10 - Interogasi Pertama

1.5K 189 9
                                    

Hakan Arazi menepati janjinya. Dia berhasil membujuk semua tamu undangan untuk berkumpul di aula kapal. Tapi mereka tidak menyetujui. Tiga orang tidak menyetujui. Mereka adalah Jimmy, Putu, dan juga Iliana. Mereka pun memutuskan untuk pindah ke kafe yang tempatnya lebih nyaman. Tempat itu cukup luas. Ada beberapa kursi dan meja bundar. Beberapa pelayan juga sudah siap untuk membawakan beberapa makanan dan minuman terbaik.

"Jadi, kenapa kita dikumpulkan seperti ini? Mau sidang kah, Hakan?" Mery menatap tajam ke arah Hakan.

Hakan kemudian berkata. "Para pemuda ini, mereka akan menginterogasi kalian semuanya. Mereka berusaha untuk memecahkan teka-teki pembunuhan Mark dan Eza."

"Aku rasa itu tidak perlu. Bukankah itu murni kecelakaan," ujar Dokter Ryu.

"Tapi kita perlu melakukan investigasi, Dokter," ucap Iliana dengan suara bergetar.

Jimmy mendesah pelan. "Terserah kalian sajalah. Aku ikut saja."

"Baiklah," ujar Edo. "Yang pertama, adalah Nona Iliana."

"Aku?" Iliana mengernyitkan dahi.

"Ya, anda, Nona Iliana. Karena anda ada diurutan nomor tiga sesuai dengan surat ini." Edo menjatuhkan semua surat di atas meja.

"Berikan tempat kepada Iliana." Hakan berseru.

Iliana sudah duduk berhadapan dengan Edo. Di sebelah Edo, Friska sudah menyiapkan buku catatan dan pulpen. Sementara yang lainnya menatap dan mendengarkan dengan sangat antusias.

"Baiklah. Pertama-tama saya mau bertanya." Edo mengambil napas panjang, "apa sebelumnya anda kenal Mark dan Eza?"

Iliana menggeleng.

"Oke," lanjut Edo. "Setelah makan malam kemarin. Apa kegiatan anda? Jelaskan secara rinci sampai anda masuk ke kamar dan tidur."

Iliana membetulkan posisi duduknya. Wajahnya terlihat pucat. Tubuhnya bergetar. "Setelah makan malam. Aku pergi bersama Mery ke ruang perbelajaan pernak-pernik perhiasaan. Aku meminta Mery untuk mengantarku. Aku tertarik untuk membeli gelang seperti kepunyaan Mery." Iliana menunjukan gelang berwarna peraknya.

"Lalu?" ujar Edo. "Jam berapa waktu itu?"

"Jam delapan lebih lima belas menit kami tiba di sana. Setengah jam kami berputar-putar memilih gelang ini. Setelah itu aku kembali ke kamar dan memutuskan untuk tidur langsung. Itulah kejadianku semalam kemarin."

Edo mengangguk. "Oke. Kau yakin tidak keluar kamar lagi setelah itu?"

Iliana menggeleng mantap.

"Baiklah." Edo menghela napas. "Bagaimana Friska. Apa kau sudah mencatat semua alibi-nya?"

"Sudah." Friska mengangguk.

"Lalu, giliran anda Tuan Putu." Edo mempersilahkan Putu untuk duduk di tempat yang tadi disinggahi Iliana.

Putu menatap tajam ke arah Edo. "Apa aku terlibat dalam kasus pembunuhan ini, hah?"

"Semua orang di sini terlibat, Putu." Edo menyeringai.

"Bukankah sudah jelas siapa pelakunya! Hah!"

"Siapa pelakunya?" Iliana bertanya penuh harap.

"Dia! Hakan Arazi!" Putu berdiri dan menunjuk ke arah Hakan duduk dengan tatapan mata penuh dengan amarah.

Hakan juga ikut berdiri, membela diri. "Jangan asal ngomong kau! Aku tidak sekeji dan sebodoh itu untuk melakukan pembunuhan dengan mengirim surat-surat dengan angka aneh itu. Kau kira aku ini psikopat!"

7 Surat Berdarah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang