Maafkan typo.
Malam gelap dengan taburan bintang dan bantuan bulan sebagai penerang kini telah berubah digantikan oleh hangatnya mentari pagi. Suara burung mulai terdengar berkicauan menyambut pagi yang nampak sangat indah. Seindah pemandangan sepasang suami istri yang masih telelap dalam buaian mimpi.
Beberapa saat kemudian kelopak mata sang suami mulai menerjap, seyuman itu kembali terukir di bibirnya. Berharap jika apa yang dilihatnya kini adalah kenyataan bukan hanya ilusi semata.
Hangatnya dengkapan sang istri masih terasa nyaman, dengkuran halus masih terdengar pada indra pendengarannya, tangan mungil nan lembut itu masih merengkuhnya membuat rasa bahagia dihatinya semakin melambung jauh.
Tidak akan ada dinginnya es yang bisa mengalahkan hangatnya mentari.
Tidak akan ada kebenciaan yang dapat mengalahkan cinta.
"teruslah bersama denganku, aku membutuhkanmu sebagai nafasku, aku mungkin tidak akan mati kehilangan tapi aku pasti akan kekurangan." bisiknya dengan amat sangat lembut tepat di depan telingan sang istri.
"Aku tidak akan pernah bisa menjanjikan suatu hal yang aku sendiri bahkan tidak tahu akan kepastiannya, maka dengan itu aku tidak akan berjanji soal itu, tapi aku akan berusaha untuk tetap berada di dekatmu." suara halus itu seakan menyentak pendengaran Ali, membuat Ali menolehkan pandangannya pada Prilly yang tenyata sudah membuka matanya.
Prilly sedikit menggeliatkan tubuhnya ketika mereka melepaskan pelukan hangatnya.
"Udara di sini sejuk beda dengan Jakarta." Prilly bangkit dari tidurnya, melangkahkan kaki jenjangnya menuju jendela besar kamar mereka yang langsung menghadap taman.
"Sejuk yang menghangatkan. Disini terasa sejuk tapi tidak mendinginkan seperti di Jakarta, semoga setelah ini tidak akan datang lagi badai menerjang, tidak ada lagi gumpalan es yang membekukan. "
"tidak akan ada badai tanpa hujan yang menerpa, tidak akan ada gumpalan es yang membekukan tanpa hawa dingin. Semua terjadi karena alasan."
"Dan aku meminta maaf atas semua alasan itu." Ali mendengkap lembut bahu Prilly, saling menatap lurus gumpalan awan putih.
***
"Sarapan untuk Princess sudah siap." Ali menyimpan 2 piring nasi kuning buatannya di meja makan.
Prilly kembali terkekeh ketika melihat wajah lelah suaminya. banyak peluh di dahi suaminya, rambutnya yang berantakan serta celemek pink yang membuat suaminya terlihat unyu. Tadi sebelum memasak Ali baru sadar jika dirumah barunya itu belum ada sedikitpun bahan untuk dimasak, tadinya Ali akan membawa Prilly saja makan di restoran, tapi Prilly menolak keras ajakan Ali hingga membuat Ali harus pergi ke pasar tradisional karena sang istri ternyata ingin sarapan dengan nasi kuning buatan langsung suaminya tapi dengan syarat harus membeli bahan masakan langsung dari pasar tradisional bukan dari supermarket dekat rumahnya.
"Sudah hampir siang ini, kaka sih masaknya terlalu lama seperti siput." Prilly mengomel sambil memakan nasi kuning buatan Ali dengan mimik wajah menilai.
"bagaimana? " tanya Ali dengan pias wajah harap-harap cemas.
"baik."
Satu kata membuat Ali menghela nafasnya lega. "Aku kan memang selalu jadi yang terbaik untuk istriku."
Prilly menaikan sebelah alisnya, memandang suaminya dengan ekspresi geli. "Gombal mulu dari tadi."
"lebih baik gombal sama istri sendiri dong daripada gombalin istri orang bisa babak belur nanti." sahutnya ikut memakan nasi kuning buatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Om! (Revisi)
RomanceUmur bukanlah alasan utama pemersatu cinta. Semuanya berubah disaat aku mengenalnya.. Mengenal dia yang datang dengan seribu drama indah dihidupnya.. Dengannya juga aku jadi paham apa arti cinta yang sebenarnya tanpa harus banyak mengumbar kata. D...