twelfth nightmare

595 107 8
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Liz –ibunda Luke– mulai khawatir dengan Luke yang tak kunjung keluar dari kamar. Biasanya, dia lah yang paling pagi bangun dari semua anggota keluarga Hemmings.

"Dimana anak itu?" tanya Andrew. Ayah dari Luke.

Kedua kakak Luke –Jack dan Ben– hanya mengedikkan bahunya sambil memakan sarapannya dengan santai.

Biasanya, mereka semua tidak peduli dengan Luke. Namun, entah kenapa kedua orang tua mulai 'sedikit' peduli dengan Luke.

"Aku tak mengerti dengan anak itu, biasanya dia yang selalu bangun pagi, tapi kali ini?" ucap Andrew sambil menggeleng – gelengkan kepalanya.

"He's a loser dad." sahut Ben dan Jack mengangguk setuju.

Liz hanya diam dan menatap sarapannya. Membuat Andrew bingung.

"Apa yang kau pikirkan? Anak bodoh itu? Hah, paling dia sudah berangkat sejak pukul lima." ucap Andrew asal.

Entah kenapa, Liz mulai merasa ada yang aneh dengan Luke dan ingin memeriksa Luke serta memeluknya seperti ibu kebanyakan.

Dari ketiga anak keluarga Hemmings memang Luke yang tak pernah mendapatkan kasih sayang yang berlimpah seperti kedua kakaknya.

"Aku akan memeriksanya." ucap Liz sambil meninggalkan meja makan yang sisanya hanya menatap dengan tatapan penasan dan juga bingung.


***


tok...tok...tok...

liz mengetuk pintu kamar Luke dengan pelan. Namun, Ia menunggu beberapa menit taka da jawaban.

"Luke, buka pintunya." perintah Liz sambil mengetuk – ngetuk pintu kamar Luke.

Namun, saat ia memutar kenop pintu kamar Luke itu tak terkunci. Biasanya, Luke selalu mengunci kamarnya bahkan kedua orang tuanya tak pernah masuk ke dalam kamarnya sejak sekolah dasar.

Ibunya memandang haru kamar anaknya yang sudah menginjak usia delapan belas tahun itu sudah berubah banyak.

Dan pandangannya jatuh kepada Luke yang masih tidur dalam posisi miring ke kanan dan tubuhnya terbalut selimut tebal serta gorden kamar yang belum terbuka.

Liz membuka gorden kamar Luke yang menimbulkan cahaya terang masuk ke dalam kamar Luke. Namun, tubuh Luke tak merespon apapun membuat ibunya tersenyum kecil.

Liz menghampiri anak bungsunya itu sambil duduk di tepi tempat tidur Luke dan mengelus puncak kepala anaknya yang belum pernah ia pegang lagi selama dua belas tahun. Ia benar – benar menyesal telah meninggalkan Luke.

"Luke, bangunlah sayang, kau tak sekolah?" bisik Liz ditelinga Luke dengan lembut namun tidak ada tanggapan.

"Luke?" panggilnya namun responnya masih sama.

"Luke?!" panggilnya lagi dengan nada yang dinaikkan satu oktaf sambil mengguncang – guncangkan badan anaknya yang sangat sulit dibangunkan.

Liz sangat panik bukan main.

"Andreeeew!! Ben! Jack!" panggil Liz kepada suami serta anak – anaknya.

Setelah beberapa menit. Mereka datang, "Astaga mom, apa yang terjadi?"

Liz memandang ketiganya dengan tatapan takut serta khawatir.

"L–luke... t–tidak bergerak."

Jawaban Liz sukses membuat Ben dan Jack tertawa terbahak – bahak.

"Dia hanya pura – pura, mom" celetuk Jack yang masih saja tertawa dan Ben mengangguk tanda setuju.

Andrew pun langsung menghampiri Luke yang masih bertengger manis ditempat tidur dan ia menaruh telunjukkan tepat di hidung Luke.

Betapa terkejutnya ia ketika tahu sang anak bungsunya tak bernapas.

Ia mencoba mencari denyut nadi di lehernya namun tidak ada dan di tangan kirinya juga tidak ada. Andrew terlihat panik.

"Kita harus ke rumah sakit sekarang!!!" perintah Andrew sambil membopong tubuh Luke untuk membawanya kerumah sakit.


***


Sudah satu jam keluarga Hemmings menunggu kepastian menunggu Luke yang tengah ditangani oleh pihak medis. Mereka semua rela tidak pergi bekerja, kuliah dan sekolah hanya ingin memastikan bahwa Luke baik – baik saja.

Akhirnya dokter keluar ruangan.

"Bagaimana keadaan anak saya dokter?" tanya Liz ragu.

Dokter hanya menghela napas berat, "Maafkan kami, nyonya. Anak anda menderita serangan jantung yang membuatnya menghadap sang pencipta lebih dulu daripada kita," Ucap sang dokter, "Saya permisi."

Ibunda Luke menangis dengan keras dilorong rumah sakit, ayah Luke hanya memeluk sang istri supaya tenang dan kedua kakaknya hanya terdiam ditempatnya sambil menunduk. Menyatakan bahwa mereka menyesal.

Mereka semua menyesal karena tidak peduli kepada Luke.

Tidak peduli kepada anak dan adik paling terakhirnya itu.

Bagi mereka, Luke sudah tenang disurga.

Tanpa mereka ketahui,

Luke sudah bersama Amelia di neraka untuk membuat mimpi buruk yang paling menakutkan yang pernah ada.





***

this chapter is so ugly. ugh.

I'm sorry.

Nightmare ✧ Hemmings [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang