12 : BOOMERANG

43 4 0
                                    

Terlihat seorang pria yang tengah mengendap-endap memasuki apartemen Byan di pagi buta. Pria itu perlahan mendekati Byan yang sedang tertidur. Pria itu tersenyum dan dia duduk di lantai memandangi Byan lekat. "Dia cantik, layaknya bidadari dunia." Pria itu memandangi setiap inchi bahkan lekukan wajah Byan. Ia begitu bebas menyapu semuanya dengan mata elangnya itu.

"Nghh." Byan menggeliat dalam tidurnya.

"Dia menggeliat seperti bayi, imut sekali." Pria itu kembali bergumam dan tingkahnya itu seperti orang yang sedang melting. Namun, tiba-tiba tangan Byan mengenai wajah pria itu, perasaan terkejut tidak dapat ia sembunyikan.

"Aduh." Pria itu mengerang kecil.

"Untuk apa kau pagi-pagi datang ke sini?" ucap Byan yang tetap memejamkan matanya. Sepertinya ia sudah bangun dari tadi bahkan mungkin jauh sebelum pria itu mengendap-endap ke apartemennya.

"Aku ingin bicara denganmu," ucap pria itu beralasan.

"Katakanlah!"

"Kau harus mencuci wajahmu dulu," ucapnya menggendong Byan di punggungnya menuju kamar mandi.

"Tidak mau," rengek Byan. Ia memberontak sampai-sampai Yudha, pria itu sedikit kewalahan menggendongnya.

"Rengekanmu terdengar manja, seperti anak kecil," ucap Yudha dengan niat yang menggoda, "cepat cuci wajahmu! Kutunggu di luar," sambungnya sambil menutup pintu kamar mandi. Byan yang berada di kamar mandi itu sangat lama membuat Yudha merasa bosan. Mengapa tidak? Byan sudah berada di kamar mandi sekitar lima belas menit. Tidak mungkin waktu sepanjang itu digunakan hanya untuk mencuci wajah.

"Huft." Byan keluar dengan keadaan yang segar bugar. Ternyata dia tidak hanya mencuci wajahnya, ia juga mandi. Lihat saja, rambutnya yang basah dan bajunya sudah berganti. Tapi sejak kapan ia mengambil baju itu dari kamarnya? Sama sekali tidak dapat di sadari.

"Kemarilah, aku sudah menyiapkan makanan untukmu. Hanya roti panggang dan susu, tak apa, 'kan?" ucap Yudha yang sudah duduk di dekat meja makan. Tangannya melambai-lambai mengisyaratkan agar Byan ikut bersamanya.

"Tak apa. Kau sudah mandi?"

"Sudah."

"Lalu, apa yang ingin kau bicarakan padaku?" tanya Byan yang sudah duduk di depan Yudha sambil memakan roti panggang di meja.

"Emm, kondisimu kan sudah mulai membaik sejak melakukan terapi secara rutin beberapa bulan ini..." Yudha menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan bicaranya pun melambat.

"Jangan banyak basa-basi, cepat katakan kau bukan anak kecil lagi." Byan menancapkan pisau yang ia gunakan tepat di depan Yudha. "Aku akan pergi ke Jepang, aku ada kerja di sana," ucap Yudha cepat sebelum pisau itu menancap lebih dekat dengannya.

"Lalu?" ia mencabut kembali pisau itu dan melanjutkan makannya setelah membersihkan pisaunya dengan serbet, tidak ada ekspresi keterkejutan yang di timbulkan Byan. Benar-benar di luar ekspetasi Yudha yang seharusnya ia inginkan wanita itu terkejut dengan apa yang ia ungkapkan itu.

"Aku ingin mengajakmu. Aku ingin kau di sampingku saat di sana. Aku ingin selalu berada di dekatmu," tutur Yudha menopang dagunya lebih dekat pada Byan.

"Kau berlebihan."

"Apa kau tidak ingin mengunjungi Dian? Aku janji akan menemanimu mengunjunginya."

Byan teringat akan kata-kata Dian saat itu, 'Iya. Aku tinggal dengan seorang pria' dan langsung menyetujui ajakan Yudha. Rasa waspada dalam diri Dian kemungkinan sangatlah kecil, karena sifatnya yang masih kekanak-kanakan dan ceroboh. Berbeda sekali dengan Byan yang kewaspadaannya akan lingkungan sekitar cukup tinggi.

Rain & BowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang