Part 8

2.5K 238 27
                                    

Malam semakin larut.
Keadaan sebuah rumah yang beberapa hari lalu sangat ramai kini tampak sunyi dan lengang, bagai tak berpenghuni. Karena beberapa orang yang semula masih berada disana memilih untuk segera pulang, dan mereka juga secara tidak sengaja telah berhasil mendengar pertengkaran hebat yang terjadi sekitar beberapa jam yang lalu dirumah tersebut.

Jadi sedikit banyaknya, mereka tahu apa masalah yang tengah menimpa keluarga si pemilik rumah, hingga alasan dibalik pembatalan perjodohan si putra sulung, Goo Junhoe.

Tup.

Pintu rumah tertutup dengan pelan ketika seorang wanita tua menutupnya dari luar. Dia adalah orang terakhir yang meninggalkan rumah dengan suasana yang semakin sunyi itu.

Wanita tua itu memegang dadanya lalu menghela nafas panjang. Ia menatap kearah pintu sekali lagi sebelum benar-benar pergi dari sana. Didalam langkahnya, ia terus bergumam dan berdo'a agar keluarga kecil itu tetap utuh dan mendapatkan jalan keluar yang terbaik untuk 'masalah rumit' yang tengah mereka hadapi.
.
.
.
Mata Jinhwan terbuka secara perlahan. Kedua kelopak matanya terasa agak perih dan sakit ketika ia menggerakkannya.

Bengkak, itu lah yang sedang terjadi pada matanya.

Hal pertama yang Jinhwan lihat ketika ia membuka mata adalah wajah damai ayahnya yang tengah terlelap.
Jinhwan menyentuh pipi yang mulai keriput itu dengan perasaan sedih. Merasa begitu berdosa terhadap lelaki tua yang begitu dicintainya itu.

"Maafkan aku ayah~" Gumamnya dengan suara lirih dan parau.

Jinhwan masih menatap lelaki tua itu dengan kedua bibir yang melengkung kebawah.

Dia baru saja terbangun dari tidurnya, dan merasa kelelahan akibat menangis. Begitu pun dengan sang ayah yang juga terlihat memejamkan mata dengan lelah disampingnya.

Betapa Jinhwan ingin mengembalikan senyum cerah ayahnya lagi.

Mata Jinhwan kemudian beralih menatap dinding. Jarum jam menunjuk tepat diangka 11 lewat beberapa menit.

Sekali lagi Jinhwan melihat kearah ayahnya, ia memajukan wajahnya yang sembab lalu mencium pipi keriput itu sekali, kemudian dengan gerakan yang sangat pelan dan penuh kehati-hatian, Jinhwan mulai bangkit dari kasur dan berjalan menuju pintu.

Saat tangannya sudah memegang kenop pintu, Jinhwan menoleh lagi kebelakang, ia menatap wajah sang ayah sekali lagi sembari menggigit bibir gelisah.

Lelaki mungil itu sempat mengalami peperangan batin didalam dirinya sekitar beberapa detik, sebelum akhirnya Jinhwan benar-benar memutuskan untuk keluar dari kamar ayahnya.

Karena satu tujuannya saat itu adalah, dia ingin menemui Junhoe dan memeluknya. Memeluk lelaki tinggi yang sangat dicintainya itu kemudian mengucapkan kata maaf sebanyak mungkin kepadanya.

Sebelum perpisahan mereka esok.

Jinhwan tidak tahu apakah dia sanggup atau tidak. Tapi. Mau bagaimana lagi keadaan terus mendesaknya.
.
.
.
Sepeninggal Jinhwan, sepasang mata lain ikut terbuka dari tidurnya. Itu adalah mata sang ayah. Kedua mata lelah itu kemudian menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang mulai campur aduk.

Ia ingin menyusul Jinhwan dan mencegahnya menemui Junhoe.

Namun tiba-tiba hati kecilnya menolak. Setidaknya, dia harus memberikan Jinhwan kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan kepada kakaknya.

Dengan caranya sendiri.

Tuan Goo hanya sedang mencoba berpikir positif ditengah kegundahan hatinya. Karena sesungguhnya, kejadian beberapa saat lalu masih terngiang diotakknya, seperti sebuah mimpi buruk yang selalu menghantui setiap detik yang ia lewati, dan seakan berusaha membunuh hati kecilnya.

Dividing Distance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang