Part 9

2.2K 232 55
                                    

Esoknya.

Pintu kamar Junhoe masih tertutup dengan rapat karena dikunci oleh penghuninya dari dalam.

Bahkan ketika Jinhwan dan ayahnya sudah beranjak menuju pintu keluar pun, Jinhwan masih tidak bisa mendengar suara Junhoe sedikitpun. Kamar itu sangatlah hening.

Padahal Jinhwan ingin menemui Junhoe dan memeluknya sebelum pergi.

Jinhwan meringis. Namun ia hanya meringis diam-diam karena takut akan diketahui ayahnya. Ekspresi lelaki paruh baya itu terlihat agak berbeda hari ini, antara sedih, kecewa (yang masih kentara), dan juga tidak tega.

Ya, Jinhwan merasakan aura itu didalam raut wajah ayahnya dan dia tak ingin menambah beban pria tua itu lagi.

Jadi ketika ayahnya berkata 'Tenang saja, ayah yang akan menelfon kakakmu ketika kita sudah sampai di China'. Jinhwan hanya mengangguk patuh. Seketika merasakan kalau kata 'China' begitu mampu membuatnya pusing.

Dan kedua lelaki berbeda umur itupun segera meninggalkan halaman rumah yang sudah Jinhwan tempati selama beberapa tahun itu.

Meninggalkan segala kenangan yang masih terukir dengan jelas diingatan Jinhwan, meninggalkan hatinya dan separuh jiwanya disana.

Taxi pun melaju. Membuat Jinhwan mau tak mau menolehkan kepalanya untuk melihat rumah yang telah menyimpan berjuta kenangannya bersama sang kakak.
Kenangan akan cinta mereka.

Dan entah kapan Jinhwan akan kembali kerumah itu lagi.

Jinhwan sangat gelisah. Ia ingin sekali menangis, namun ia tahan sekuat tenaga keinginannya itu selagi didepan ayahnya.
.
.
.
"Kau sudah siap?"

Jinhwan mengangguk patuh. Ia menghela nafas sejenak lalu ikut berdiri dan mulai mengayunkan kakinya mengikuti sang ayah melangkah.

Ditangan kiri Jinhwan terdapat sebuah koper berukuran sedang. Kedua kaki pendek itu berjalan dengan lancar, namun hati kecilnya seolah terus berteriak dari dalam untuk menyuruhnya berhenti.

'Hentikan ini Jinhwan!'

'Hentikan ini Jinhwan!'

'Hentikan ini_

_Dan Jinhwan benar-benar berhenti.

Tepat ketika sepasang sepatu berwarna putih yang sangat ia kenal berdiri selangkah didepannya.

Jinhwan terbelalak. Ia dengan cepat mengangkat wajahnya yang semula menunduk dan kemudian melotot tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Aku datang" Ujar lelaki tinggi yang kini berdiri dihadapannya.

Jinhwan seketika tergagap.
"Ju_Junhoe?"

"Iya, ini aku. Aku datang untuk menjemputmu. Kau bilang kau mencintaiku kan? Jadi tetaplah tinggal."

"Jun. Aku_"

Tepukan lembut dibahu Jinhwan membuat lelaki itu meringis. Ia tiba-tiba melepas koper dari pegangan tangannya kemudian memijit pelipisnya pelan.

"Kau baik-baik saja nak?"

Deg.

Jantung Jinhwan mulai berdetak kencang. Jinhwan mengangkat wajahnya mendengar suara itu, dan ia tiba-tiba terdiam.
Apa yang terjadi dengan dirinya?_

"_Jinhwan?"

"A_Ayah, aku tidak_" Perkataan Jinhwan mendadak berhenti. "_Apa-apa~" Lirihnya ketika matanya melihat sang ayahlah yang kini tengah berdiri selangkah didepannya. Tepat dan persis ditempat Junhoe barusan berdiri.

"Ayah?_" Jinhwan ingin menanyakan soal Junhoe yang baru saja datang menemuinya, namun yang ada ia malah kembali diam setelah itu.

"Ya?" Ujar sang ayah.

Dividing Distance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang