11 - Korban Ketiga

1.4K 196 17
                                    

Suasana kafe yang berada di dalam kapal megah Java Mary berubah mencekam. Selesai acara interogasi yang dilakukan oleh Edo, anak muda berbakat yang berhasil menjawab sepuluh soal teka-teki terumit yang pernah diberikan Hakan Arazi untuk mendapatkan tiket undangan khusus peresmian kapal tersebut. Tiba-tiba lampu ruangan mendadak padam. Bahkan sampai di depan ruang kafe dan lorong-lorong di dek lima kapal mewah itu.

Semua tamu undangan mendadak panik, bahkan ada yang menjerit ketakutan. Mereka takut kalau padamnya listrik di lantai tersebut dilakukan oleh pembunuh itu untuk melakukan pembunuhan didalam kegelapan.

"Apa yang terjadi! Jangan-jangan ini ulah pembunuh itu!" Mery berseru panik. Dia berusaha meraba-raba untuk memegang sesuatu benda yang bisa dijadikan senjata.

"Sial! Ini pasti ulah kau, Hakan!" Putu berseru marah. Dia masih terus menuduh Hakan sebagai pembunuh.

"Saya harap semuanya tenang! Jangan ada yang bergerak dari tempat duduk kalian masing-masing." Edo berseru, berusaha mengingatkan.

"Keadaan seperti ini, pasti salah satu dari mereka akan beraksi, Edo." Friska berbisik pelan.

"Tenang! Semuanya harap tenang! Saya akan panggilkan karyawan saya untuk mengecek panel listrik di lantai ini." Hakan berkata panik, "hey, kau, Rozi. Apa kau ada disana?"

"Ya, ada apa Tuan?" Rozi yang merupakan karyawan Hakan yang bertugas sebagai teknisi kapal segera merapat ke asal suara Hakan memanggil.

"Cepat, kau periksa panel listrik di lantai ini. Segera perbaiki kalau ada kerusakan!"

"Baik, Tuan." Rozi memakai senter untuk menerangi jalan, dia terlihat keluar bersama salah dua karyawan kafe.

Jimmy berkata. "Untuk sementara, gunakan flash hp kalian masing-masing untuk melihat keadaan sekitar. Siapa tahu pembunuhnya ada disini. Siapa tahu pembunuhnya bukan dari rombongan kita."

Satu-dua orang sudah menyalakan flash hp mereka masing-masing, menyorot keadaan sekeliling. Edo juga, dia cekatan mengambil smartphone dari dalam saku celanannya.

"Tidak! Ili... Ili... Iliana...!" Mery berseru kalap, dia mendadak terhuyung jatuh ke belakang. Pingsan.

"Ada apa dengan Iliana?" Hakan menoleh ke arah Mery yang sudah jatuh tak sadarkan diri. Lampu flash-nya masih menyorot ke tubuh Iliana yang terbaring di lantai.

"Astaga!" Dokter Ryu berseru tak percaya.

Edo menelan ludah. "Iliana, tewas?"

"Benar apa dugaanku, Edo. Pembunuh itu pasti beraksi dalam satu menit tadi waktu mereka belum menyalakan flash. Itu sudah pasti kalau pembunuhnya ada di antara kita ini." Friska memberi keterangan yang masuk akal.

"Jangan disentuh dulu!" Edo berseru tegas.

Dokter Ryu menoleh, tangannya yang sudah siap untuk memeriksa denyut nadi Iliana mendadak terhenti. "Kenapa? Aku cuma mau memeriksa keadaannya, apa dia masih hidup atau tidak?"

Edo lekas melompat kursi dan mendekat ke tubuh korban, meneranginya dengan lampu flash. "Kau bisa pegangkan ini, Arif?"

Arif dengan sigap langsung mengambil smartphone Edo.

"Pisau! Dia di tusuk!" Edo mengusap dahi yang berkeringat, lantas mendongak, menatap beberapa orang yang ada di sekitar.

Lengang sejenak. Semua orang yang berada disana terkejut, panik, takut, dan berbagai macam perasaan lainnya.

Lima belas menit mencekam dan gelap gulita. Akhirnya listrik di lantai lima kapal megah itu kembali menyala terang seperti sedia kala. Para tamu undangan kompak menghembuskan napas panjang. Lega. Tapi mereka masih terpaku melihat tubuh cantik model seksi, Joseph Iliana terkapar tak berdaya, dengan sebuah pisau yang menancap tepat di perutnya.

7 Surat Berdarah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang