Episode 1

803 52 24
                                    

#np: Boys Like Girls featuring Taylor Swift – Two is Better Than One

I remember what you wore on that first day

You came up at my life and I thought

Hey, you know, it could be something...


***

Aviva memegang erat payung bertuliskan logo Repsol di tangan kanannya dengan erat. Tangan satunya lagi ditempatkannya di pinggang dengan posisi bak supermodel—sementara kepalanya sibuk menghadap ke barisan kamera wartawan yang tengah membidik gambar pembalap yang dipayunginya. Tubuh mungil Aviva berkali-kali ikut terbidik kamera—selain karena beberapa wartawan memang sengaja lebih fokus mengambil gambar gadis cantik itu. Beberapa menit kemudian jumlah wartawan di sekitar starting grid mulai berkurang. Aviva menghembuskan nafas lega. Diturunkannya tangan kanannya dari pinggang. Ia memindahkan pegangan payung ke tangan kanannya, sementara tangan kirinya sibuk dikibas-kibaskan ke samping untuk mengusir sedikit rasa pegal yang sempat dirasakannya.

Aviva menggerak-gerakkan kakinya dengan sedikit gelisah. Dari tadi sebenarnya ia kurang merasa nyaman dengan kemeja berukuran kekecilan dan hotpants yang harus dipakainya hari ini. Tapi, tentu saja ia tidak boleh protes. Tuntutan pekerjaan! Toh dia dibayar untuk melakukan ini—berdiri dengan pakaian minim dan memegangi payung serta beberapa kali tersenyum manis ke arah wartawan. Cukup mudah. Dan bayarannya lumayan. Dua hal itu yang langsung membuatnya tertarik untuk melamar menjadi umbrella girl di GP Sachsenring kali ini.

Hanya saja, ada satu hal yang masih terasa mengganjalnya sampai sekarang. Hal itu tak lain adalah pembalap yang dipayunginya, gacoan Repsol Honda, Marc Marquez. Aviva sudah mencoba ramah saat pertama kali bertemu dengannya di paddock dua hari lalu, saat sesi latihan bebas pertama. Ia tersenyum dan mengulurkan tangan, bermaksud ingin berkenalan. Tak disangka Marc sama sekali tak membalas uluran tangannya, bahkan sekedar melempar senyum pun tidak. Ia hanya berdehem sekilas kemudian berlalu pergi menemui kru mekaniknya,

Ternyata benar apa kata orang-orang, pikir Aviva saat itu, dia sombong. Selama ini Aviva banyak mendengar selentingan bahwa senyum joker khas Marquez hanya ditampakannya di depan kamera. Aslinya? Dia adalah pribadi yang semaunya sendiri, cenderung tidak mendengarkan apa kata orang lain, sombong dan arogan. Aviva baru mempercayai apa kata orang-orang setelah bertemu langsung dengan Marc.

Safety car mulai berjalan, tanda balapan akan segera dimulai. Kru mekanik di sekitar starting grid mulai berkurang—mereka berjalan menuju garasi tim masing-masing. Marc yang hari ini memulai balapan dari pole position hanya tinggal ditemani Aviva. Ia bersiap memasang helmnya saat Aviva nyeletuk ringan.

"Semoga beruntung, ya."

"Hmmm..." gumam Marc sebagai jawaban.

Aviva menurunkan payungnya dan menatap Marc dengan sedikit sebal. "Aku sungguh-sungguh, lho. Semoga beruntung. Balaslah dengan sedikit lebih panjang, jangan hanya "hmmm" saja."

"Kau pikir kau dibayar di sini untuk ngobrol denganku?"

Aviva merasa hatinya mencelos saat mendengar jawaban Marc. Ia sampai tak sanggup berkata-kata dan hanya bisa menyaksikan pembalap itu mulai mempersiapkan diri di atas tunggangannya. Dengan cepat dirapikannya payung Repsol di tangan dan ia mulai berjalan menjauhi starting grid, kembali ke dalam paddock. Kakinya menghentak-hentak kesal di atas aspal.

Aku tahu dia itu pembalap beken, sudah memenangi tujuh balapan berturut-turut, memecahkan banyak rekor...tapi tak kusangka perangainya seburuk itu! Bahkan untuk sekedar membalas senyum pun tidak bisa! Huh! Jadi selama ini dia cengar cengir di depan wartawan itu palsu! Untung aku hanya bekerja di sini satu seri saja. Kalau bukan karena gaji menjadi umbrella girl cukup untuk membayar biaya kuliah, dia pikir aku mau memayungi kepalanya yang sok pintar itu?!

Under Your Umbrella, I Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang