Episode 8

381 38 2
                                    

#np Daughtry – Waiting for Superman

She's talking to angels, counting the stars

Making a wish on a passing car

She's dancing with strangers, she's falling apart

Waiting for Superman to pick her up

In his arms, yeah, in his arms, yeah

Waiting for Superman


"Mich, ini keren sekali!"

Aviva menempelkan handphone di telinga sambil berjalan menyusuri trotoar. Malam ini di Tokyo masih terasa ramai walaupun jam sudah menunjukkan pukul 21.30 waktu setempat. Lampu-lampu jalanan dan toko-toko berpendar warna warni. Mobil-mobil dan kendaraan lain lalu lalang tiada hentinya. Panci-panci penjual makanan di pinggir jalan mengepulkan uap panas yang baunya tercium ke hidung Aviva bahkan setelah ia berlalu pergi.

Seumur hidup baru kali ini Aviva menjejak tanah Jepang. Seperti biasanya ia datang menyusul ke sirkuit sehari sebelum race, makanya dia tidak punya kesempatan untuk jalan-jalan sebelum balapan. Namun, segera setelah balapan usai dan perayaan kecil-kecilan di paddock berakhir, ia segera memanfaatkan waktunya dan menikmati tiap jengkal kota modern ini. Bersama Dani, tentu saja. Tapi pacarnya itu harus segera meneruskan perjalanan menuju Australia, dan pesawatnya akan segera tinggal landas beberapa menit lagi. Aviva memutuskan untuk meneruskan jalan-jalannya di Tokyo malam hari seorang diri. Ia baru akan kembali ke Kanada naik penerbangan pagi esoknya.

"Aku khawatir terjadi apa-apa padamu," ucap Dani saat Aviva bermaksud ingin menjelajah Tokyo seorang diri.

"Hei, aku pernah backpacking berdua bersama Michelle keliling sepuluh negara bagian Amerika Utara, ingat? Aku tidak akan kenapa-kenapa."

"Amerika Utara beda dengan Jepang," Dani tetap pada pendiriannya. Ia takut Aviva menjadi sasaran tindak kejahatan karena tidak ada siapapun yang melindunginya.

"Bahasa Jepangku lumayan, kok. Lagipula ini baru pukul sepuluh. Jangan sampai kau ketinggalan pesawat hanya karena beradu mulut mengkhawatirkan pacarmu ini."

Dani nyengir lalu mengacak rambut Aviva pelan. Akhirnya ia menyeret kopernya meninggalkan lobby hotel menuju bandara bersama kru mekaniknya. Aviva meneruskan perjalanannya menyusuri malam kota Tokyo sambil sesekali mengambil gambar melalui pocket camera miliknya. Ia juga menelepon Michelle dan menceritakan tiap sudut kota yang dijelajahinya.

"Kapan-kapan kita harus backpacking kemari!" Seru Aviva di telepon. "Pasti seru sekali. Oke? Baiklah. Bye."

Aviva menutup telepon dengan cengiran lebar di wajahnya. Namun lengkung bibirnya langsung memudar begitu disadarinya ia sudah tidak lagi berjalan di trotoar. Suara klakson mobil yang begitu bising membuatnya tidak bisa mendengar suara Michelle di ujung telepon, jadilah kakinya melangkah ke dalam gang supaya bisa menelepon dengan leluasa. Masalahnya, kini ia sudah agak jauh dari jalan raya. Bising kendaraan tidak terlalu terdengar dari tempatnya berdiri. Bangunan-bangunan tinggi mirip rumah susun berdiri di sisi kiri kanannya. Gelap dan sunyi.

Aviva langsung memasukkan handphone ke dalam tas selempangnya dan berbalik dengan waspada. Ia baru akan melangkah menjauhi tempat itu saat dilihatnya bayangan dua orang terpantul di dinding rumah susun. Bayangan panjang yang berjalan dengan berisik dan mendekatinya dengan cepat.

Aviva langsung mengambil langkah seribu. Ia berjalan cepat tanpa suara menuju arah berlawanan dengan arah datangnya bayangan. Namun kini ia semakin jauh kesasar ke dalam gang. Kiri kanannya bukan lagi deretan rumah susun melainkan sungai kecil dengan jembatan batu di atasnya dan daerah pemukiman yang nampak terpencil dan kotor. Aviva mencoba bersembuyi di balik gerobak penjual makanan yang kosong dan dibiarkan terbengkalai di dalam gang.

Under Your Umbrella, I Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang