Satu

663 42 19
                                    



DI RUANGAN seni istana Kliffard, Pangeran Henry sedang memegang pahat dan palu. Di hadapannya terletak sebongkah kayu yang sedang dikerjakannya. Sebentuk hewan berkaki empat yang bentuknya masih kasar mulai terlihat dari kayu itu. Tangan Pangeran Henry terus berkutat dengan peralatan untuk menyelesaikan karya patung itu.

Ruangan seni itu lumayan luas, namun isinya tidak begitu banyak. Hanya ada beberapa perkakas seperti palu, pahat, gergaji, cat, dan beberapa benda lain untuk memahat. Beberapa patung pahatan karya Henry yang tidak terlalu bagus berdiri di lantai dan di meja. Ruangan itu cukup berantakan karena dia sering menggunakannya dan meninggalkannya begitu saja setelah selesai.

Sedikit sekali pangeran yang paham mengapresiasi karya seni, dan lebih sedikit lagi yang mencipta karya seni. Henry adalah salah satu dari sedikit pangeran yang mengerti seni dan mampu menciptakannya, walaupun sebenarnya dia sendiri belum terlalu telaten. Karena itu dia dengan giatnya terus mengasah kemampuannya dalam menciptakan karya seni-dalam hal ini karya seni patung.

Saat itu, Pangeran Kevin, adik Pangeran Henry yang berbeda enam tahun darinya, memasuki ruang seni itu dan menghampirinya. Pangeran ini adalah tipe pangeran yang tidak peduli dengan seni, apalagi untuk repot-repot menciptakannya. Dia mengamati pahatan Henry, lalu berkomentar untuk mengganggu kakaknya, "Kelihatannya kepalanya terlalu besar."

Henry yang baru sadar akan kehadiran adiknya lalu berbalik, mendapati Kevin tersenyum memperhatikan patung pahatan yang dikerjakannya. "Aku kan baru belajar, jadi wajar kalau karyaku ini belum sempurna."

"Makhluk apa ini? Dan benda apa ini di dahinya?" tanya Kevin.

"Tentu saja ini unicorn, kuda dengan satu tanduk di kepalanya." Henry terus memahat tiap sisi patung setengah jadi itu.

"Oh, makhluk mitologi itu." Kevin mendekati pahatan itu. Kakinya menginjak serpihan kayu yang bertebaran di lantai. "Kau masih percaya dengan mereka ya?"

"Tentu saja. Kau hanya belum pernah melihatnya. Aku yakin mereka hidup di suatu tempat, jauh dari pemukiman manusia."

"Kau tidak berubah dari sejak masih anak-anak. Masih mempercayai keberadaan unicorn." Kevin tertawa kecil. "Memangnya kau pernah melihat mereka?"

"Belum. Tapi sebentar lagi mereka akan kutemukan." Henry berkata yakin.

"Sebentar lagi?" Kevin menaikkan alisnya.

"Ya. Saat aku berjalan-jalan di bukit," kata Henry "aku bertemu seorang penjelajah. Aku bertanya dia menjelajah kemana dan dia berkata bahwa dia telah mendatangi Pegunungan Geern di utara. Saat dia sedang mendaki ke puncak gunung itu, dia bertemu seekor kuda dengan tanduk di kepalanya. Aku ragu dia mengatakan hal yang sebenarnya, namun keraguanku hilang saat dia memperlihatkanku bukti. Dia mengeluarkan tanduk unicorn yang sangat panjang dari tas bawaannya. Tanduk itu dia dapat dari tulang tengkorak unicorn yang sudah mati. Setelah melihatnya, aku semakin yakin tentang keberadaan kuda bertanduk itu."

"Dan kau akan pergi ke gunung itu untuk melihatnya langsung?"

"Tentu saja." Henry kembali memukul pahatnya dengan palu.

"Aku yakin kau akan kecewa. Kau tak akan menemukannya."

"Aku yakin itu tidak benar."

"Terserah. Semoga patung unicorn ini cepat selesai. Aku ingin melihat hasil akhirnya," kata Kevin, tersenyum mendengar perkataan kakaknya yang begitu yakin. kemudian berjalan meninggalkan Henry dan pahatannya.

"Kau bisa ikut denganku ke gunung Geern," kata Henry.

Kevin berhenti kemudian terkekeh dan berkata, "Terima kasih atas undangannya, tapi aku tidak mau."

"Baiklah kalau begitu. Tak masalah."

Henry kembali mengerjakan pahatannya, kali ini di bagian kaki-kaki unicorn itu. Dia berhenti sejenak untuk mengamati bentuk pahatan itu, sekalian mengistirahatkan tangannya yang lelah. Dia rasa Kevin benar, kepalanya memang terlihat terlalu besar untuk tubuhnya. Sementara Kevin sudah meninggalkan ruang seni dari tadi. Suara pahatan kembali memenuhi ruangan itu.


***


KEVIN BERJALAN menuju taman istana yang sangat luas untuk menghirup udara segar. Saat dia berdiri di sana memandangi kolam berisi puluhan ikan koi dari Cina dengan warna-warna cerah, seorang pengantar pesan datang dan memberi hormat kepadanya.

"Anda mendapat sebuah pesan, Yang Mulia," kata pengantar pesan sambil memberikan sebuah surat.

Kevin mengamati surat itu. Di amplopnya tertulis "Teruntuk Pangeran Kevin." Dari tulisannya, sang pangeran tahu itu dari Putri Margareta, kekasih tercintanya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali-sekitar lima bulan yang lalu-dia menerima surat darinya.

"Terimakasih, kau boleh pergi."

Pengantar pesan memberi hormat lalu meninggalkan Kevin dengan surat dari putri pujaannya.

Kevin segera membuka amplop surat itu saat pengantar surat berbalik untuk pergi. Dia benar-benar sudah tidak sabar membaca isinya. Mata Kevin menelusuri tulisan tangan sang putri yang rapi. Tiap kata membuat tubuhnya terasa ringan. Senyum tak lepas dari bibirnya saat membaca. Namun senyum itu luntur saat matanya tiba dibagian paling tidak menyenangkan. Putri Margareta ingin memutuskan hubungan.

Kevin tidak percaya ini. Baginya keputusan ini sangat tiba-tiba. Seingatnya mereka selama ini tidak pernah bertengkar. Dia membaca lagi bagian itu untuk memastikan dia tidak salah baca, tapi isinya masih sama. Margareta berkata bahwa dia bosan dengan Kevin. Baginya hubungan mereka terasa hambar.

Hambar? batin Kevin tidak mengerti.

Di situ tertulis bahwa Margareta ingin memberi kesempatan kepadanya. Dia mungkin akan melanjutkan hubungan mereka bila dia menerima kejutan. Entah dibuatkan sebuah istana, dibawakan seekor unicorn, atau hal mengejutkan lainnya. Mata Kevin berhenti pada kata unicorn. Dia mengingat rencana Henry yang akan mencari unicorn di gunung. Dirinya bertanya-tanya apakah dia harus ikut dengan kakaknya. Tapi dia sendiri tidak yakin unicorn benar-benar hidup di gunung Geern. Baginya unicorn itu hanya makhluk mitologi. Dia tidak ingin waktunya terbuang sia-sia hanya untuk mencari makhluk yang tidak ada.

Kevin memasukkan kembali surat itu ke dalam amplop. Dia melemparkan butiran-butiran makanan ke dalam kolam. Menyadari adanya makanan, ikan-ikan itu dengan rakusnya saling bergesekan berebut butiran makanan itu. Kevin memperhatikan perilaku mereka. Pikirannya menimbang-nimbang. Apakah dia akan ikut kakaknya mencari hewan yang dia tidak percayai keberadaannya? Ini semua tentang hubungannya dengan sang putri. Dia menarik nafas lalu menghembuskannya. Dia sudah membuat keputusan.

Petualangan Mencari UnicornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang