"Andaikan saja aku terlahir dari kehidupan lain mungkin kini aku sudah memilikimu. Bukan sebagai saudaraku melainkan sebagai kekasihku."
_____
"Aku pulang," ucap Rin Ah memasuki rumah. Ia tampak tidak bersemangat, wajah yang selalu ceria itu kini terlihat muram dan lesu. Seperti ada pepatah yang bisa mendefinisikan keadaannya sekarang ini, 'hidup segan mati tak mau'.
"Kau sudah pulang, Rin Ah. Tepat sekali aku membuat brownies untukmu." ucap Shin.
"Oppa, kau sudah kembali?" Rin Ah berlari memeluk saudara laki-lakinya yang ia rindukan itu.
"Ya, begitulah. Ke mana saja kau?"
"Ah, itu. Selama tiga seminggu ini kami mengadakan pariwisata ke gunung. Maaf, Oppa."
"Baiklah. Dan sekarang mengapa kau terlihat muram? Apa perjalanannya melelahkan?"
"Tidak, itu hanya..mm..ada yang menyatakan cinta padaku."
"Ah, kau ditembak, ya. Lalu kau jawab apa?" ucap Dian bersorak kegirangan.
"Ah, Eonni."
"Ayolah, katakan."
"Aku menolaknya mentah-mentah."
"Kau bilang apa?"
"Aku bilang dia bukanlah tipeku, aku sudah memiliki pria yang sesuai dengan tipeku. Lagi pula dia itu dari kelas F, walaupun dia adik Yuri Sensei, dia tak cocok denganku."
"Lalu siapa priamu itu?"
"Tentu saja Lee Shin Ji Oppa," ucap Rin Ah merangkul manja lengan Shin, "Kalau dia bukan kakakku, aku sudah menjadikannya kekasihku. Benar 'kan, Oppa?"
"Sudahlah, makan brownies ini." Shin menyodorkan kue itu dan menyumpalkannya di mulut Rin Ah.
"Oppa!" rengek Rin Ah karena Shin tidak menjawab pertanyaan darinya dan malah membuatnya hampir tersedak.
Kakak dan adik sama saja, batin Dian, "Rin Ah, pilihanmu tepat sekali. Kau fokuslah belajar. Besar nanti kau akan menemukan pria seperti Oppa-mu."
"Dengan Oppa saja itu sudah cukup bagiku. Apa gunanya berpacaran, itu hanya menghabiskan waktu dan energiku."
Ah, sepertinya kata-kata itu sudah tidak asing bagiku. Aku pernah mendengarnya di mana, ya? batin Dian menerawang.
"Kau betul, Rin Ah," ucap Shin.
"Ah, Oppa! Oppa ini sebenarnya mengelus atau mengacak rambutku?" rengek Rin Ah. Rambutnya benar-benar terlihat berantakan saat ini. Rin Ah mengambil napas dan ia memanggil Shin dengan halus, sorot matanya kini menjadi sendu. "Oppa."
"Hmm?"
"Berjanjilah untuk tetap bersamaku. Jangan sampai kejadian saat itu terjadi lagi, kau benar-benar membuatku sedih saat itu. Seandainya jika kau pergi aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Di dunia ini hanya kaulah yang kupunya. Sudah cukup kau membuatku sedih hari itu, jangan ulangi lagi. Kau janji?" tutur Rin Ah sembari mengangkat jari kelingkingnya pada Shin.
"Janji," jawab Shin yang juga melakukan hal sama pada Rin Ah.
"Terima kasih, Oppa," lirih Rin Ah, kemudian memeluk sih erat, "Zzz." Rin Ah berbohong bahwa ia tidak lelah. Buktinya saat ini ia tengah tertidur pulas dalam pelukan Shin, Oppa-nya itu.
"Oppa." Rin Ah mengigau.
"Dia mengigau, lucu sekali," ucap Dian.
"Jangan tinggalkan aku, Oppa." Rin Ah mengigau lagi. Di sela igauannya terdengar samar-samar ia mengatakan uri yaksokhaji marayo..ani, ani..uri yaksokhaji, terdengar seperti sebuah nyanyian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain & Bow
RomanceByan. Ini tentang sisi yang tidak orang-orang ketahui dariku. Rahasia dan alasanku bersikap seperti ini, sudah menjadi kebiasaanku, membenci seorang pria, dari dulu. Berkali-kali kuperingatkan untuk tidak mencampuri urusanku, jangan menyesal jika ka...