Part 11

2.2K 234 61
                                        

Beberapa hari setelah pulang dari China.

Setiap pagi selalu Junhoe lalui dalam keheningan.

Juga dipagi-pagi berikutnya.

Suasana rumah yang selalu sunyi membuat Junhoe seolah hidup sebatang kara didunia ini.

Hingga hari ini pun (Junhoe sampai lupa sudah berapa hari lamanya ia tak bertemu dengan belahan jiwanya), Junhoe masih saja sering terlihat seolah mencari seseorang didalam rumahnya ketika ia mulai lapar, atau ketika ia malas mandi.

Dan berakhir dengan lelaki tinggi itu yang hanya terdiam diambang pintu dapur maupun pintu kamar mandi.

Oh, betapa Junhoe ingin menghentikan segala sikap konyolnya ini.

Jelas-jelas Jinhwan sudah tidak ada lagi dirumah ini, kasarnya dinegara ini. Dan Junhoe dengan bodohnya terus membayangkan kalau Jinhwan akan menyambutnya ketika ia pulang kerumah sehabis kuliah, seperti biasa.

Junhoe menghela nafas. Tepat hari itu, ia meneguhkan hatinya 'sekali lagi'.

Melupakan Jinhwan adalah satu-satunya jalan terbaik yang harus ia lakukan mulai sekarang. Atau jika tidak, dialah yang akan benar-benar menjadi gila dan Junhoe tak ingin itu terjadi.

Ingatkan dia tentang janjinya kepada sang ayah.
Atau semua perjuangannya hanya akan menjadi sia-sia.
.
.
.
Jinhwan pun begitu.
Sudah terhitung lebih dari sepekan lamanya dia tak lagi bertemu dengan Junhoe.

Sosok lelaki yang tidak mudah untuk ia usir dari hatinya bahkan hingga sekarang.
Jinhwan sudah terlanjur mencintai kakaknya itu terlalu dalam, hingga perasaannya tidak bisa diangkat lagi.

Tidak bisa. Benar-benar tidak bisa.

Dan itu bukan berarti Jinhwan tidak pernah mencoba untuk melupakan Junhoe.

Dia sudah mencoba semampunya. Tapi jawabannya tetap sama_

_Jinhwan tidak bisa melupakan Junhoe.
.
.
.
Canada.

Pagi itu, Junhoe berangkat kuliah seperti biasa. Dia tidak ingin seperti orang-orang didalam drama yang akan menjadi kurus lalu meninggal dalam keterpurukan.

Memang, sejak Jinhwan pergi Junhoe merasakan kehampaan yang luar biasa didalam hidupnya. Hari-hari yang ia lalui terasa kosong.

Namun dengan hati kerasnya, Junhoe tetap berusaha bersikap biasa seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu sebelum ini.

Junhoe bahkan semakin menjaga pola hidupnya, makan dengan teratur dan tetap menjalani aktifitas kuliahnya seperti dihari-hari biasa.

Seperti yang sudah Junhoe katakan. Ini juga merupakan pilihannya. Dia tentu tidak akan pernah lupa bagaimana tangisan Jinhwan yang pecah malam itu ketika ia berkata 'tidak bisa mempertahankan cinta mereka lagi', bagaimana Jinhwan yang nekat untuk menemuinya sebelum anak itu dan ayah mereka berangkat ke China, dan bagaimana pula sisi lain Jinhwan yang muncul dengan tidak terduga ketika Junhoe akhirnya memutuskan akan mengantarkannya kembali ke China, hampir saja Jinhwan bunuh diri karenanya. Dan_

_Iya, Junhoe menyesal karena telah banyak membuat adiknya mengeluarkan air mata. Namun tidak pernah sekalipun penyesalan itu datang diawal bukan?

Maka ketika semuanya sudah terjadi, biarkan lah arus membawa kehidupan mereka masing-masing setelah ini.

Mereka sudah berpisah. Benar-benar berpisah dan entah kapan mereka akan dipertemukan kembali.

Jadi Junhoe pikir, tak ada waktu lagi untuk dirinya memupuk rasa penyesalan yang sudah terlanjur tertanam didalam hatinya itu.

Dividing Distance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang