Sepuluh

115 10 4
                                    



SETELAH LAMA meninggalkan istana Kliffard, Kevin dan Caleb pun kembali. Kevin yang kesakitan berusaha turun dari kudanya. Tangannya yang patah sudah ditangani seorang tabib saat melewati sebuah desa dalam perjalanan pulang. Meski begitu, dia belum bisa menggerakkan tangannya dengan leluasa. Caleb membantunya turun dari kudanya.

"Pelan-pelan, Pangeran," Caleb memegangi Kevin yang mencoba turun. Kevin agak meringis karena rasa sakit yang menyerangnya.

Ratu Anna yang kebetulan sedang keluar dari dalam istana melihat kedatangannya dan segera menyongsong putranya itu. Dia langsung terkejut saat melihat keadaannya yang tidak baik.

"Apa yang terjadi Kevin?" tanya sang Ratu. Keningnya berkerut melihat anak bungsunya yang berjalan tertatih-tatih dibantu oleh Caleb.

"Aku hanya sedikit terluka. Aku tidak apa-apa, Bu." Kevin tersenyum mencoba meyakinkan ibunya bahwa dia baik-baik saja. Meski begitu ibunya tentu saja masih cemas.

"Kevin, Anakku, kau harus dirawat oleh tabib."

Henry yang melihat adiknya akhirnya pulang ikut bergabung dengan mereka. Sama seperti Ratu Anna, Henry juga cukup terkejut melihat kondisi adikknya.

"Apa yang terjadi padanya?" Henry menanyai Caleb dengan ekspresi serius dan mendesak.

Kevin dan Caleb diam saja. Henry kebingungan melihat sikap keduanya. "Ada apa? Ceritakanlah apa yang terjadi!"

Caleb mulai membuka mulutnya, tapi dia teringat janjinya untuk merahasiakan ini. Jadi dia menutup bibirnya, tidak mengeluarkan kata apa pun.

"Kalian tidak mencoba menangkap unicorn kan?" tanya Henry curiga. Matanya menatap tajam ke arah adiknya dan si pengawal.

"Te... tentu saja tidak," Kevin berbohong. Matanya melirik Caleb yang juga balas meliriknya. Keduanya merasa gelisah seperti anak kecil yang menyembunyikan kesalahannya. Sementara itu Ratu hanya diam. Dalam hatinya dia juga ingin mengetahui apa yang telah terjadi sesungguhnya.

"Pangeran Kevin diserang oleh unicorn saat kami berusaha menangkapnya," Caleb menjelaskan dengan kikuk. Rahasianya dengan Kevin akhirnya terbongkar dengan begitu mudah. Kevin dengan terkejut menatap Caleb.

"Maafkan saya, Pangeran. Saya tidak mampu menyembunyikan fakta ini lebih lama," Caleb berkata.

Henry memberi tatapan tidak percaya pada Kevin. Merasa terdesak, Kevin akhirnya mengaku, "Ya, kami mencoba menangkap seekor unicorn, dan dia menyerang kami," katanya sambil menghela napas.

"Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak menangkapnya kan?" kata Henry jengkel.

"Ya, tapi aku harus mendapatkannya." Kevin bersikeras.

"Kenapa?"

Kevin ingin mengatakan bahwa itu permintaan Margareta, tapi dia memutuskan untuk diam saja. Mereka tidak perlu tahu tentang itu. Bisa saja pendapat mereka tentang kekasihnya itu menjadi jelek dan mereka melarangnya untuk menemuinya lagi. Tidak. Kevin tidak ingin berpisah dengannya.

"Oh, Anakku. Aku lupa memberitahu kalian bahwa menurut legenda hanya perawan saja yang bisa menjinakkan unicorn," Ratu Anna berkata. "Ayo kita ke dalam. Tabib akan merawat luka-lukamu."

Ratu Anna memegang bahu Kevin, menuntunnya kedalam istana. Henry berpaling menatap Caleb yang berdiri dengan canggung di dekatnya. Dia tahu bahwa mereka sudah merencanakan ini dari awal.

"Caleb, kau seharusnya memberitahukan rencana itu padaku sejak awal," kata Henry datar.

Caleb tidak berani melihat wajah Henry. Suaranya itu, meskipun tanpa amarah, cukup membuatnya gemetar. Dia tahu Pangeran Kevin kecewa atas apa yang telah terjadi. Dia hanya berkata pelan, "Maafkan aku."

Henry menghela napas. Dia menatap pemuda di depannya yang terlihat ketakutan. Lalu melanjutkan menginterogasinya. "Apa yang Kevin katakan padamu?"

Dengan gugup Caleb menjawab, "Pangeran Kevin menyuruhku untuk merahasiakan rencana ini. Sebenarnya aku adalah pengurus kuda yang disuruh berpura-pura sebagai prajurit agar Anda tidak tahu. Saat Anda pulang bersama Ron, kami tidak mencari bunga, tapi kami mencoba menangkap unicorn. Tapi, diluar dugaan kami, unicorn itu sangat kuat. Kami tidak bisa menjinakkannya. Unicorn itu mulai mengamuk dan menyerang kami."

Henry diam sejenak kemudian berkata, "Apa yang kalian lakukan ini sangat beresiko. Kau harusnya jujur sejak awal. Kau akan berada dalam masalah jika Raja mengetahui bahwa kau telah berbohong dan menempatkan Pangeran Kevin dalam bahaya."

"Saya tahu saya salah. Tapi saya memohon agar Anda mengampuni saya. Saya mohon," kata Caleb sambil tertunduk. "Tolong jangan beritahukan ini pada Raja. Tolong jangan hukum saya. Saya akan segera meninggalkan istana ini, tapi tolong kasihanilah saya."

Melihat pemuda di hadapannya memohon seperti itu membuat rasa belas kasih Henry tergerak. "Sudahlah," katanya. "Aku tidak akan mengadukanmu kepada Raja. Kau juga tidak perlu meninggalkan istana ini. Kerjakanlah tugasmu sebagai pengurus kuda dengan baik."

Caleb mendongakkan kepalanya menatap pangeran baik hati di depannya. Dirinya tidak lagi khawatir, tapi penuh rasa syukur atas keputusan bijaksana yang diberikan Henry. Kebahagiaan itu terlihat di wajah pemuda itu.

"Terimakasih, Pangeran, terimakasih, terimakasih," ucap Caleb terus-menerus.

Henry menyunggingkan senyum melihat tingkah Caleb yang begitu senang. "Sama-sama. Sekarang kau boleh pergi," kata Henry.


LUKA-LUKA Kevin sudah di bersihkan dan diobati oleh tabib, dan kini dia sedang berdiri di dekat jendela kamarnya. Dia sedang membaca lagi surat yang diterimanya dari Margareta. Surat yang membuatnya memutuskan untuk ikut dalam pencarian kakaknya, mencoba menangkap seekor unicorn untuknya yang hanya membuatnya terluka. Perasaannya sedih juga kesal karena dia tidak bisa mengabulkan permintaannya. Dia mungkin akan membuatkan istana saja untuk sang putri. Tapi itu akan membutuhkan bertumpuk-tumpuk emas. Kalau begitu dia harus menanti sampai ayahnya memberikannya warisan dan itu akan sangat lama sekali. Jadi dia tidak akan membuat sebuah istana. Itu berarti hubungan mereka akan berakhir.

"Kau sudah baikan?" suara Henry terdengar dari belakangnya.

Kevin terkejut karena Henry tiba-tiba berdiri tepat di belakangnya. "Kakak?"

"Kau tidak menutup pintu kamarmu," Henry berkata. "Jadi kau sudah baikan?" tanyanya lagi.

"Ya, sudah sedikit membaik. Walau tanganku yang terkilir masih sakit kalau digerakkan."

"Kenapa kau mau menangkap unicorn itu?"

"Sebenarnya itu keinginan putri Margareta. Dia mengirimiku surat ini. Dia ingin aku memberikan sesuatu yang mengejutkan misalnya saja seekor unicorn. Dan karena waktu itu kau mau pergi ke gunung Geern untuk melihat unicorn, jadi aku ikut denganmu untuk menangkap satu," akhirnya Kevin mengaku juga. Tidak ada gunanya menyembunyikan semuanya.

Henry mengangguk. Dia tahu betapa cintanya adiknya pada putri Margareta hingga dia melakukan petualangan ini. Cinta ternyata adalah semacam kekuatan yang mampu menggerakkan seseorang untuk melakukan apa yang tidak ingin dia lakukan. Dan dia pikir adiknya patut mendapatkan hasil dari kerja keras yang dia lakukan.

"Dia ingin seekor unicorn kan? Aku punya seekor unicorn. Kau boleh memberikan itu padanya."

Kevin menoleh ke kakaknya dan wajah tidak percaya. Dia baru saja mendengar sesuatu yang benar-benar luar biasa. "Sungguh?"


A/N: Maaf atas update yang lama. Karena tugas kuliah yang tidak bisa ditinggalkan, maka saya memilih untuk meninggalkan novel ini untuk sementara.

Petualangan Mencari UnicornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang