Spesial Pov Ali
Maafkan typo
Happy reading
.
.
Bahagia, itulah kata yang menggambarkan rumah tanggaku saat ini. Melihatnya tersenyum, mendengarkan setiap rengekan manjanya, melihat binaran matanya membuatku nyaman dan merasa lega.
Tuhan memang adil, dia menciptakan kebahagiaan diantara kesedihan yang mendalam.
Takdir, aku harap inilah awal dari takdir kebahagiaan untuk kehidupan rumah tangga kita.
Seperti saat ini, wajah cantiknya nampak bersinar oleh pancaran bulan purnama, senyumnya merekah, jemari tangannya saling bertautan dengan jemari tanganku, harum rambutnya terasa begitu mengusik indra penciumanku.
Kudengkap erat kepalanya yang nampak nyaman beralas lengan kekarku, sembari sesekali kuciumi keningnya dengan lembut.
"Apalah artinya bulan tanpa bintang yang menemani, apalah artinya aku tanpa kamu disisiku. Mungkin malam tidak akan menjadi gelap gulita walaupun tanpa bintang yang menemani, tapi malam tidak akan sempurna tanpa hadirnya bintang yang melengkapi, sama halnya seperti aku yang tidak akan sempurna tanpa hadirnya kamu, karena kamu adalah alasan kesempurnaan untuk hidupku." Bisiku dengan lembut, hingga kurasa desiran nafas menerpa wajahku.
Prilly menatapku dalam diam seakan sedang memikirkan sesuatu. "Gombal." balasnya yang langsung kubalas dengan tatapan bingung, bukannya dimana-mana wanita akan senang jika mendengarkan ucapan sepertiku tadi.
"apakah tidak ada tanggapan lain, selain gombal? "
Prilly mengangkat bahunya acuh, lalu menatap sekitar taman belakang rumah. "taman dirumah ini besar sekali dan terasa nyaman, apa kamu sengaja ya membuatnya seperti ini agar aku senang?"
"suatu hari nanti, bukan hanya kamu yang akan senang dengan taman ini, mungkin saja taman ini akan menjadi tempat favorit kita bersama anak-anak kita kelak." Aku merapikan helaian rambutnya yang tersapu angin malam.
Prilly menghela nafasnya, lalu bangkit begitu saja berdiri melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam rumah, membuatku menyerit tak mengerti dengan sikapnya yang selalu sensitif setiap kali aku menyinggungnya tentang anak.
Memangnya apa salahnya jika aku berkata tentang anak lagipula umurku sudah tak muda lagi, munafik jika selama ini aku tak mengharapkan seorang anak. Biar bagaimanapun aku sudah mendambakannya sejak dulu, aku juga ingin merasakan bagaimana menjadi suami seutuhnya dengan menjadi seorang Ayah untuk anaknya.
Bahagia yang kurasa ternyata belum lengkap tanpa hadirnya seorang anak, tak ada suara jeritan bayi ditengah malam, semuanya masih terasa hampa.
Kuusap wajahku dengan kasar, kembali kumenatap langit terang hasil kerjasama bulan dan bintang yang menemani.
Tak ada cara lain selain bersabar, Prilly pasti menolak jika aku meminta anak padanya, aku harus sadar diri setidaknya dengan perubahan sikapnya padaku saja aku harus sudah bersyukur dan berbahagia tapi bahagia itu masih terasa hampa walau tawanya membuatku lega.
"Andai kau memberikan kesempatan itu."
***
Pagi kembali menyapa, aktivitas kembali berjalan. Hari ini adalah hari pertama Prilly memasuki bangku kuliahan.
Kudengkap kedua tanganku didada sembari menunggu Prilly yang sepertinya masih bersiap-siap. Hari ini juga aku harus pergi ke kantor karena ada beberapa berkas yang harus kutandatangani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Om! (Revisi)
RomanceUmur bukanlah alasan utama pemersatu cinta. Semuanya berubah disaat aku mengenalnya.. Mengenal dia yang datang dengan seribu drama indah dihidupnya.. Dengannya juga aku jadi paham apa arti cinta yang sebenarnya tanpa harus banyak mengumbar kata. D...