07 - Makan Malam

1.5K 223 21
                                    

Edo dan Arif merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk. Arif mengambil remot AC, menghidupkan. Jam dinding kamar sudah menunjuk angka enam sore. Mereka berdua baru saja menghabiskan waktu enam jam untuk berkeliling Kapal Java Mary.

"Kapal ini benar-benar amazing!" Arif berseru, matanya menatap ke langit-langit kamar yang berhias kerlap-kerlip lukisan bintang.

"Enam jam belum cukup untuk menjelajah semua ruangan yang ada di dalam Kapal ini. Apa kau mau melanjutkan lagi, esok hari?" Edo menoleh.

Arif tertawa. "Tentu saja. Kita puas-puasin. Gratis. Kita datang ke sini sebagai salah satu tamu istimewa juga."

"Ya, aku tahu."

Lengang sejenak.

"Eh, menurutmu, model yang bernama Mery Iskandar itu seksi tidak?" Arif bertanya.

Mereka berdua baru saja berjumpa dengan model majalah dewasa itu tadi sore pukul lima, saat mereka berdua sedang mengunjungi ruangam pernak-pernik perhiasan. Di ruang itu juga ada Dokter Ryu, Jimmy, Mark, dan Hakan Arazi. Mereka sedang melihat-lihat pusat perbelajaan yang sungguh mewah dan menggoda bagi siapapun yang melihatnya. Bahkan seorang model dengan bayaran mahal itu, Mery terlihat sangat tertarik memilah-milih gelang perak yang berkilau.

Seperti kejadian sore itu. Edo dan Arif tampak canggung berada di sekeliling mereka yang terlihat mewah.

"Apa sebaiknya kita keluar saja dari ruangan ini?" Arif berbisik pelan, menyikut lengan Edo.

Edo menhembuskan napas panjang, "Sudah tanggung. Ini ruangan terakhir yang kita selami hari ini. Sudahlah, tak usah canggung, anggap saja kau ini Hakan Arazi."

Arif melotot. "Enak saja kau bicara. Kita ini seperti tamu yang tak penting di mata mereka tahu."

"Kita akan menjadi tamu yang teramat penting, Arif. Percayalah padaku."

"Eh, tamu penting?" Arif melipat dahi, menatapku bingung.

Memang kepribadian Edo dan Arif bagai bumi dan langit, bagai bulan dan matahari. Mereka berdua adalah dua sahabat yang dipertemukan dengan dua sifat yang bertolak belakang. Edo, seorang yang jenius dan pandai menghadapai segala situasi, sedangkan Arif tidak. Edo yang selalu acuh, Arif justru sangat antusias terhadap sesuatu. Edo yang tidak pemalu, sebaliknya, Arif sangat pemalu.

"Lihatlah, apa mereka itu yang berhasil memecahkan sepuluh soal teka-teki terumit punyamu, Hakan?" Jimmy berseru. Nada suaranya terdengar ke segala penjuru ruangan tersebut.

Hakan mengangguk. "Iya, benar. Mereka adalah anak-anak muda berbakat."

"Hey, siapa nama kalian? Ayolah bergabung dengan kami." Jimmy berseru, melambaikan tangan ke arah Edo dan Arif. Yang dipanggil justru menyeringai.

"Oh, ya, Nona Mery. Anda sedang memilih gelang-kah?" Dokter Ryu mendekat ke posisi Mery berdiri.

Mereka berdua pun berbicara sendiri di dalam ruangan.

"Kalian masih sekolah? Atau kuliah? Atau sudah bekerja-kah?" Jimmy bertanya antusias.

"Kami masih kuliah, Tuan," jawab Edo datar.

"Ah, jangan panggil saya Tuan. Karena saya bukan atasan kalian kan? Panggil saja Jimmy." Dia menyeringai.

"Ya, seperti kalian memanggilku." Mark tersenyum ramah.

Edo dan Arif mengangguk.

Hakan kemudian menyela pembicaran mereka. "Maaf, aku harus pergi dulu. Aku akan memberitahukan para koki terbaikku untuk menyiapkan hidangan makan malam terbaik yang ada di Kapal ini. Jangan lupa, jam tujuh kita makan malam di restoran yang sama seperti tadi siang."

"Oke, oke. Aku juga mau pamit. Mau membersihkan badan dulu. Sampai bertemu di restoran." Mark juga ikut melangkahkan kaki keluar dari dalam rang pernak-pernik perhiasan dan tanda mata.

"Apa anda seorang arsitek terkenal itu?" Arif bertanya setelah Hakan dan Mark keluar.

Jimmy tertawa kecil. "Benar sekali, kawanku. Ternyata aku cukup terkenal juga ya." Dia kembali tertawa. Tawa sombong.

Edo memasang senyum terpaksa. "Ya, aku sangat mengagumi desain anda, Jim. Proyek apa yang sedang anda buat kali ini?"

Jimmy menatap langit-langit ruangan. "Em, proyek apa ya? Mungkin proyek gedung berlantai tujuh. Tapi belum selesai. Masih dalam proses. Baru empat puluh persen saja."

"Enak ya, punya pekerjaan seperti anda," kata Edo.

Jimmy mengernyitkan dahi, kemudian tertawa dan menepuk-nepuk bahu Edo, sambil melangkah melewatinya, dia berkata, "Mungkin."

Dalam hitungan detik, tubuh Jimmy sudah lenyap dibalik pintu.

"Orang yang sangat aneh," gumam Arif.

***

Jam dinding kamar Edo sudah berbunyi. Jam makan malam di Restoran La Veranda ala Italia. Edo sudah mengganti pakaian dengan pakaian yang lebih kasual. Ia dapatkan dari dalam lemari kamarnya yang memang sudah disediakan oleh Hakan Arazi, si pemilik kapal mewah itu.

"Sepertinya jam dinding ini sudah di setel otomatis sesuai jadwal makan." Edo melirik ke jam dinding klasik di atas tempat tidurnya. Dia pun bergegas keluar dari dalam kamar.

Arif dan Friska ternyata sudah duduk rapi menggeliling meja panjang dengan mangkuk, cangkir, dan lilin-lilin di atasnya. Arif terlihat sudah akrab dengan Friska. Bercakap-cakap.

Selain mereka berdua. Di sana juga sudah ada sutradara muda, Fery dan kekasihnya, Claudia. Dua pasangan kekasih yang romantis memadu kasih di atas kapal megah ini. Di hadapan mereka sekaligus bersebalahan dengan tempat duduk Friska, ada Eza dan Putu yang sibuk berbicara masalah dua model seksi yang ternyata baru saja datang. Mereka berdua berjalan sangat anggun. Di belakang mereka juga ada Dokter Ryu. Selepas itu munculah Jimmy bersama Mark. Semua sudah lengkap duduk di meja makan. Tinggal Hakan Arazi saja yang belum nampak batang hidungnya. Beberapa pelayan sudah berhilir mudik, silih berganti membawakan makanan dan minuman.

"Apa ini anggur?" Eza bertanya pada salah satu pelayan.

Pelayan itu mengangguk.

"Apa ini memabukkan?" Kali ini Putu yang bertanya.

"Jelas tidaklah, Putu. Ini kan hanya jus anggur biasa." Eza terkekeh.

Dari pintu ganda, Hakan Arazi sudah terlihat. Dia sedang berjalan dengan santai menuju ke ruang makan. Dengan senyum merekah di bibirnya, dan mata yang bercahaya, dia melangkah sangat percaya diri.

"Ah, bagaimana makanannya. Enak?" Hakan menarik kursi, dan duduk.

Mark berkata dengan semangat. "Enak sekali! Jadi semakin betah berada di kapal ini."

"Ya, aku juga semakin senang berada di kapal ini." Dokter Ryu ikut menimpali.

Makan malam berlangsung dengan sangat khidmat. Mereka sudah mulai akrab. Bahkan ketiga penumpang spesial yang lolos dari kompetisi itu juga sudah tampak akrab dengan rombongan tamu elit tersebut.

Selesai makan malam. Friska mengajak Edo dan Arif ke sebuah tempat yang belum mereka ketahui. Tempat itu adalah perpustakaan. Friska memang sangat menyukai tempat yang berbau dengan buku-buku. Mereka bertiga menghabiskan dua jam malam itu di dalam perpustakaan. Membaca dan bertukar cerita. Sebelum mereka kembali ke kamarnya masing-masing, dan keesokan harinya, sebuah peristiwa yang menggerikan terjadi. Seperti di Bab pertama, Eza Pahabol tewas. Mereka mengira itu serangan jantung, tapi berbeda pandangam bagi Edo dan Friska. Dua pemuda yang berhasil memecahkan sepuluh soal teka-teki di kompetisi minggu yang lalu itu menyebutkan bahwa itu bukan kematian karena serangan jantung, melainkan pembunuhan!

(Next)
Vote dan Komentarnya

7 Surat Berdarah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang