5 : TERIMA KASIH

125 20 0
                                    

Suara flat shoes memenuhi koridor klinik kejiwaan yang tidak terlalu sepi----klinik yang lumayan besar. Seorang gadis berperawakan dewasa dengan pakaian santai dan feminim berjalan menyusuri koridor klinik itu. Ya, dibandingkan setahun yang lalu ia lebih terlihat dewasa.

Beberapa hari yang lalu ia telah membuat janji dengan salah satu psikolog di klinik itu. Ya, dibandingkan setahun yang lalu ia lebih terlihat dewasa. Beberapa hari yang lalu ia telah membuat janji dengan salah satu psikolog di klinik tersebut.

Ia berhenti tepat di depan pintu yang bertuliskan Dokter Psikolog Arkan, ia sempat tersenyum tipis sebelum memasuki ruangan itu.

"Permisi, Dokter," ucapnya sembari menunduk memberikan salam.

Dokter Arkan sempat terdiam beberapa detik kemudian mempersilakan pasiennya duduk. "Kau mirip seperti gadis yang pernah aku kenal," ucap dokter Arkan tersenyum ramah.

Pernah...?

"Benarkah? Apa dia pasienmu?"

"Ya. Dia anak yang lucu walaupun agak susah diatur. Dia juga pernah bercanda kalau dia suka padaku. Ah, dasar anak itu.."

Aku tidak bercanda, itu benar adanya

"Apa aku boleh tahu di mana dia sekarang? Aku penasaran selucu apa dia sampai-sampai dokter masih mengingatnya."

"Aku tidak tahu. Sekitar satu tahun yang lalu aku berhenti bekerja di rumah sakit tempat ia di rawat. Aku sedikit merasa gagal sebagai psikolog karena apa yang aku perintahkan padanya tidak pernah dilakukan dan..yah..tidak ada perkembangan justru dia semakin berontak. Sebab itulah, aku kembali belajar agar aku bisa menangani anak nakal itu dengan baik."

"Lalu, kenapa dokter malah ada di sini dan bukan kembali menanganinya?"

"Aku takut ketika aku kembali dia akan membenciku karena aku tiba-tiba pergi dan mungkin membuatnya bingung." Kali ini dokter Arkan tersenyum kecut, terlihat sedikit penyesalan dari raut wajah dan suaranya.

Tidak hanya bingung tapi hampir gila

"Ah, maaf, aku membuang waktumu. Jadi apa keluhanmu, Nona..." Dokter Arkan menjeda kata-katanya. Ya, dia sama sekali belum mengetahui siapa nama pasiennya.

"Byan," ucap gadis itu menyebutkan namanya.

Kali ini dokter Arkan benar-benar terkejut bukan main bahkan di detik selanjutnya ia tampak salah tingkah.

"Ah, kau sudah sembuh, ya?" dengan agak sedikit gugup dokter Arkan meluncurkan tangannya di puncak kepala Byan dan menepuknya beberapa kali, "anak pintar."

Byan menunduk, poni tipisnya cukup menutupi kesedihannya saat ini. Ia merasa bersalah karena sudah salah paham dengan kepergian dokter Arkan waktu itu.

Beberapa menit berikutnya Byan mengangkat kembali kepalanya dengan mantap, "Terima kasih, semua ini berkat dokter." Byan tersenyum haru. Ia senang karena dokter Arkan tidak melupakannya dan rela belajar kembali untuk dirinya.

Rain & BowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang