar-benar terpukul atas kejadian yang menimpa sahabatnya. Tidak mau memperpanjang masalah, anak-anak 8E pun bersiap untuk pulang. Vera, Chintya, dan Audy berkumpul di depan kelas, mereka sedang menunggu Nabila yang sedang memakai sepatu. "Dah, ayo pulang," ajak Nabila setelah selesai. Baru saja 5 kali melangkah, Vera menghentikan mereka. "Tunggu, bukankah saat Satrio sedang diserang, Calista berada di sana? Bukankah dia tahu apa yang terjadi dengan Satrio?" tanya Vera.

Teman-temannya mengangguk setuju. "Benar juga. Tapi kau terlambat berpikir, anak itu sudah pulang tadi," Chintya berkata dengan nada yang agak menyindir. Vera berdecak sebal. "Lebih baik terlambat berpikir daripada tidak sama sekali," ujarnya. Ia pun berjalan paling depan. Chintya pun terheran-heran. "Aku salah apa?" tanyanya pada Audy dan Nabila. Namun keduanya tidak menghiraukannya. Chintya pun berjalan paling belakang.

Blood Of FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang